Categories: Nasional

Lambe Lamis

Marah-marah lagi. Tiongkok jadi sasaran lagi. Gara-gara ini: sampai Jumat lalu belum ada pembelian baru. Dalam jumlah besar. Untuk hasil pertanian Amerika. Padahal Presiden Donald Trump sudah terlanjur mengumumkan: Tiongkok sudah setuju. Untuk membeli hasil pertanian Amerika dalam jumlah yang fantastis. Atau tepatnya, yang ‘tremendous’ –kata yang paling disenangi Trump untuk diucapkan.  Trump menyebut yang ‘tremendous’ itu sebagai hasil pembicaraan empat matanya dengan Presiden Xi Jinping. Di sela-sela pertemuan puncak G-20 di Osaka. Pada 28 Juni lalu. Saya pun ikut heran: mengapa Trump marah lagi. Mengapa Trump menyangka begitu. Saya bertanya dalam hati: apa yang sebenarnya terjadi?  Saya ikuti terus perkembangan di Tiongkok. Benarkah ada janji itu?  Setahu saya tidak ada. Tapi saya kan tidak ikut pertemuan empat mata itu. Hanya saja seminggu setelah G-20 itu media Tiongkok sudah menulis: Xi Jinping tidak menjanjikan apa-apa.  Media itu juga menulis bahwa pembicaraan empat mata tersebut hanya menghasilkan perlunya diadakan lagi perundingan dagang. Lalu Trump mengumumkan bahwa Amerika mengizinkan perusahaannya memasok lagi Huawei. Yang enam bulan lalu ia larang itu. Yang dengan itu mungkin Trump menyangka Huawei akan langsung bertekuk lutut.  Trump juga mengumumkan sepihak: sanksi Amerika sampai di sini saja. Mempertahankan pengenaan tarif tambahan barang impor dari Tiongkok. Sampai di situ saja. Yang sudah amat tinggi itu. Tidak ditambah lagi. Adakah Trump salah baca body language Xi Jinping?  Saya bisa membaca ‘body language’ yang berbeda. Sikap Tiongkok kini lebih dingin. Tidak antusias lagi membicarakan penyelesaian perang dagang itu. Mungkin menunggu kejelasan banyak hal. Misalnya apakah kedelai itu tidak dipaksakan menjadi tempe.  Tiongkok tidak terlihat sebagai pihak yang ambil inisiatif. Untuk melanjutkan lagi perundingan itu. Sikapnya seperti ‘terserah Amerika saja’: dilanjutkan atau tidak.  Tidak seperti tahun lalu. Yang Tiongkok begitu semangatnya. Bergegas maju ke meja perundingan. Sampai Amerika kaget. Kok yang memimpin delegasi Tiongkok begitu tinggi: wakil perdana menteri. Orang kepercayaan Xi Jinping: Liu He. Yang kadang pergi ke Washington lebih awal dari jadwal perundingan.  Kali ini sangat berbeda. Rupanya Tiongkok sudah move on. Sudah mulai bisa menjalani kehidupan ekonomi ‘dalam suasana perang dagang’. Meski lebih sulit. Dibanding sebelum perang dagang. Tapi masih bisa hidup baik-baik saja.  Sikap baru Tiongkok rasanya ini: hanya pada tingkat setuju saja. Kalau perundingan itu dimulai lagi silakan. Akan dilayani. Kalau tidak juga tidak apa-apa. Tiongkok bukan lagi yang mengambil inisiatif.  Tiongkok kelihatannya tidak hanya dingin. Melainkan juga mengajukan syarat baru. Ke depan perundingan tidak mau hanya soal perdagangan. Harus sekalian satu paket dengan politik. Yang utama soal Taiwan. Tiongkok menganggap Amerika terlalu jauh dalam mengompori Taiwan. Terakhir ini lebih serius: Amerika menjual pesawat tempur ke Taiwan dalam jumlah besar. Juga pesawat yang mutakhir. Yang terbesar dalam sejarah Taiwan. Senilai Rp 40 triliun. Bagaimana dengan Huawei? Senangkah Huawei? Setelah Trump mengizinkan lagi perusahaan Amerika memasok Huawei?  Ternyata Huawei juga dingin.  Tidak ada reaksi gembira menyambut hasil pertemuan Osaka. Bahkan Huawei tidak mau berinisiatif menghubungi perusahaan-perusahaan pemasoknya itu. Pemasok chips-nya itu. Orderdil yang vital itu.  Bahkan Jumat lalu Huawei seperti menepuk dada: mengumumkan hasil penjualannya yang masih tetap naik. Enam bulan terakhir. Meski dihambat hebat oleh Amerika.  “Kalau mereka mau memasok lagi, kami akan membeli. Tapi harus jelas ke depannya bagaimana. Agar perusahaan bisa melakukan kalkulasi bisnis dengan baik,” ujar Huawei dalam pers konferensi Jumat lalu. Betapa dingin sikap itu. Lalu, bagaimana dengan yang tremendous tadi?  Tiongkok sebetulnya masih tetap membeli hasil pertanian Amerika. Hanya jumlahnya yang seadanya. Bulan lalu impor kedelainya hanya 179.000 ton.Kelihatannya besar. Tapi itu hanya sama dengan dua kapal. Hanya 20 persen dari pembelian biasanya. Tidak tremendous sama sekali.  Bahkan pembelian daging babinya seperti hanya lamis-lamis-lambe: 70 ton. Dari biasanya 10.000 ton.  Trump rupanya terlanjur membayangkan ini: begitu pulang dari Osaka order dari Tiongkok membanjir. Dalam angka yang tremendous.  Lalu, petaninya berhenti menyumpahinya. Tiap hari.(Dahlan Iskan)  

Donny Tabelak

Share
Published by
Donny Tabelak

Recent Posts

Rapor Merah Mees Hilgers Bersama Timnas Indonesia, Rizky Ridho dan Justin Hubner Siap Mengkudeta

Timnas Indonesia harus menerima kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam laga lanjutan Grup C Kualifikasi…

8 bulan ago

Menolak Menyerah, PSSI: Kesempatan Timnas Indonesia Kejar 15 Poin Masih Ada

Target 15 poin masih dibebankan oleh PSSI kepada Timnas Indonesia untuk lolos dari putaran ketiga…

1 tahun ago

SW House, Rumah Berkonsep Tropis Match dengan Warna Earthy yang Klasik

kawasan Menteng, Jakarta Pusat, SW House berdiri kokoh dengan segala keanggunannya.

2 tahun ago

Hasil Quick Count Pemilu 2024 Bisa Segera Dilihat, Ini Lembaga Survei Resmi yang Menyiarkan

Sejumlah lembaga survei bakal menggelar penghitungan cepat atau quick count Pemilu 2024

2 tahun ago

5 Cara Membersihkan Meja Granit Agar Permukaannya Tetap Mengkilap Sepanjang Hari

Granit merupakan bahan bangunan dari campuran white clay, kaolin, silika, dolomite, talc, dan feldspar yang…

2 tahun ago

Hengkang dari Koalisi Perubahan, AHY Akan Kumpulkan Seluruh Kader Demokrat Besok

Partai Demokrat secara tegas telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) serta menarik…

2 tahun ago