Categories: Radar Buleleng

Tanda Bahaya! Tren Pengguna Narkoba Meningkat, Baru 9 Bulan, Sudah 60 Orang Minta Rehab

SINGARAJA– Penyalahgunaan  narkotika di Buleleng menunjukkan tren peningkatan. Badan Narkotika Nasional (BNN) Buleleng hingga kini terus menerima warga yang mengajukan permohonan rehabilitasi secara sukarela. Jumlahnya pun sudah lebih banyak bila dibandingkan dengan tahun lalu.

Mengacu data BNNK Buleleng, pada 2021 lalu hanya ada 53 orang yang mengajukan rehab. Namun pada tahun 2022, hingga bulan September saja, sudah ada 60 orang yang meminta dilakukan rehabilitasi.

Dari puluhan orang tersebut, sebanyak 10 orang diantaranya membutuhkan rehabilitasi berat. Sehingga harus dirujuk ke fasilitas Kesehatan lainnya.

“Itu ada 9 orang yang harus kami rujuk ke RS Jiwa Bangli untuk proses Rehabilitasi Napza. Ada satu orang lagi, yang kami rujuk ke Balai Besar Rehabilitasi BNN di Bogor. Selebihnya masih bisa rawat jalan,” kata Kepala BNNK Buleleng AKBP I Gede Astawa, saat ditemui di ruang kerjanya kemarin (28/9).

Menurut Astawa sebagian besar orang yang mengajukan rehabilitasi mandiri, termasuk dalam kategori pengguna ringan. Mereka menggunakan narkotika hanya untuk coba-coba lalu kecanduan. Sehingga mereka merasa bahwa narkotika jadi sarana rekreasi.

“Padahal hal itu keliru. Awalnya coba-coba, akhirnya ketagihan, itu sudah jadi adiksi. Syukurnya masih banyak yang ringan. Kalau yang sudah ketagihan berat, itu sampai terjadi perubahan perilaku, menggigil, dan sakau,” jelasnya.

Lebih lanjut Astawa mengatakan kini pihaknya menggandeng beberapa desa adat, untuk menekan potensi penyalahgunaan dan peredaran narkotika. Caranya membentuk awig dan perarem untuk pencegahan. Desa adat yang telah berhasil menerapkan adalah Desa Adat Sangsit dan Desa Adat Sukasada.

Di kedua desa adat tersebut, warga yang terbukti melakukan tindak pidana narkotika akan dikenakan sanksi pecaruan. Tingkatannya pun berbeda, mulai dari eka sata, manca sata, hingga rsi gana. Apabila tindakan itu berulang, maka dikenakan sanski tambahan berupa denda beras sesuai jumlah kepala keluarga di desa adat tersebut. Bila terulang kembali, sanksi terberat adalah statusnya sebagai krama adat dicabut.

Hal itu terbukti efektif mengurangi penyalahgunaan narkotika. “Sekarang ini pengguna narkotika jadi sangat berkurang. Kalau toh ada, mereka akan lapor diri atau dibawa keluarganya rehab ke BNN. Karena tidak mau kena sanksi adat,” ujar Astawa. (eka prasetya/rid)

 

M.Ridwan

Recent Posts

Rapor Merah Mees Hilgers Bersama Timnas Indonesia, Rizky Ridho dan Justin Hubner Siap Mengkudeta

Timnas Indonesia harus menerima kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam laga lanjutan Grup C Kualifikasi…

8 bulan ago

Menolak Menyerah, PSSI: Kesempatan Timnas Indonesia Kejar 15 Poin Masih Ada

Target 15 poin masih dibebankan oleh PSSI kepada Timnas Indonesia untuk lolos dari putaran ketiga…

1 tahun ago

SW House, Rumah Berkonsep Tropis Match dengan Warna Earthy yang Klasik

kawasan Menteng, Jakarta Pusat, SW House berdiri kokoh dengan segala keanggunannya.

2 tahun ago

Hasil Quick Count Pemilu 2024 Bisa Segera Dilihat, Ini Lembaga Survei Resmi yang Menyiarkan

Sejumlah lembaga survei bakal menggelar penghitungan cepat atau quick count Pemilu 2024

2 tahun ago

5 Cara Membersihkan Meja Granit Agar Permukaannya Tetap Mengkilap Sepanjang Hari

Granit merupakan bahan bangunan dari campuran white clay, kaolin, silika, dolomite, talc, dan feldspar yang…

2 tahun ago

Hengkang dari Koalisi Perubahan, AHY Akan Kumpulkan Seluruh Kader Demokrat Besok

Partai Demokrat secara tegas telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) serta menarik…

2 tahun ago