Categories: Hiburan & Budaya

Geram, Pentolan Navicula Kritisi Pasal Karet RUU Permusikan

DENPASAR – Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan yang diusulkan oleh Komisi X DPR RI membuat musisi tanah air geram.

Mereka menganggap, ada pasal yang bermakna kabur karena tak memiliki ukuran tolak ukur yang jelas.

Seperti ditegaskan Vocalis Navicula, I Gde Robi Supriyanto. Pentolan ini mengkritisi tentang RUU  khususnya pada Pasal 5 yang menurutnya sebagai pasal karet.

Kata Robi, dalam pasal itu, tertulis beberapa larangan bagi para musisi: dari mulai membawa budaya barat yang negatif, merendahkan harkat martabat, menistakan agama, membuat konten pornografi hingga membuat musik provokatif. 

“Seni ini adalah ruang bebas dan saya yakin insan-insan seniman juga punya tanggung jawab terhadap apa yang mereka suarakan,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Bali di Denpasar pada Rabu (30/1).

Menanggapi pasal tersebut, pria yang tinggal di Ubud, Gianyar ini  mengatakan banyak pemaknaan kata yang tak memiliki daya ukur yang jelas.

Misalnya dalam kata provokasi.

“Dalam arti provokasi ini apa? Entar kayak pasal karetnya UU ITE kan jadinya. Kami ngomongin sesuatu yang bagus, bisa dianggap provokatif,” ungkapnya.

“Apakah lagu bongkar nya iwan fals dan Sawung Jabo itu dianggap sebagai lagu provokatif? Jadi ukuran provokatif itu apa?,” lanjutnya.

Begitu juga dengan budaya barat yang negatif. “Musik rock itu kan pengaruh barat juga. Musik rock bersuara keras mengganggu tetangga, apakah itu masuk dalam hak negatif? Jadi sangat kabur,” ujarnya.

Bagi Robi, hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dibahas kemudian dijadikan sebagai sebuah undang-undang. Ia menilai, hal ini dapat membatasi para musisi untuk berkreatifitas. 

“Aku pikir iya (batasi kreatifitas musisi). Ada lebih banyak hal-hal yang lebih urgen untuk dimasukan dalam RUU musik itu. Misalkan membangun ekosistem musik Indonesia dengan cara melestarikannya,” sarannya.

Seperti dalam melestarikan musik bambu atau angklung. Bagi pentolan Navicula ini, bukan hanya soal membawa musisi tersebut untuk bermain keluar negeri saja sebagai bentuk pelestarian, tetapi juga harus diimbangi dengan pelestarian hutan bambu sebagai bahan alat musik tersebut.

“Belum lagi mempermudah karya cipta indonesia, mempermudah sponsor ship seniman yang menjadi duta seni keluar negeri, atau tunjangan untuk seniman yang sudah pensiun. Itu lebih urgent,” jelasnya.

Apakah RUU Permusikan ini dapat dikatakan sebagai alat meredam kekritisan musisi tanah air?

“Menjadi defensif untuk dikritisi dalam iklim demokrasi adalah melawan demokrasi itu sendiri,” pungkasnya. 

Donny Tabelak

Share
Published by
Donny Tabelak
Tags: navicula

Recent Posts

Rapor Merah Mees Hilgers Bersama Timnas Indonesia, Rizky Ridho dan Justin Hubner Siap Mengkudeta

Timnas Indonesia harus menerima kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam laga lanjutan Grup C Kualifikasi…

8 bulan ago

Menolak Menyerah, PSSI: Kesempatan Timnas Indonesia Kejar 15 Poin Masih Ada

Target 15 poin masih dibebankan oleh PSSI kepada Timnas Indonesia untuk lolos dari putaran ketiga…

1 tahun ago

SW House, Rumah Berkonsep Tropis Match dengan Warna Earthy yang Klasik

kawasan Menteng, Jakarta Pusat, SW House berdiri kokoh dengan segala keanggunannya.

2 tahun ago

Hasil Quick Count Pemilu 2024 Bisa Segera Dilihat, Ini Lembaga Survei Resmi yang Menyiarkan

Sejumlah lembaga survei bakal menggelar penghitungan cepat atau quick count Pemilu 2024

2 tahun ago

5 Cara Membersihkan Meja Granit Agar Permukaannya Tetap Mengkilap Sepanjang Hari

Granit merupakan bahan bangunan dari campuran white clay, kaolin, silika, dolomite, talc, dan feldspar yang…

2 tahun ago

Hengkang dari Koalisi Perubahan, AHY Akan Kumpulkan Seluruh Kader Demokrat Besok

Partai Demokrat secara tegas telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) serta menarik…

2 tahun ago