Categories: Denpasar & Badung

Koster Berserah Ratu Betara, Gendo Sarankan Lakukan Mitigasi Bencana

DENPASAR – Jawaban Gubernur Bali Wayan Koster yang meminta masyarakat Bali berdoa kepada Tuhan agar tidak terjadi bencana di Bali mendapat jawaban koodinator ForBali Wayan Gendo Suardana.

Seperti diberitakan, kondisi Bali Selatan masuk dalam daerah rawan bencana. Berdasar publikasi dari Pusat Studi Gempa Nasional tahun 2017, Bali selatan merupakan salah satu titik dari 16 titik gempa megathrust di Indonesia.

Selain itu merupakan wilayah yang memiliki kerentanan bahaya gempabumi yang tinggi karena wilayah ini berada + 150 km sebelah selatan zona subduksi yang aktif.

Sejarah kegempaan di daerah ini telah mencatat peristiwa gempabumi besar seperti pada tahun 1862 : MMI VII, tahun 1890: MMI VII, tahun 1917 : MMI VII, tahun 1938 : MMI VII,

tahun 1961 : MMI VII tahun 1977 : MMI VIII, tahun 1979 : MMI VII – VIII, tahun 1985 : 6.2 SR, tahun 1987 : 5.7 SR, tahun 2004: 6.1 SR, 6.2 SR, 5.5 SR selatan Bali

Selain berpotensi gempa bumi dan tsunami, kawasan Perairan Teluk Benoa dan sekitarnya juga rawan likuifaksi, analisis potensi bahaya likuifaksi dan penurunan di daerah ini

menunjukkan bahwa hampir semua titik pengujian mengindikasikan terjadinya likuifaksi dan penurunan berdasarkan skenario gempabumi dengan magnitude 7.2 SR.

“Kita minta sama Ratu Betara agar jangan terjadi di Bali,” kata Gubernur Koster saat dimintai pendapat terkait megatrust di Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (5/8) lalu.

Pernyataan Gubernur Koster ditanggapi Koordinator ForBali Wayan Gendo Suardana. Menurut pria asal Ubud ini, berserah kepada Ida Betara memang adalah salah satu cara manusia yang utama.

Karena setiap bencana adalah kehendak-NYA. Tetapi manusia, apalagi pejabat pemerintah yang menyatakan ngayah secara sekala dan niskala

berkewajiban untuk melakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko bencana alam atau wajib melakukan mitigasi bencana.

Salah satu mitigasi bencana yang penting dilakukan adalah mengurangi resiko bencana. Salah satunya adalah tidak melakukan kegiatan kegiatan atau kebijakan-kebijakan yang tidak beradaptasi dengan bencana.

Dalam konteks risiko bencana di Teluk Benoa, seharusnya Gubernur Bali meneruskan kebijakan presiden untuk tidak mengijinkan pembangunan di kawasan rawan bencana.

“Itulah tugas pemimpin yang sejati,” kata Gendo Suardana, Selasa (6/8) siang. “Jika pemimpin hanya mengajak pasrah tanpa melakukan tindakan  mitigasi bencana,

tidak perlu ada pemimpin karena rakyat tiap hari sudah berdoa dan melakukan upacara memohon agar Bali dijauhkan darr bencana,” pungkasnya. 

Donny Tabelak

Share
Published by
Donny Tabelak

Recent Posts

Rapor Merah Mees Hilgers Bersama Timnas Indonesia, Rizky Ridho dan Justin Hubner Siap Mengkudeta

Timnas Indonesia harus menerima kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam laga lanjutan Grup C Kualifikasi…

8 bulan ago

Menolak Menyerah, PSSI: Kesempatan Timnas Indonesia Kejar 15 Poin Masih Ada

Target 15 poin masih dibebankan oleh PSSI kepada Timnas Indonesia untuk lolos dari putaran ketiga…

1 tahun ago

SW House, Rumah Berkonsep Tropis Match dengan Warna Earthy yang Klasik

kawasan Menteng, Jakarta Pusat, SW House berdiri kokoh dengan segala keanggunannya.

2 tahun ago

Hasil Quick Count Pemilu 2024 Bisa Segera Dilihat, Ini Lembaga Survei Resmi yang Menyiarkan

Sejumlah lembaga survei bakal menggelar penghitungan cepat atau quick count Pemilu 2024

2 tahun ago

5 Cara Membersihkan Meja Granit Agar Permukaannya Tetap Mengkilap Sepanjang Hari

Granit merupakan bahan bangunan dari campuran white clay, kaolin, silika, dolomite, talc, dan feldspar yang…

2 tahun ago

Hengkang dari Koalisi Perubahan, AHY Akan Kumpulkan Seluruh Kader Demokrat Besok

Partai Demokrat secara tegas telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) serta menarik…

2 tahun ago