Categories: Nasional

Oka Gunastawa: Jerat Koruptor dengan Sanksi Adat

AMLAPURA – Rangkaian Hari Antikorupsi Sedunia (Harkodia) baru saja berakhir. Indonesia patut berbangga pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Saat kinerja pemberantasan korupsi oleh kepolisian dan kejaksaan “kurang memuaskan”, KPK menawarkan “angin segar”.

Buktinya, dalam 6 tahun terakhir KPK menangkap 34 kepala daerah. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, kebanyakan kepala daerah yang ditangkap melakukan korupsi dengan modus suap untuk keperluan proyek pembangunan di wilayah kerjanya.

Beberapa di antaranya menerima uang terkait perizinan, pengisian jabatan di daerah, dan pengurusan anggaran otonomi khusus.

Sejauh ini, aib ditangkap KPK belum “menodai” kepala daerah di Bali. Hanya saja, KPK telah menjerat duo politisi senior Demokrat asli Bali,

yakni mantan Menteri ESDM era Presiden SBY, Jero Wacik (saat ini ditahan di Lapas Sukamiskin, red) dan anggota Komisi III DPR RI I Putu Sudiartana.

Sementara para eks bupati asal PDI Perjuangan yakni Prof. Dr. drg. I Gede Winasa (Jembrana), Putu Bagiada (Buleleng), I Wayan Candra (Klungkung), I Nengah Arnawa (Bangli) terbukti korupsi tanpa campur tangan KPK.

Yang terhangat, eks Wakil Gubernur Bali merangkap Ketua DPD 1 Golkar Bali, I Ketut Sudikerta oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Bali

ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan tanah senilai Rp 150 miliar di Jimbaran, Kuta Selatan, Badung.

Apakah kasus korupsi juga akan menjerat politisi yang dua periode menjabat Wakil Bupati Badung ini belum terkuak hingga kini.

Tak hanya di Indonesia, korupsi juga diperangi di seluruh penjuru dunia. Baru-baru ini, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte menghancurkan mobil mewah dan moge (motor gede)

dengan nilai total lebih dari 4 juta pound sterling atau sekitar Rp 75,7 miliar dengan mengundang masyarakat untuk menontonnya.

Presiden Duterte mengaku pernah melempar seorang koruptor dari helikopter. Di Tiongkok, para koruptor diganjar hukuman mati.

Qisas alias ‘hukum pancung’ diterapkan di Arab Saudi. Korea Utara menerapkan hukuman lebih sadis. Mulai dari hukum tembak, diracun, dibakar hidup-hidup hingga dijadikan sebagai santapan anjing.

Eksekusi yang disebut Quan Jue ini membiarkan anjing liar kelaparan selama 3 hari, lalu sang kuruptor ditelanjangi untuk kemudian dilempar ke kandang anjing.

Tentu para koruptor di negara-negara tersebut tak bisa tersenyum layaknya di Indonesia pasca ditangkap.

Apa yang harus dilakukan untuk “membersihkan” Indonesia, khususnya Bali dari perilaku korupsi?

Ketua DPW NasDem Bali Ida Bagus Oka Gunastawa mengapresiasi ketegasan Tiongkok, Filipina, Arab Saudi, dan Korea Utara dalam memerangi koruptor.

Menariknya, caleg DPR RI Nomor Urut 1 Dapil Bali itu menyebut Bali juga memiliki “senjata” yang tak kalah hebat untuk memberangus budaya korupsi.

“Bali tak perlu melakukan hal yang sama dengan negara-negara di atas. Selain vonis pengadilan, hukum adat yang sudah saatnya ditegakkan.

Perilaku korupsi ini sudah bikin leteh (tercemar, red). Bayangkan kalau uang hasil korupsi ini digunakan untuk membangun pura? Apa jadinya Bali ini? Taksu Bali lama-lama bisa hilang,” tegas Oka Gunastawa.

Sanksi adat, tandas Sekretaris Tim Pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla 2014 silam itu patut diterapkan. Seperti apa?

Oka Gunastawa mencontohkan bisa berupa denda satu kg beras per kepala untuk seluruh penduduk yang tinggal di wilayah adat tempat sang koruptor tinggal.

Termasuk “kasepekang” alias melarang yang bersangkutan sembahyang di Kahyangan Tiga selama periode tertentu.

Apabila meninggal dunia dalam masa hukuman adat, jenazah si koruptor tidak boleh diabenkan atau ditanam di setra adat tersebut.

“Ini mendesak dilakukan untuk melindungi Bali yang kita cintai,” tegas politisi asal Desa Jungutan, Karangasem tersebut.

Tak hanya bagi koruptor, ke depan Oka Gunastawa menilai sanksi adat juga sudah sepatutnya dialamatkan pada para bandar sekaligus penyalahguna narkoba.

Termasuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak alias pedofilia. “Situasi saat ini mengharuskan kita menggunakan “senjata” yang diwariskan para pendahulu,

yakni kekuatan hukum adat,” tuturnya sembari menyebut sanksi adat ini bisa diterapkan bila masyarakat Bali kompak menginginkan perubahan ke arah lebih baik; restorasi sosial. (rba)

Donny Tabelak

Share
Published by
Donny Tabelak

Recent Posts

Rapor Merah Mees Hilgers Bersama Timnas Indonesia, Rizky Ridho dan Justin Hubner Siap Mengkudeta

Timnas Indonesia harus menerima kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam laga lanjutan Grup C Kualifikasi…

8 bulan ago

Menolak Menyerah, PSSI: Kesempatan Timnas Indonesia Kejar 15 Poin Masih Ada

Target 15 poin masih dibebankan oleh PSSI kepada Timnas Indonesia untuk lolos dari putaran ketiga…

1 tahun ago

SW House, Rumah Berkonsep Tropis Match dengan Warna Earthy yang Klasik

kawasan Menteng, Jakarta Pusat, SW House berdiri kokoh dengan segala keanggunannya.

2 tahun ago

Hasil Quick Count Pemilu 2024 Bisa Segera Dilihat, Ini Lembaga Survei Resmi yang Menyiarkan

Sejumlah lembaga survei bakal menggelar penghitungan cepat atau quick count Pemilu 2024

2 tahun ago

5 Cara Membersihkan Meja Granit Agar Permukaannya Tetap Mengkilap Sepanjang Hari

Granit merupakan bahan bangunan dari campuran white clay, kaolin, silika, dolomite, talc, dan feldspar yang…

2 tahun ago

Hengkang dari Koalisi Perubahan, AHY Akan Kumpulkan Seluruh Kader Demokrat Besok

Partai Demokrat secara tegas telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) serta menarik…

2 tahun ago