Categories: Hukum & kriminal

Kecam Pembatasan Liputan Sidang, LBH: Suburkan Praktik Mafia Hukum

DENPASAR – Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Perma (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 5/2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan.

Perma diteken Ketua MA Muhammad Syarifuddin pada 27 November 2020, dan diundangkan pada 4 Desember 2020.

Dalam aturan baru itu disebutkan, hakim memiliki kewenangan untuk mengizinkan atau tidak kegiatan dokumentasi selama sidang berlangsung. 

Tentu aturan ini bisa mengebiri kebebasan pers mencari fakta dalam persidangan. Aturan baru ini juga dapat membatasi ruang gerak awak media dalam melakukan peliputan.

Sebab, pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin ketua majelis hakim sebelum dimulainya persidangan.

Sementara dalam persidangan tertutup, pengambilan dokumentasi berupa foto, rekaman audio maupun rekaman audio visual tak diizinkan.

Jika setiap persidangan harus meminta izin terlebih dulu, tentu cukup merepotkan. Apalagi jadwal sidang lumayan padat seperti PN Denpasar.

Peraturan itu mendapat kecaman dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) LBH Bali.

Direktur YLBHI Bali Kadek Vany Primaliraning menyebut, aturan tersebut bertentangan dengan asas keterbukaan dan keadilan.

Apalagi setiap sidang, kecuali kasus asusila dan perkara anak, sidang digelar secara terbuka untuk umum. Artinya semua orang bisa menyaksikan dan mengaksesnya. 

Dengan adanya aturan baru ini semua menjadi tertutup.  “Jurnalis itu independen, tidak memihak korban, jaksa, terdakwa, atau hakim sekalipun.

Jurnalis meliput sidang itu sebagai perwakilan masyarakat memperoleh informasi. Jadi tidak bisa dihalangi,” tegas Vany.

Alumnus Universitas Udayana itu menandaskan, aturan yang dikeluarkan MA hanya akan menyuburkan indikasi praktik koruptif di lembaga peradilan.

Aturan tersebut juga bisa melonggarkan praktik mafia hukum di pengadilan. Pasalnya, dengan tidak adanya wartawan yang memantau sidang, maka para pihak yang berkepentingan bisa leluasa kongkalikong.

Aturan baru ini juga membuka peluang terjadinya korupsi dan suap. “Komisi Yudisial dan KPK sendiri suatu waktu bisa

memantau jalannya persidangan. Dengan adanya aturan ini, maka sidang tidak ada lagi yang memantau,” tukas aktivis kelahiran Dili itu.

Ditambahkan, Perma ini juga berbahaya bagi kebebasan pers. Bisa saja jurnalis dituduh menyebarkan berita bohong karena tidak memiliki bukti rekaman atau gambar. “Kami minta aturan ini dicabut dan dibatalkan,” tegasnya. 

Donny Tabelak

Share
Published by
Donny Tabelak
Tags: lbh bali

Recent Posts

Rapor Merah Mees Hilgers Bersama Timnas Indonesia, Rizky Ridho dan Justin Hubner Siap Mengkudeta

Timnas Indonesia harus menerima kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam laga lanjutan Grup C Kualifikasi…

8 bulan ago

Menolak Menyerah, PSSI: Kesempatan Timnas Indonesia Kejar 15 Poin Masih Ada

Target 15 poin masih dibebankan oleh PSSI kepada Timnas Indonesia untuk lolos dari putaran ketiga…

1 tahun ago

SW House, Rumah Berkonsep Tropis Match dengan Warna Earthy yang Klasik

kawasan Menteng, Jakarta Pusat, SW House berdiri kokoh dengan segala keanggunannya.

2 tahun ago

Hasil Quick Count Pemilu 2024 Bisa Segera Dilihat, Ini Lembaga Survei Resmi yang Menyiarkan

Sejumlah lembaga survei bakal menggelar penghitungan cepat atau quick count Pemilu 2024

2 tahun ago

5 Cara Membersihkan Meja Granit Agar Permukaannya Tetap Mengkilap Sepanjang Hari

Granit merupakan bahan bangunan dari campuran white clay, kaolin, silika, dolomite, talc, dan feldspar yang…

2 tahun ago

Hengkang dari Koalisi Perubahan, AHY Akan Kumpulkan Seluruh Kader Demokrat Besok

Partai Demokrat secara tegas telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) serta menarik…

2 tahun ago