Categories: Hiburan & Budaya

Lestarikan Tradisi, Disbud Buleleng Usulkan “Megangsing” Jadi WBTB

SINGARAJA – Dinas Kebudayaan Buleleng melakukan inventarisasi pada sejumlah tradisi yang bisa ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).

Pada tahun 2020 ini, rencananya ada tiga tradisi dan permainan rakyat yang akan diusulkan sebagai WBTB.

Salah satunya adalah permainan megangsing. Permainan ini jamak dilakukan oleh warga yang tinggal di wilayah pegunungan. Biasanya permainan ini dimainkan pada musim panen kopi atau musim panen cengkih.

Khusus di wilayah Catur Desa Adat Dalem Tamblingan yang meliputi Desa Gesing, Desa Munduk, Desa Gobleg, dan Desa Umajero, megangsing sudah menjadi permainan yang mendarah daging.

Begitu pula di Desa Pedawa. Bahkan kini sudah disiapkan arena khusus untuk permainan gangsing di Desa Pedawa dan Desa Munduk.

“Dokumen usulannya sudah kami sampaikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beberapa bulan lalu.

Tapi, masih ada beberapa hal yang harus kami lengkapi sebelum sidang tim ahli,” kata Kabid Sejarah dan Cagar Budaya, Gede Angga Prasaja.

Menurutnya, ada aspek runtutan sejarah yang harus dibahas lebih lanjut. Selain itu ada beberapa kajian akademis yang juga perlu dilengkapi.

Angga mengaku sudah berkoordinasi dengan sejumlah akademisi untuk melengkapi kajian tersebut.

“Dokumen revisinya sudah kami kirim kembali. Mudah-mudahan bisa lolos ditetapkan sebagai WBTB. Sebab ini sudah kami upayakan dari tahun lalu. Kami menunggu lewat sidang tim ahli nanti,” ungkap Angga.

Selain permainan rakyat itu, ada pula sejumlah tradisi yang ikut diusulkan menjadi WBTB. Yakni tradisi mecak-cakan yang selama ini dilakukan di Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula.

Tradisi ini berupa kegiatan makan bersama dengan lauk ayam jantan yang kalah dalam pertandingan sabung ayam.

Tradisi ini dilakukan tiap tilem kapitu dan dipusatkan di Catus Pata Desa Sambirenteng. Tradisi ini diyakini mencegah bencana yang terjadi di desa.

Ada pula tradisi saba malunin yang dilaksanakan di Desa Pedawa. Tradisi ini dilaksanakan tiap lima tahun sekali. Terakhir kali tradisi ini dilaksanakan pada tahun 2019 lalu.

Saat tradisi ini dilaksanakan, seluruh krama wajib menghaturkan banten balun atau lungguh suci yang dihaturkan di Pura Desa.

Dalam rangkaian pelaksanaan tradisi itu juga dilaksanakan pementasan 11 jenis tarian sakral yang hanya boleh dipentaskan saat saba. Tradisi ini diyakini mencegah bala sekaligus memberi kemakmuran bagi penduduk desa. 

Donny Tabelak

Share
Published by
Donny Tabelak

Recent Posts

Rapor Merah Mees Hilgers Bersama Timnas Indonesia, Rizky Ridho dan Justin Hubner Siap Mengkudeta

Timnas Indonesia harus menerima kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam laga lanjutan Grup C Kualifikasi…

8 bulan ago

Menolak Menyerah, PSSI: Kesempatan Timnas Indonesia Kejar 15 Poin Masih Ada

Target 15 poin masih dibebankan oleh PSSI kepada Timnas Indonesia untuk lolos dari putaran ketiga…

1 tahun ago

SW House, Rumah Berkonsep Tropis Match dengan Warna Earthy yang Klasik

kawasan Menteng, Jakarta Pusat, SW House berdiri kokoh dengan segala keanggunannya.

2 tahun ago

Hasil Quick Count Pemilu 2024 Bisa Segera Dilihat, Ini Lembaga Survei Resmi yang Menyiarkan

Sejumlah lembaga survei bakal menggelar penghitungan cepat atau quick count Pemilu 2024

2 tahun ago

5 Cara Membersihkan Meja Granit Agar Permukaannya Tetap Mengkilap Sepanjang Hari

Granit merupakan bahan bangunan dari campuran white clay, kaolin, silika, dolomite, talc, dan feldspar yang…

2 tahun ago

Hengkang dari Koalisi Perubahan, AHY Akan Kumpulkan Seluruh Kader Demokrat Besok

Partai Demokrat secara tegas telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) serta menarik…

2 tahun ago