Categories: Events

Pratama: Pemerintah Sudah Seharusnya Masukkan Kurikulum Keamanan Siber

DENPASAR – Maraknya modus penipuan menggunakan kode USSD 21 untuk meneruskan panggilan ke nomor lain seharusnya bisa menjadi dasar bagi pemerintah atau penyedia layanan telekomunikasi memberikan edukasi yang tepat bagi para penggunanya.

Pakar Keamanan Siber Pratama D. Persadha berharap agar edukasi tentang keamanan siber bisa digalakkan.

“Atas kejadian ini, harapannya ke depan edukasi oleh semua pihak bisa digalakkan,” ujar Pratama saat dihubungi, Senin (30/12) lalu.

USSD yang merupakan singkatan dari Unstructured Supplementary Service Data merupakan salah satu teknologi pesan singkat yang dimiliki oleh jaringan GSM.

Umumnya USSD digunakan untuk pertukaran teks antara ponsel dengan aplikasi yang terdapat di jaringan milik operator.

Jadi, tidak heran jika kebanyakan info dan layanan yang dapat diakses menggunakan USSD merupakan info dan layanan yang terkait dengan operator seluler.

Viralnya kasus social engineering dengan modus penerusan panggilan dengan kode USSD, lanjut Pratama, juga menjadi tanda bagi pemerintah untuk segera memasukkan kurikulum keamanan siber dan berinternet yang sehat sejak dini.

“Sehingga hal-hal penggunaan teknologi yang standar bisa diketahui secara luas, dan apa yang boleh serta tidak boleh dilakukan

di wilayah siber juga diterima masyarakat secara luas,” ungkap pendiri Lembaga Riset Keamanan Cyber dan Komunikasi (CISSReC) itu.

Menurut Pratama, operator seluler telah memberikan sebagian keuntungannya kepada pemerintah, salah satunya untuk proses edukasi.

Karena itu sudah seharusnya pemerintah menggalakan sosialisasi keamanan siber lebih masif. “Tapi, secara default,

operator seluler juga pasti sudah melakukan edukasi ke masyarakat juga. Masalahnya kurang masif dan merata saja,” ujar mantan ketua Tim Lemsaneg Pengamanan IT Presiden itu.

Pratama menjelaskan, call forwarding atau pengalihan panggilan ke nomor lain sebenarnya hanya mengalihkan panggilan saja, tanpa mengalihkan SMS.

Dalam kasus terakhir yang dialami Maia, pelaku yang meminta korban melakukan pengalihan panggilan (tanpa korban tahu bahwa itu pengalihan panggilan), menjadikan pelaku hanya menerima panggilan ke nomor milik Maia.

“Yang dilakukan pelaku adalah meminta SMS OTP aplikasi GoJek sebanyak dua kali, sehingga muncul permintaan OTP lewat telepon, inilah momentum pelaku mengambil alih akun GoJek korban,” jelas Pratama.

Menurut Pratama, memang terkait fitur pengalihan panggilan banyak sekali, bahkan sebagian besar masyarakat kita tidak tahu.

“Kebetulan Maia juga bukan artis kemarin sore dan termasuk dari kalangan yang berpendidikan tinggi. Momentum ini memang

seharusnya dijadikan oleh operator seluler dan pemerintah untuk melakukan edukasi ke tengah masyarakat,” pungkasnya. (rba)

 

 

 

 

Donny Tabelak

Share
Published by
Donny Tabelak

Recent Posts

Rapor Merah Mees Hilgers Bersama Timnas Indonesia, Rizky Ridho dan Justin Hubner Siap Mengkudeta

Timnas Indonesia harus menerima kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam laga lanjutan Grup C Kualifikasi…

8 bulan ago

Menolak Menyerah, PSSI: Kesempatan Timnas Indonesia Kejar 15 Poin Masih Ada

Target 15 poin masih dibebankan oleh PSSI kepada Timnas Indonesia untuk lolos dari putaran ketiga…

1 tahun ago

SW House, Rumah Berkonsep Tropis Match dengan Warna Earthy yang Klasik

kawasan Menteng, Jakarta Pusat, SW House berdiri kokoh dengan segala keanggunannya.

2 tahun ago

Hasil Quick Count Pemilu 2024 Bisa Segera Dilihat, Ini Lembaga Survei Resmi yang Menyiarkan

Sejumlah lembaga survei bakal menggelar penghitungan cepat atau quick count Pemilu 2024

2 tahun ago

5 Cara Membersihkan Meja Granit Agar Permukaannya Tetap Mengkilap Sepanjang Hari

Granit merupakan bahan bangunan dari campuran white clay, kaolin, silika, dolomite, talc, dan feldspar yang…

2 tahun ago

Hengkang dari Koalisi Perubahan, AHY Akan Kumpulkan Seluruh Kader Demokrat Besok

Partai Demokrat secara tegas telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) serta menarik…

2 tahun ago