Oleh: Dahlan Iskan
Saya salah jalan: dari KL terbang ke KK. Padahal tujuan saya ke Labuhan. Pulau khusus yang dijadikan kawasan bebas pajak di Malaysia.
Ternyata seharusnya saya terbang dari KL (Kuala Lumpur) ke Brunai Darussalam saja. Bukan ke KK (Kota Kinabalu).
Labuhan itu meski di seberang Sabah, tapi lebih dekat dijangkau dari Brunai. Hanya perlu naik speedboat 30 menit. Atau naik ferry 1 jam.
Sedangkan dari KK, saya harus ke Manumbok dulu. Naik mobil 2,5 jam. Bahkan, kalau naik bus, tiga jam. Dari pelabuhan
Manumbok baru naik speed boat ke Labuhan: 30 menit.
Tapi, bagi wartawan, tidak ada kata kesasar. Baik juga saya terbang ke KK. Toh belum pernah ke ibukota negara bagian Sabah itu. Dulu-dulu setiap ke Sabah saya hanya sampai di Tawau. Paling jauh Sandakan.
Tak apalah. Harus naik mobil 2,5 jam. Sudah begitu lama saya ingin ke Labuhan. Melihat praktek pengelolaan kawasan pasar bebas di pulau itu. Ingin membandingkan. Lebih maju mana dengan Batam.
Ternyata sebenarnya ada yang lebih simple lagi. Dari KL langsung ke Labuhan. Ya… sudah. Kalau tidak begini kan tidak ke Sabah lagi. Dan lagi saya juga sudah lupa kapan terakhir ke Tawau.
Oh… ingat! Waktu menjabat Dirut PLN dulu. Waktu itu saya harus ke Nunukan. Mengatasi krisis listrik di sana. Dengan keputusan: membangun kabel bawah laut dari daratan Kalimantan ke pulau Nunukan. Lalu membangun kabel bawah laut lagi dari Nunukan ke pulau Sebatik.
Saat itulah saya mampir ke Tawau. Beberapa menit. Lalu balik lagi ke Nunukan.
Beberapa tahun setelah itu saya ingat: masih ke Nunukan lagi. Untuk melayani banyaknya lulusan SAS di sana. Yang ingin dapat bea siswa kuliah di Tiongkok.
Di Labuhan ini saya juga berubah pikiran. Akan KE Tawau lagi. Mencoba yang lain lagi: terbang dari Tawau ke Tarakan. Ini baru. Penerbangan itu dilakukan oleh Mas Wing. Anak perusahaannya Malaysia Airlines. Seminggu tiga kali.
Itu satu kemajuan silaturahmi antar saudara. Yang selama ini terasa jauh: sesama di tanah Kalimantan tapi seperti beda benua.
Negara bagian Sabah dan propinsi Kalimantan Utara. Alangkah dekatnya di mata. Tapi alangkah jauhnya di hati.
Mungkin karena sesama miskin ya.
Begitu kecil minat orang Sabah ke Kaltara. Begitu kecil minat orang Kaltara ke Sabah. Begitu kecil daya tarik masing-masing wilayah.
Ditunggu: mungkinkah Tarakan akan lebih modern dari KK?
Siapa tahu penerbangan langsung Tawau-Tarakan itu jadi salah satu pemicunya.
Dulu, tidak ada jalur penerbangan itu. Setiap ke Tawau saya selalu naik speed boat. Dari Tarakan ke Nunukan. Baru dari Nunukan naik speed boat lagi ke Tawau. Atau sebaliknya.
Sepanjang perjalanan di Sabah ini saya terus memikirkan itu. Bagaimana ekonomi Kaltim/Kaltara disedot Jakarta. Bagaimana ekonomi Sabah disedot Kuala Lumpur.
Janji tinggal janji: Sabah mendapat 40 persen dari pendapatan bersih tidak pernah dipenuhi.
Pemerintah baru Mahathir bertekad memenuhi janji lama itu. Yang dibuat di tahun 1963 itu. Saat Sabah setuju bergabung menjadi satu. Bersama Serawak, Singapura dan Semenanjung Malaka. Menjadi Malaysia. Hanya Brunei yang tidak bersedia.
Kapan janji itu akan dipenuhi?
Menkeu Malaysia yang baru, Lim Guan Eng, ke Sabah. Bertepatan dengan kedatangan saya di KK.
Kedatangannya itu hanya membawa janji baru.
Ia bilang: kalau keuangan negara sudah membaik. “Kini pemerintah tidak punya uang. Yang penting negara jangan bangkrut dulu,” kata Guan Eng.
Mungkin, katanya, tiga empat tahun lagi.
Rakyat Sabah selalu sabar. Seperti tetangga di selatannya.(dahlan iskan)