SINGARAJA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Buleleng meminta keterangan Ketua DPD Golkar Bali, Ketut Sudikerta, terkait dugaan pelanggaran pidana pemilu yang terjadi di Buleleng.
Sudikerta diundang sebagai saksi, lantaran sejumlah alat bukti yang diajukan berkaitan dengan akun media sosial yang berafiliasi dengan Sudikerta.
Ketut Sudikerta diminta keterangan sebagai saksi, atas dugaan pelanggaran pidana pemilu yang dilakukan oleh Made Suparjo, Ketua DPD Nasdem Buleleng yang juga caleg DPRD Bali daerah pemilihan Kabupaten Buleleng.
Suparjo diadukan oleh Gede Suardana, aktivis LSM Forum Pemerhati Masyarakat Kecil (FPMK). Suparjo diduga melakukan kampanye di tempat ibadah, yakni di Pura Dalem Bebetin pada Sabtu (17/11) lalu.
Laporan dengan nomor 01/LP/PL/Prov/17.00/2018 itu sebenarnya disampaikan ke Bawaslu Bali. Namun Bawaslu Bali melimpahkan laporan tersebut ke Bawaslu Buleleng.
Sehingga kini laporan ditangani Bawaslu Buleleng.
Dalam proses klarifikasi itu, Bawaslu Buleleng telah melibatkan penyidik Polres Buleleng maupun jaksa penuntut Kejaksaan Negeri Buleleng yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu.
Penyidik dan penuntut umum sengaja dilibatkan, lantaran laporan itu terkait dengan dugaan pidana pemilu.
Ketua Bawaslu Buleleng, Putu Sugi Ardana mengatakan, Ketut Sudikerta sengaja diklarifikasi dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Menurut Sugi, pelapor Gede Suardana menyampaikan alat bukti rekaman video dari akun media sosial Tommy Sudikerta. Akun itu selama ini berafiliasi dengan Ketut Sudikerta.
“Kami undang karena pelapor itu dasar alat buktinya lewat akun Tommy Sudikerta. Nah akun ini pernah dioperasikan Pak Ketut Sudikerta. Selain itu dia juga hadir di Pura Dalem Bebetin saat peristiwa itu,” kata Sugi.
Jika dilihat dari aturan perundang-undangan, Sugi menyebut ada potensi pelanggaran pidana pemilu di dalamnya.
Pelanggaran yang dimaksud yakni pasal 280 juncto pasal 521 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pemilu. Ancaman hukumannya penjara maksimal dua tahun dan denda maksimal Rp 24 juta.
“Tapi kalau baca penjelasan pasal 280, tempat ibadah itu dapat digunakan, jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye dan atas undangan
dari pihak yang bertanggungjawab di fasilitas itu. Makanya kami belum bisa mengatakan ini terbukti atau tidak. Kami masih berproses,” tegas Sugi.
Ia menyatakan Bawaslu punya waktu selama 14 hari kerja untuk melakukan proses klarifikasi. Meski waktu yang tersedia cukup panjang, Sugi mengaku ingin menyelesaikan laporan itu dalam waktu secepat mungkin.