DENPASAR – Jawa Bali Crossing (JBC) yang selama ini digaungkan oleh PT PLN (persero) sebagai alternatif suplai listrik di Bali kemungkinan besar batal.
Ini lantaran adanya penolakan sejumlah pihak, salah satunya dari PHDI dan juga Gubernur I Wayan Koster.
Meski begitu, PLN Distribusi Bali mengaku tetap akan membangun proyek ini, hanya saja dengan pola yang berbeda.
Salah satunya melalui kabel laut yang nilai anggarannya lebih tinggi dari proyek JBC. “Program penyaluran listrik tetap,
tapi bukan lewat saluran udara, melainkan saluran kabel laut,” ujar GM PLN Distribusi Bali I Nyoman Suwarjoni Astawa.
Saat ini, pihaknya tengah melakukan studi kelayakan dan juga membuat desain untuk proyek tersebut. Pria yang akrab disapa Joni ini menjelaskan, kabel laut ini akan melintasi perairan selat Bali sepanjang 2,7 kilometer.
“Tetap memakai saluran udara menggunakan tower. Sampai pertengahan laut. Kabel transmisi ini akan masuk ke laut. Tergantung nanti titik landingnya di mana, masih akan dikaji,” jelasnya.
Dengan alternatif kabel laut ini, nilai proyek akan lebih mahal ketimbang menggunakan saluran udara. Dana yang dianggarkan untuk proyek JBC ini diperkirakan mencapai Rp 3 triliun yang diperoleh dari Asian Development Bank (ADB).
Dengan alternatif kabel laut, PLN harus menyiapkan dana lebih besar yakni diperkirakan mencapai Rp 5 triliun.
Disinggung mengenai kelistrikan Bali yang dikatakan akan mengalami krisis di tahun 2020 mendatang, Joni menjelaskan, PLN akan membangun pembangkit tambahan sebesar 135 megawatt (MW).
“Untuk lokasi belum ditentukan. Apakah akan dilakukan penambahan di pembangkit Gilimanuk, atau di Celukan Bawang, atau di Serangan atau di Pemaron ini masih akan dibahas,” jelasnya.
Yang menarik, proyek ini tetap diberi nama JBC, namun memiliki akronim Jawa Bali Connection.
Sekadar diketahui, proyek JBC ini merupakan proyek yang digagas cukup lama dengan daya 500 kilovolt (KV). Proyek ini pun telah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan tenaga Listrik (RUPTL).
Hanya saja proyek saluran udara Jawa Bali yang direncanakan sepanjang 2,7 KM dengan transmisi menggunakan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (Sutet).
Tapi, proyek ini tidak bisa berjalan mulus. Adanya penolakan dari berbagai pihak lantaran dianggap menyalahi aturan Perda nomor 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Bahkan sempat digunakan ajang kampanye oleh gubernur terpilih saat ini. Atas dasar itu membuat proyek ini akhirnya diurungkan dan memilih alternatif kabel laut.