Categories: Denpasar & Badung

Patung GWK, Mewujudkan Mimpi 28 Tahun Sang Kreator, Ini Bentuknya…

RadarBali.com– Pengerjaan mega proyek patung Garuda Wisnu Kencana  (GWK) di bukit Ungasan, Jimbaran, Badung, kelar 35 persen.

Seniman di balik bangunan raksasa itu, Nyoman Nuarta, kemarin menuturkan proses pengerjaan.

“Hari ini kami telah berhasil menginstal paruh Garuda. Minggu depan disusul mahkotanya. Semoga lancar, ” jelas Nuarta, di sela-sela pemasangan, kemarin.

Sejak masa perencanaan, perancangan sampai tahun 2017, konstruksi GWK telah berjalan 28 tahun.

Waktu yang tidak singkat untuk pembangunan sebuah patung dan kawasan kebudayaan (cultural park) seluas 60 hektare (dari rencana 240 hektare).

Perlahan, sosok patung GWK  mulai berbentuk. Diharapkan periode 25-31November 2017, sosok Garuda sudah mulai tampak di ketinggian 239 meter, di atas permukaan laut (dpl).

Pada periode ini dinaikkan modul ke-234, dengan asumsi pemasangan  sampai dengan 31 Oktober 2017, terpasang sebanyak 38 modul. Sehingga total modul terpasang 262 keping dari jumlah total modul sebanyak 754 keping. 

Ke-28 keping modul itu terdiri dari 12 modul sayap dan 16 modul paruh bawah burung Garuda.  Periode ini akan dituntaskan patung Burung Garuda menjadi utuh, dan ini akan jadi sejarah baru pembangunan GWK yang sudah dirancang sejak tahun 1989 silam.

Selama ini proses pengerjaan modul GWK dilakukan di studio  Nyoman Nuarta kawasan Setra Duta Kencana, Sarijadi, Bandung, Jabar.

Pembuatan keping-keping puzzle GWK yang diistilahkan modul itu melibatkan ratusan seniman. Tak kurang  120 orang seniman turut mengerjakan pemasangannya di Bali.

Pemasangan wajah Garuda secara utuh, menandai penyelesaian tahap akhir dari perwujudan patung.

Pada Agustus 2018, Nuarta mengharapkan mimpinya mempersembahkan maha karya kepada Indonesia dan dunia akan menjadi kenyataan.

“Ini mimpi yang secara sabar saya rawat. Dalam perjalanannya menghadapi berbagai rintangan dan tantangan. Ini semua saya anggap sebagai pemicu kreativitas saya sebagai seniman, ” jelas seniman asal Penebel, Tabanan, ini.

GWK, pada awalnya muncul sebagai gagasan untuk menciptakan landmark wisata Bali tahun 1989 lalu. Kemudian tahun 1990 dimulai dengan pengembangan 

konsep dengan melibatkan  Menteri Pariwisata era Orde Baru,  Joop Ave (almarhum), IB Oka (almarhum), IB Sudjana (almarhum) dan seniman Nyoman Nuarta.

Saat mencari lokasi, seluruh perencana sepakat untuk menggunakan perbukitan kapur Ungasan, Jimbaran, yang selama ini tidak produktif.

Lahan ini merupakan bekas lokasi penambangan kapur liar yang sudah ditinggalkan dalam keadaan yang kurang baik.

Waktu itu gersang, karena minim air. Setelah mendapat restu dari Presiden Soeharto, tahun 1993, akhirnya dilakukan sosialisasi di hadapan para anggota dan pimpinan  DPRD Bali, tokoh masyarakat, serta masyarakat sekitar lokasi GWK.

Meski awalnya menuai pro dan kontra, ground breaking pedestal GWK dilakukan tahun 1997, setelah tahun 1994-1996 telah dilakukan pengolahan lahan di sekitar bukit Ungasan hingga jadi bentuk seperti sekarang. 

Selama periode awal tahun 2000, setelah dilangsungkan GWK Expo 2000, GWK selama tahun-tahun berikut mengalami pasang-surut.

Kawasan ini bahkan sempat terkatung-katung antara dilanjutkan atau tidak.  Walau pengelolaan nya  masih berlangsung, pada saat itu, seniman Nyoman Nuarta memiliki 82 persen saham atas GWK.

Tapi, akibat krisis berkepanjangan, Nuarta tidak mampu mempertahankan kepemilikan saham tersebut. Akhirnya tahun 2012 harus merelakan PT. Alam Sutra Realty Tbk untuk mengakuisisi saham GWK.

“Kini tugas saya hanya sebagai seniman. Saya berkewajiban  menyelesaikan GWK seperti janji saya 28 tahun yang lalu,” jelas Nuarta.

Nuarta menyelesaikan di bawah PT Siluet Nyoman Nuarta (SNN) yang mengawal investor. Ini dilakukan agar taat pada komitmen menyelesaikan pembangunan GWK.

Secara fisik GWK akan memiliki ketinggian 121 meter dan jadi patung tembaga dengan teknik cor las terbesar di dunia. 

Teknik cor las juga akan menandai pertama kali patung sebesar GWK dikontraksi dengan pengelasan keping demi keping. Patung seperti Miss Liberty di New York,  pada umumnya dikerjakan dengan teknik cor logam.

Nuarta mengaku menemukan teknik pembesaran  patung dengan menggunakan rumus: Apabila sebuah bentuk bebas (anorganis) diiris horizontal dan maupun vertikal dengan jarak tetap,

kemudian garis-garis luar (outline) tersebut diperbesar berdasarkan skala, kemudian disusun kembali sesuai koordinat yang tetap, maka akan terbentuk pembesaran menyeluruh, sesuai skala yang dikehendaki.

“Sederhananya, pembesaran patung dilakukan dengan teknik las cor dan ini sudah saya patenkan,” pungkasnya.

Donny Tabelak

Share
Published by
Donny Tabelak

Recent Posts

Rapor Merah Mees Hilgers Bersama Timnas Indonesia, Rizky Ridho dan Justin Hubner Siap Mengkudeta

Timnas Indonesia harus menerima kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam laga lanjutan Grup C Kualifikasi…

8 bulan ago

Menolak Menyerah, PSSI: Kesempatan Timnas Indonesia Kejar 15 Poin Masih Ada

Target 15 poin masih dibebankan oleh PSSI kepada Timnas Indonesia untuk lolos dari putaran ketiga…

1 tahun ago

SW House, Rumah Berkonsep Tropis Match dengan Warna Earthy yang Klasik

kawasan Menteng, Jakarta Pusat, SW House berdiri kokoh dengan segala keanggunannya.

2 tahun ago

Hasil Quick Count Pemilu 2024 Bisa Segera Dilihat, Ini Lembaga Survei Resmi yang Menyiarkan

Sejumlah lembaga survei bakal menggelar penghitungan cepat atau quick count Pemilu 2024

2 tahun ago

5 Cara Membersihkan Meja Granit Agar Permukaannya Tetap Mengkilap Sepanjang Hari

Granit merupakan bahan bangunan dari campuran white clay, kaolin, silika, dolomite, talc, dan feldspar yang…

2 tahun ago

Hengkang dari Koalisi Perubahan, AHY Akan Kumpulkan Seluruh Kader Demokrat Besok

Partai Demokrat secara tegas telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) serta menarik…

2 tahun ago