33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:21 PM WIB

Banyak Anak, Keris Minta Penangguhan Penahanan

DENPASAR – Sidang perkara yang menjerat calon anggota DPD RI Dapil Bali I Ketut Putra Ismaya dan dua anak buahnya, Kamis (15/11) kembali digelar di PN Denpasar.

 

Seperti sidang sebelumnya, para pendukung terdakwa I Ketut Putra Ismaya Jaya, 40,; I Ketut Sutama, 51,; dan IGN Edrajaya alias Gung Wah, 28, hadir di pengadilan.

Ruang Cakra yang merupakan ruang sidang terbesar di PN Denpasar pun penuh sesak.

Sidang dengan agenda eksepsi itu, Ismaya didampingi pengacaranya I Wayan Mudita, Agus Samijaya, dkk.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Bambang Eka Putra, Ismaya meminta penangguhan penahanan.

Dia merasa tidak bersalah karena sebelum ditahan dia datang ke Kantor Satpol PP Bali untuk koordinasi penurunan balihonya.

Bukan melakukan perlawanan kepada pemerintah seperti yang dituduhkan. “Yang Mulia, saya mohon penangguhan penahanan karena saya tidak bersalah. Anak saya banyak, Yang Mulia,” pintanya pada majelis hakim.

“Saya dizalimi. Saya sangat menghormati dan taat hukum. Saya mohon penangguhan,” imbuhnya.

Sayang, permintaan itu bertepuk sebelah tangan. Majelis hakim tidak mengabulkan dengan alasan harus musyawarah majelis terlebih dahulu.

“Seharusnya kalau Anda merasa tidak bersalah, Anda melakukan gugatan.

Bukan datang marah-marah,” kata hakim.

“Saya tidak marah-marah, saya hanya koordinasi Yang Mulia,” sahut Ismaya.

Sekalipun belum dikabulkan, pimpinan hakim juga membuat pertimbangan lainnya. Yakni proses persidangan dijadwalkan lebih cepat yakni sepekan dua kali, yakni Senin dan Kamis.

Percepatan persidangan ini dilakukan melihat banyaknya hari libur nasional keagamaan pada Desember nanti.

Hakim juga memerintahkan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memilah atau menyeleksi saksi-saksi yang jumlah mencapai 20 orang.

Di akhir sidang, suasana di ruang sidang mengharu biru. Ini setelah Ismaya memeluk kerabat, ibu dan istrinya.

Setelah itu Ismaya berteriak  lantang akan membuktikan keadilan. “Saya akan buktikan, bahwa Tuhan itu adil. Siapapun orangnya saya tidak peduli. Tuhan itu adil!” pekiknya.

Sementara sang istri langsung menangis histeris usai Ismaya meninggalkan ruang sidang.

“Saya menangis karena diperlakukan tidak adil. Anak saya banyak, masih kecil-kecil. Di mana nurani kalian semua,” ucapnya sesenggukan setengah berteriak.    

Sementara itu, dalam sidang Agus Samijaya, menguraikan alasan penangguhan penahanan itu permintaan dari kliennya.

Selain itu berdasarkan pertimbangan politik, di mana menurut mereka perlu adanya surat izin dari pihak KPU selaku penyelenggara pileg. Terdakwa Ismaya saat ini berstatus calon DPD RI masuk DCT.

“Sehingga menurut klien kami, diperlukan surat dari pihak KPU. Apalagi awal perkara ini bermula dari baliho terkait pemilihan tersebut,” kata Agus.

Di awal berkas eksepsinya, pengacara Ismaya membeberkan jika perlakuan yang dialami kliennya (para terdakwa) khususnya Ismaya saat penyelidikan tidaklah manusiawi, seolah-olah teroris. Pada tingkat penyelidikan, terdakwa 1 (Ismaya) tangan dan kakinya diborgol.

Hanya saat mandi baru dibuka.

 “Tidur tanpa alas, dilarang terima kunjungan baik dari keluarga maupun kami selaku penasehat hukumnya. Karena itu proses penahanan yang tak manusiawi ini sudah melamggar HAM, padahal terdakwa belum tentu terbukti bersalah,” bebernya.

Disebutkan, awal perkara ini adalah pemasangan baliho milik terdakwa Ismaya selaku calon DPD RI dan kedua terdakwa lainnya sebagai relawannya.

Dengan diperkarakannya terdakwa, pihak penasehat hukum beranggapan ada upaya pembunuhan karakter terhadap Ismaya, sebagai pesanan dari oknum atau pihak lain yang terganggu akan popularitas terdakwa.

