MANGUPURA– Menjelang masa tutup tahun, tunggakan pembayaran klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) masih terjadi.
Seperti di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mangusada, Badung. Hasil verifikasi, masih ada tunggakan sebesar Rp 21,5 miliar di 2018.
Direktur RSUD Mangusada Badung, dr Nyoman Gunarta, besaran tunggakan hasil verifikasi BPJS ini yang menjadi dasar dalam pembayaran klaim ke RSUD Mangusada.
Selanjutnya, dengan adanya hasil verifikasi, pihak BPJS memiliki waktu 15 hari untuk melunasi.
“Jika terdapat kekurangan administrasi, pihak rumah sakit wajib untuk melengkapi. Bila ada beberapa pelayanan atau obat tidak ditanggung BPJS maka klaim tidak akan disetujui,”terangnya.
Lebih lanjut, kata Gunarta, besaran pembayaran klaim terverifikasi Juli dan Agustus 2018 hampir Rp 20 miliar. Sedangkan sisa tagihan Januari 2018 sebesar Rp 1, 5 miliar lebih. “Sedangkan, tagihan bulan September dan Oktober belum ter verifikasi oleh Pihak BPJS. Jadi segitu tunggakan yang belum dibayar,” terang dr Gunarta, Kamis (8/11).
Menurut Gunarta, keterlambatan pembayaran klaim dari BPJS, telah terjadi sejak 2017 lalu hingga 2018 ini.
Padahal, untuk sejumlah pembayaran sudah akan jatuh tempo pada tanggal 5 Oktober 2018 lalu. “Keterlambatan pembayaran klaim dari BPJS ini bukan yang pertama,” terangnya.
Dampak dari keterlambatan pembayaran BPJS, imbuhnya berpengaruh terhadap keuangan rumah sakit.
Pasalnya, biaya obat dan operasional rumah sakit sangat bergantung dari pembayaran klaim dari pihak BPJS. Karena pelayanan tetap diutamakan. “Walaupun rumah sakit dapat dana dari Pemda, tetapi dampak tunggakan BPJS ini sangat terasa. Karena Kalau ini lambat jelas kita kebingungan untuk menalangi obat,” katanya.
Selain terganggu dalam pengadaan obat, pihaknya juga kerap terlambat dalam memberikan remunerasi kepada pegawai.
“Jadi remunerasi untuk pegawai yang tertunda. Untung teman-teman memaklumi karena kami terbuka masalah keuangan ,” terangnya.
Solusi atas keterlambatan ini, pihak rumah sakit menerapkan cost leadership strategy dengan inovasi dalam pelayanan.
Seperti peningkatan efisiensi dan efektivitas seperti penggunaan lift hanya untuk pasien, lampu ruangan yang dipadamkan kalau tidak ada pasien, terus mendiversifikasi layanan diluar covering BPJS.
“Jadi kami harus cost leadership Strategy.
Jadi kami meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan tetapi tetap memberikan pelayanan maksimal, ” pungkasnya.