Categories: Bali

Kasihan…Bayi Pengungsi Idap Sakit Kulit, Kepanasan Langsung Menangis

RadarBali.com – Seorang bayi berusia tujuh bulan, Ni Komang Ayu Martini, warga Banjar Batudawa Kelod, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, ikut menjadi pengungsi bersama 29 jiwa lainnya di rumah Mangku Gidiran, di Banjar Kembengan, Desa Tulikup, Kecamatan Gianyar.

Ironisnya, bayi perempuan itu sejak berusia 6 hari mengalami sakit kulit. Kini di pengungsian, putri ketiga pasangan I Nyoman Suita dengan Ni Nyoman Wage itu tidak kuat menahan panas.

“Anak saya tidak kuat dengan udara panas, apalagi kalau kena matahari, dia bisa menangis terus,” ujar ibunda si bayi, Ni Nyoman Wage ditemui di tempat pengungsian kemarin.

Selama di pengungsian yang terdiri dari dua ruangan kamar kos itu, si bayi ini terus berada dekat kipas angin.

“Kalau panas sedikit langsung menangis,” ujar Wage sambil mengusap kulit bayinya menggunakan cairan infus yang  diberikan oleh dokter.

Sebagai orang tua, Wage  merasa heran dengan kondisi putri ketiganya itu. “Karena dua anak saya, kakaknya ini tidak apa-apa, normal,” terangnya.

Wage pun menceritakan awal putrinya ini lahir. “Waktu lahir kulitnya bersih, baru setelah enam hari wajahnya mengelupas begini. Awalnya cokelat kehitaman, terus mengelupas,” ujarnya heran.

Kini, selain menimpa wajah si putri dengan berat 5,3 kilogram itu juga merembet ke bagian kaki.

“Sejak mengalami ini, kami sudah bawa ke dokter, kata dokter tidak bisa menjelaskan ini apa. Tapi terus saya rawat,” ungkapnya.

Selama merawat di bayi, orang tuanya menggunakan biaya sendiri. “Kalau saya sama bapaknya punya KIS (Kartu Indonesia Sehat, red). Tapi untuk anak saya ini belum mengurus karena belum masuk KK (Kartu keluarga, red),” jelasnya.

Beruntung, selama mengungsi di Gianyar, bayi ini memperoleh bantuan pengobatan cuma-cuma dari dokter.

“Seharusnya hari Senin giliran kontrol. Tapi saya kasihan, kalau kena panas nanti kulitnya tambah sakit,” keluhnya.

Selama di pengungsian, keluarga yang mengandalkan uang dapur dari kerja sebagai tukang batu itu mengaku memilih menjadi pengungsi mandiri.

“Karena awalnya suami saya (Siuta, red) ini pernah kerja di rumah Mangku (Gidiran, red),” jelasnya. Dia juga khawatir membawa si bayi ke pengungsian terpadu di posko Sutasoma.

“Saya tahu di sana ada pengungsian. Tapi takut di sana kan pakai terpal, sementara kondisi anak saya begini,” terangnya.

Jadi sudah 15 hari atau dua minggu lebih keluarganya yang sebanyak 6 KK ditampung di rumah Mangku Gidiran. Di rumah Mangku Gidiran itu, ada 30 jiwa termasuk bayi.

“Kami di kasih ruangan dua kamar. Tidur di kamar ini. Kami juga dikasih tidur di sana,” ujar Wage sambil menunjuk ke arah Bale Daja.

Khusus si bayi malang itu, tidur di dalam kamar yang berisi kipas angin kecil.

Donny Tabelak

Share
Published by
Donny Tabelak
Tags: gunung agung

Recent Posts

Rapor Merah Mees Hilgers Bersama Timnas Indonesia, Rizky Ridho dan Justin Hubner Siap Mengkudeta

Timnas Indonesia harus menerima kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam laga lanjutan Grup C Kualifikasi…

8 bulan ago

Menolak Menyerah, PSSI: Kesempatan Timnas Indonesia Kejar 15 Poin Masih Ada

Target 15 poin masih dibebankan oleh PSSI kepada Timnas Indonesia untuk lolos dari putaran ketiga…

1 tahun ago

SW House, Rumah Berkonsep Tropis Match dengan Warna Earthy yang Klasik

kawasan Menteng, Jakarta Pusat, SW House berdiri kokoh dengan segala keanggunannya.

2 tahun ago

Hasil Quick Count Pemilu 2024 Bisa Segera Dilihat, Ini Lembaga Survei Resmi yang Menyiarkan

Sejumlah lembaga survei bakal menggelar penghitungan cepat atau quick count Pemilu 2024

2 tahun ago

5 Cara Membersihkan Meja Granit Agar Permukaannya Tetap Mengkilap Sepanjang Hari

Granit merupakan bahan bangunan dari campuran white clay, kaolin, silika, dolomite, talc, dan feldspar yang…

2 tahun ago

Hengkang dari Koalisi Perubahan, AHY Akan Kumpulkan Seluruh Kader Demokrat Besok

Partai Demokrat secara tegas telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) serta menarik…

2 tahun ago