DENPASAR – Sidang perkara yang menjerat calon anggota DPD RI Dapil Bali I Ketut Putra Ismaya dan dua anak buahnya, Kamis (15/11) kembali digelar di PN Denpasar.

 

Seperti sidang sebelumnya, para pendukung terdakwa I Ketut Putra Ismaya Jaya, 40,; I Ketut Sutama, 51,; dan IGN Edrajaya alias Gung Wah, 28, hadir di pengadilan.

Ruang Cakra yang merupakan ruang sidang terbesar di PN Denpasar pun penuh sesak.

Sidang dengan agenda eksepsi itu, Ismaya didampingi pengacaranya I Wayan Mudita, Agus Samijaya, dkk.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Bambang Eka Putra, Ismaya meminta penangguhan penahanan.

Dia merasa tidak bersalah karena sebelum ditahan dia datang ke Kantor Satpol PP Bali untuk koordinasi penurunan balihonya.

Bukan melakukan perlawanan kepada pemerintah seperti yang dituduhkan. “Yang Mulia, saya mohon penangguhan penahanan karena saya tidak bersalah. Anak saya banyak, Yang Mulia,” pintanya pada majelis hakim.

“Saya dizalimi. Saya sangat menghormati dan taat hukum. Saya mohon penangguhan,” imbuhnya.

Sayang, permintaan itu bertepuk sebelah tangan. Majelis hakim tidak mengabulkan dengan alasan harus musyawarah majelis terlebih dahulu.

“Seharusnya kalau Anda merasa tidak bersalah, Anda melakukan gugatan.

Bukan datang marah-marah,” kata hakim.

“Saya tidak marah-marah, saya hanya koordinasi Yang Mulia,” sahut Ismaya.

Sekalipun belum dikabulkan, pimpinan hakim juga membuat pertimbangan lainnya. Yakni proses persidangan dijadwalkan lebih cepat yakni sepekan dua kali, yakni Senin dan Kamis.

Percepatan persidangan ini dilakukan melihat banyaknya hari libur nasional keagamaan pada Desember nanti.

Hakim juga memerintahkan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memilah atau menyeleksi saksi-saksi yang jumlah mencapai 20 orang.

Di akhir sidang, suasana di ruang sidang mengharu biru. Ini setelah Ismaya memeluk kerabat, ibu dan istrinya.

Setelah itu Ismaya berteriak  lantang akan membuktikan keadilan. “Saya akan buktikan, bahwa Tuhan itu adil. Siapapun orangnya saya tidak peduli. Tuhan itu adil!” pekiknya.

Sementara sang istri langsung menangis histeris usai Ismaya meninggalkan ruang sidang.

“Saya menangis karena diperlakukan tidak adil. Anak saya banyak, masih kecil-kecil. Di mana nurani kalian semua,” ucapnya sesenggukan setengah berteriak.    

Sementara itu, dalam sidang Agus Samijaya, menguraikan alasan penangguhan penahanan itu permintaan dari kliennya.

Selain itu berdasarkan pertimbangan politik, di mana menurut mereka perlu adanya surat izin dari pihak KPU selaku penyelenggara pileg. Terdakwa Ismaya saat ini berstatus calon DPD RI masuk DCT.

“Sehingga menurut klien kami, diperlukan surat dari pihak KPU. Apalagi awal perkara ini bermula dari baliho terkait pemilihan tersebut,” kata Agus.

Di awal berkas eksepsinya, pengacara Ismaya membeberkan jika perlakuan yang dialami kliennya (para terdakwa) khususnya Ismaya saat penyelidikan tidaklah manusiawi, seolah-olah teroris. Pada tingkat penyelidikan, terdakwa 1 (Ismaya) tangan dan kakinya diborgol.

Hanya saat mandi baru dibuka.

 “Tidur tanpa alas, dilarang terima kunjungan baik dari keluarga maupun kami selaku penasehat hukumnya. Karena itu proses penahanan yang tak manusiawi ini sudah melamggar HAM, padahal terdakwa belum tentu terbukti bersalah,” bebernya.

Disebutkan, awal perkara ini adalah pemasangan baliho milik terdakwa Ismaya selaku calon DPD RI dan kedua terdakwa lainnya sebagai relawannya.

Dengan diperkarakannya terdakwa, pihak penasehat hukum beranggapan ada upaya pembunuhan karakter terhadap Ismaya, sebagai pesanan dari oknum atau pihak lain yang terganggu akan popularitas terdakwa.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/