25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:31 AM WIB

Abrasi Meluas, Bali Kian Kritis, Ini Saran CI ke Pemprov…

DENPASAR – Pemerintah provinsi Bali, melalui Satpol PP Provinsi Bali belakangan ini sangat garang, layaknya seekor macan memberantas toko tiongkok.

Namun untuk pelarangan bangunan yang melanggar, nampaknya masih jauh panggang dari api. Hal itu terlihat dari banyak pelanggaran tata ruang yang ada di Pulau Dewata.

Seperti dalam pelanggaran pembangunan di area sepadan pantai dan sebagainya. “Kalau tata ruang di level provinsi, itu kan Perda Provinsi.

Ya, yang bertindak ya pemerintah provinsi atau satpol PP, yang juga diterjemahkan oleh Pemda di daerah” ungkap Kepala Program Conservation Internasional, Iwan Dewantama Minggu (18/11).

Terlebih persoalan abrasi yang menerjang pulau Bali yang kecil ini. Kata Iwan, abrasi terjadi ada kaitannya dengan tata ruang, khususnya laut dan darat (pesisir).

Sebab, abrasi terjadi di daerah pesisir, di daerah yang menjadi peralihan antara darat dan laut. Tata ruang dapat menjadi jawaban tentang persoalan abrasi yang kaitannya dengan sepadan pantai.

Sebab, sepadan pantai juga menjadi kawasan publik dan juga kawasan suci, karena banyak sepadan pantai itu menjadi daerah pertemuan antara pantai dan laut, yang bagi orang bali sebagai kawasan suci.

“Konsep konservasi kita di Bali sebenarnya sudah ada dari dulu, dan bagaimana ini di adopsi di dalam tata ruang. Sehingga kita bener-bener mengikuti sepadan pantai yang sudah ada peraturan presidennya juga,” sebutnya.

Artinya banyak pelanggaran tentang sepadan pantai? “Itu yang saya lihat.  Kita bisa lihat sendiri juga, seperti di Karangasem yang sudah memiliki Peraturan Bupati yang bisa jadi acuan.

Maka akan kelihatan mana yang menjadi pelanggaran dan mana yang harusnya dikuatkan lagi sehingga abrasi ke depan bisa dikurangi lagi,” jawabnya.

Bagi Iwan, ini persoalan kritis bagi Bali. Bagaimana sepadan pantai ini benar-benar memiliki acuan. “Karena selama ini berbicara sepadan pantai, acuannya apa? Ya Perpres kan sudah keluar, sekarang tinggal diterjemahkan oleh bupati,”sarannya.

Dimana sepadan pantai tersebut ditentukan oleh karakter masing-masing sebagai mandat dari Perpres yang diterbitkan tahun 2017 lalu.

Sedangkan, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Bali masih mengacu pada undang-undang dan masih normatif, yakni 100 meter jarak pembangunan di sepadan pantai dengan bangunan.

Disinggung persoalan banyakan pelanggaran di Bali, terkait apakah Perda yang mandul atau penegakan yang kurang berani, Iwan menjawab dengan tegas jika ini dikarenakan persoalan penegakan hukum.

“Itu pasti. Masih ada penegakan pelanggaran disana-sini, terkait dengan tata ruang. Itu publik sebenarnya sudah tahu, dan ini dapat menjadi koreksi,

sehingga tata ruang  benar-benar menjadi suatu alat atau stragtegi untuk menjawab persoalan abrasi kedepan,” tutupnya. 

DENPASAR – Pemerintah provinsi Bali, melalui Satpol PP Provinsi Bali belakangan ini sangat garang, layaknya seekor macan memberantas toko tiongkok.

Namun untuk pelarangan bangunan yang melanggar, nampaknya masih jauh panggang dari api. Hal itu terlihat dari banyak pelanggaran tata ruang yang ada di Pulau Dewata.

Seperti dalam pelanggaran pembangunan di area sepadan pantai dan sebagainya. “Kalau tata ruang di level provinsi, itu kan Perda Provinsi.

Ya, yang bertindak ya pemerintah provinsi atau satpol PP, yang juga diterjemahkan oleh Pemda di daerah” ungkap Kepala Program Conservation Internasional, Iwan Dewantama Minggu (18/11).

Terlebih persoalan abrasi yang menerjang pulau Bali yang kecil ini. Kata Iwan, abrasi terjadi ada kaitannya dengan tata ruang, khususnya laut dan darat (pesisir).

Sebab, abrasi terjadi di daerah pesisir, di daerah yang menjadi peralihan antara darat dan laut. Tata ruang dapat menjadi jawaban tentang persoalan abrasi yang kaitannya dengan sepadan pantai.

Sebab, sepadan pantai juga menjadi kawasan publik dan juga kawasan suci, karena banyak sepadan pantai itu menjadi daerah pertemuan antara pantai dan laut, yang bagi orang bali sebagai kawasan suci.

“Konsep konservasi kita di Bali sebenarnya sudah ada dari dulu, dan bagaimana ini di adopsi di dalam tata ruang. Sehingga kita bener-bener mengikuti sepadan pantai yang sudah ada peraturan presidennya juga,” sebutnya.

Artinya banyak pelanggaran tentang sepadan pantai? “Itu yang saya lihat.  Kita bisa lihat sendiri juga, seperti di Karangasem yang sudah memiliki Peraturan Bupati yang bisa jadi acuan.

Maka akan kelihatan mana yang menjadi pelanggaran dan mana yang harusnya dikuatkan lagi sehingga abrasi ke depan bisa dikurangi lagi,” jawabnya.

Bagi Iwan, ini persoalan kritis bagi Bali. Bagaimana sepadan pantai ini benar-benar memiliki acuan. “Karena selama ini berbicara sepadan pantai, acuannya apa? Ya Perpres kan sudah keluar, sekarang tinggal diterjemahkan oleh bupati,”sarannya.

Dimana sepadan pantai tersebut ditentukan oleh karakter masing-masing sebagai mandat dari Perpres yang diterbitkan tahun 2017 lalu.

Sedangkan, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Bali masih mengacu pada undang-undang dan masih normatif, yakni 100 meter jarak pembangunan di sepadan pantai dengan bangunan.

Disinggung persoalan banyakan pelanggaran di Bali, terkait apakah Perda yang mandul atau penegakan yang kurang berani, Iwan menjawab dengan tegas jika ini dikarenakan persoalan penegakan hukum.

“Itu pasti. Masih ada penegakan pelanggaran disana-sini, terkait dengan tata ruang. Itu publik sebenarnya sudah tahu, dan ini dapat menjadi koreksi,

sehingga tata ruang  benar-benar menjadi suatu alat atau stragtegi untuk menjawab persoalan abrasi kedepan,” tutupnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/