Categories: Bali

Banjir Badang Bikin Jalur Nasional Lumpuh, Evaluasi Tata Kelola Hutan

NEGARA – Banjir bandang yang menerjang Sungai Biluk Poh, Sabtu (22/12) lalu, menurut aktivis gerakan pembaruan agraria I Gusti Ngurah Komang Karyadi, menjadi penanda bahwa hutan, tanah dan sungai Jembrana kian kritis.

Bencana ini semestinya menjadi titik balik kesadaran bagi segenap warga untuk merubah perilaku dalam mengelola hutan, tanah, daerah aliran sungai (DAS), dan lingkungan.

Pria asal Desa Mendoyo Dauh Tukad, Kecamatan Mendoyo, ini menyebut setelah terjadi banjir bandang muncul kritik terhadap kritisnya hutan di utara Jembrana dan pemanfaatan hutan, yang tengah dicanangkan menjadi hutan desa atau adat.

Namun, menurutnya, kurang elok memberi cap buruk kepada masyarakat penyangga yang memanfaatkan hutan seperti dengan sistem hutan sosial atau desa, sedangkan yang terkena dampak warga di hilir.

”Persoalan mendasar di sini, di mana negara tidak hadir dalam memberdayakan masyarakat tepian hutan,” terang mantan aktivis 98 ini.

Menurutnya, ada persoalan kesenjangan ekonomi atau kemiskinan akibat jatuhnya harga komoditas perkebunan rakyat dan terbatasnya lahan.

Diharapkan dengan dana desa yang cukup besar dari pusat, kepentingan masyarakat terutama penyangga hutan khususnya di Jembrana lebih diutamakan, sehingga tidak merambah hutan untuk pembukaan lahan.

Terkait dengan adanya peraturan mengenai hutan desa dari Kementerian Kehutanan, serta Perpres No. 86 Tahun 2018 mesti dilaksanakan secara hati-hati dan bertahap.

Pelaksanaannya harus belajar dari pengalaman di Tenganan, Karangasem. Di mana praktik hutan adat bukan menambah komoditas baru, tapi membuat nilai tambah dari produk hutan yang ada, seperti buah-buahan, olahan dan kerajinan.

Karena itu, perlu evaluasi menyeluruh dalam tata kelola hutan di Jembrana. Kebijakan “zero visit” yang pernah dilaksanakan di era kepemimpinan Bupati Jembrana I Gede Winasa harus dilaksanakan secara maksimal.

“Tidak hanya hangat-hangat tai ayam. Sekaligus waspada dengan perlindungan terselubung yang sarat korupsi kolusi dan nepotisme, serta aksi tikus-kucing antara pengawen dengan petugas,” terangnya.

Disamping itu, dalam pelaksanaannya harus ada lembaga yang punya aturan kuat seperti desa adat dengan awig-awig yang mengatur terkait pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan.

Termasuk disertakan sanksi-sanksi tegas jika dilanggar.

Donny Tabelak

Share
Published by
Donny Tabelak

Recent Posts

Rapor Merah Mees Hilgers Bersama Timnas Indonesia, Rizky Ridho dan Justin Hubner Siap Mengkudeta

Timnas Indonesia harus menerima kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam laga lanjutan Grup C Kualifikasi…

8 bulan ago

Menolak Menyerah, PSSI: Kesempatan Timnas Indonesia Kejar 15 Poin Masih Ada

Target 15 poin masih dibebankan oleh PSSI kepada Timnas Indonesia untuk lolos dari putaran ketiga…

1 tahun ago

SW House, Rumah Berkonsep Tropis Match dengan Warna Earthy yang Klasik

kawasan Menteng, Jakarta Pusat, SW House berdiri kokoh dengan segala keanggunannya.

2 tahun ago

Hasil Quick Count Pemilu 2024 Bisa Segera Dilihat, Ini Lembaga Survei Resmi yang Menyiarkan

Sejumlah lembaga survei bakal menggelar penghitungan cepat atau quick count Pemilu 2024

2 tahun ago

5 Cara Membersihkan Meja Granit Agar Permukaannya Tetap Mengkilap Sepanjang Hari

Granit merupakan bahan bangunan dari campuran white clay, kaolin, silika, dolomite, talc, dan feldspar yang…

2 tahun ago

Hengkang dari Koalisi Perubahan, AHY Akan Kumpulkan Seluruh Kader Demokrat Besok

Partai Demokrat secara tegas telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) serta menarik…

2 tahun ago