bulan-maret-2019-ntp-bali-naik-015-persen
DENPASAR – Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan indikator proxy yang digunakan untuk melihat kesejahteraan petani melalui
kemampuan daya tukar barang-barang hasil produksi pertanian dengan biaya yang dikeluarkan petani, baik untuk konsumsi maupun biaya produksinya.
Berdasar hasil rilis berita resmi statistik pada tanggal 1 April 2019, Indeks NTP Provinsi Bali tercatat sebesar 104,13, mengalami kenaikan 0,15 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Kenaikan ini disebabkan oleh adanya kenaikan indeks harga yang diterima petani (It) sebesar 0,68 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang juga naik sebesar 0,53 persen.
Dari lima subsektor pertanian yang digunakan dalam menghitung indeks NTP di Provinsi Bali, tercatat kenaikan pada NTP subsektor hortikultura dan tanaman perkebunan rakyat masing-masing sebesar 1,13 persen dan 1,86 persen.
Sementara itu, subsektor tanaman pangan dan peternakan tercatat mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,85 persen, sedangkan subsektor perikanan mengalami penurunan hanya 0,09 persen.
Kenaikan yang terjadi pada NTP subsektor hortikultura disebabkan oleh naiknya rata-rata harga produksi hasil pertanian hortikultura di semua kelompok, yaitu sayur-sayuran, buah-buahan, dan tanaman obat masing-masing sebesar 1,62 persen, 1,71 persen, dan 2,46 persen.
Komoditas hortikultura yang tercatat mengalami kenaikan antara lain cabai rawit, anggur, semangka, dan bawang putih.
NTP Tanaman Pangan mengalami penurunan di bulan Maret 2019 dan kembali ke posisi di bawah 100. Hal ini berarti nilai hasil produksi dari subsektor tanaman pangan masih belum mampu mencukupi pengeluaran biaya produksi dan konsumsi rumah tangga petani.
Sebagai catatan, NTP Tanaman Pangan pada bulan Februari 2019 tercatat sebesar 100,10, namun pada bulan Maret 2019 turun menjadi 99,25.
Penurunan yang terjadi pada NTP subsektor tanaman pangan disebabkan oleh turunnya indeks harga kelompok padi sebesar 1,01 persen, meskipun indeks harga kelompok palawija tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,74 persen.
Penurunan harga yang terjadi pada kelompok padi, khususnya gabah diperkirakan karena adanya panen raya di beberapa wilayah di Provinsi Bali serta curah hujan yang cukup tinggi.
Dari sisi pengeluaran petani, kenaikan terjadi pada indeks konsumsi rumah tangga (IKRT) dan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM).
Perubahan IKRT ini sering disebut sebagai inflasi perdesaan. Inflasi perdesaan di Bali tercatat sebesar 0,72 persen lebih tinggi dari angka nasional yang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,33 persen.
Inflasi tertinggi tercatat pada kelompok bahan makanan, yaitu mencapai 1,76 persen. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga, yaitu bawang merah, bawang putih, cabai rawit, beras dan kacang panjang. (arya agus yogantara/statistisi di BPS Bali)
Timnas Indonesia harus menerima kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam laga lanjutan Grup C Kualifikasi…
Target 15 poin masih dibebankan oleh PSSI kepada Timnas Indonesia untuk lolos dari putaran ketiga…
kawasan Menteng, Jakarta Pusat, SW House berdiri kokoh dengan segala keanggunannya.
Sejumlah lembaga survei bakal menggelar penghitungan cepat atau quick count Pemilu 2024
Granit merupakan bahan bangunan dari campuran white clay, kaolin, silika, dolomite, talc, dan feldspar yang…
Partai Demokrat secara tegas telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) serta menarik…