GIANYAR – Pengungkapan kasus pungutan liar (pungli) oleh sebelas oknum berkedok pecalang oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali
di pintu masuk Pantai Matahari Terbit, Sanur, Denpasar menyulut keprihatinan Pande Istri Maharani Primadewi, SE.MM.
Pasangan duet Tjokorda Raka Kerthyasa alias Cok Ibah dalam Pilkada Gianyar 2018 itu menyebut aparatur Pemerintah Kabupaten Gianyar harus
benar-benar melek dengan kondisi riil tersebut mengingat hal serupa bisa terjadi di kabupaten yang kini dipimpin I Made Agus Mahayastra.
Srikandi Partai Nasional Demokrat (NasDem) asal Lingkungan Pande, Desa Beng, Kecamatan Gianyar itu menilai sudah saatnya Gianyar menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sekaligus berani lebih transparan pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) 18 Juli 2017 silam. Kepada Jawa Pos Radar Bali, Rabu (7/11) alumnus Universitas Indonesia (S2)
yang akrab disapa Gek Rani itu menegaskan sangat rugi Pemkab Gianyar berturut-turut meraih opini laporan hasil pemeriksaan (LHP)
dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) bila faktanya masih ditemukan pelanggaran.
“Sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari proses operasi tangkap tangan (OTT) itu, khususnya bagi masyarakat. Saya pikir ini pendidikan yang penting untuk disosialisasikan secara serius,” ungkapnya.
Gek Rani menilai masyarakat dihadapkan pada proses politik yang kurang mendidik. Masyarakat hanya dijadikan objek politik
alias lumbung suara pada saat gelaran Pemilu berlangsung. Selepas itu mereka kembali berkutat dengan pemenuhan kebutuhan primer.
“Ini saja belum sepenuhnya terpenuhi. Apalagi untuk berpikir tentang tingkat kepuasan pengelolaan pemerintah di Kabupaten Gianyar sudah memuaskan atau belum,” tandasnya sembari
menyebut angka kemiskinan sebesar 22.420 (meningkat dari tahun 2016 sebesar 22.130, red) wajib dijawab dengan strategi ekonomi berbasis teknologi.
“Pemerintah Kabupaten Gianyar sudah saatnya menggandeng KPK dan BPK. Predikat WTP diraih, tapi ternyata ada kasus operasi tangkap tangan.
Bagaimana ini? Memang pengawasan BPK sifatnya rutin. Yang menggandeng KPK ini belum pernah dilakukan di Gianyar, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif,” tegasnya.
Menggandeng KPK, imbuh Gek Rani merupakan sebuah keniscayaan dan tindakan pencegahan yang nyata.
Demi kepentingan masyarakat dan pemerintahan berkualitas, penggunaan anggaran tentulah harus dimonitoring ketat. “Ini soal transparansi dan kredibilitas,” tegasnya politisi murah senyum itu.
Menariknya, Gek Rani juga memimpikan Gianyar menjadi kabupaten yang bisa digenggam. Dengan kata lain, segala hal bisa diakses lewat handphone.
Mimpi itu dia nilai sebagai hal yang sangat bisa diwujudkan. “Segala hal mungkin dilakukan saat ini lewat penguasaan teknologi informasi.
Untuk menjamin transparansi proses pengajuan izin usaha di Gianyar misalnya, kita bisa melihatnya secara online bila mau,” ujar politisi yang hobi membaca dan memelihara anjing itu.
Dirinya menekankan tantangan era revolusi industri 4.0. menuntut Gianyar benar-benar berbenah. Eksekutif dan legislatif harus menjadi stimulan mendorong Gianyar Smart City.
“Negara tetangga kita, Singapura, mereka tidak punya sumber daya alam. SDM-nya pun tidak seni. Tapi mereka bisa mengubah
kondisi terpuruk lewat etos kerja berbasis teknologi. Apa yang dijual di sana laku. Gianyar kalau mau juga pasti bisa,” terangnya.
Dengan teknologi dan pengawasan ketat dari KPK, ibunda Gladys Michelle Mahadewi itu meyakini label Gianyar sebagai kabupaten eksportir sangat mungkin diwujudkan.
“Kenaikan nilai tukar Dollar Amerika terhadap rupiah seharusnya menjadi peluang atau opportunity yang bisa membangkitkan Gianyar sebagai kota eksportir,” pungkasnya.
Gek Rani juga mengajak masyarakat Gianyar untuk iri pada Singapura yang laku menjual destinasi pariwisata internasional imitasi alias buatan.
“Kita, Gianyar punya masyarakat yang terampil sekaligus potensi alam yang luar biasa. Jangan sampai ada lagi orang miskin kota,” tandas perempuan yang mengaku berpolitik untuk menyalurkan idealisme.
Dirinya tersenyum disinggung soal penghasilan sebagai wakil rakyat alias legislator yang tidak sebanding dengan bisnis yang ditekuni saat ini.
“Saya bisa mengubah keadaan sekaligus menjalankan idealisme bila ada di dalam sistem. Seperti yang dilakukan Pak Ahok,” tutupnya. (rba)