25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:08 AM WIB

Catat! Melegalkan Mikol Lokal Bukan Berarti Membebaskan

Pelegalan arak Bali harus dengan perencanaan matang. Berikut petikan wawancara wartawan Jawa Pos Radar Bali, Maulana Sandijaya dengan pengamat budaya Sugi Lanus.

Pria kelahiran Buleleng 1972 silam adalah salah satu anggota penyusun modul penanggulangan keracunan arak metanol bekerjasama dengan ahli dari Australia dan Eropa.

 

Pandangan Anda tentang arak Bali?

Arak dulu digunakan untuk pengobatan. Dalam lontar Usada Cukildaki dan lontar Usada Tenung Laya, menyebut Arak sebagai media pencampur obat.

Arak konon dibawa ketika perang sebagai penahan sakit kalau luka, kena tombak, atau pembunuh kuman yang efektif ketika terluka.

Arak sejarahnya bukan dipakai untuk minuman harian yang dipakai mabuk-mabukan di jalan atau sembarang tempat.

Arak itu bagian budaya Bali, ketika Bali belum ada motor dan mobil. Arak itu membahayakan ketika dicampur dengan mobil dan motor: Minum arak lalu naik motor. Minum arak lalu nyetir truk.

Itu tidak ada dulu di zaman kerajaan atau zaman sebelum kemerdekaan. Jadi arak ya aman-aman saja. Sekarang kasus kecelakaan karena alkohol cukup signifikan di Bali.

Jadi bukan soal haram, tapi bisa mencelakai (harm). Arak membutakan dan membunuh kalau dicampur methanol dicampur obat nyamuk.

Dicampur penguat dan lainnya. Ini sangat penting dan wajib dulu dipahami bagaimana “meregulasi risiko”. Dulu orang Bali minum di acara-acar khusus saja dan tidak naik mobil atau motor pulangnya, paling jalan kaki atau minum di tetangga.

Jadi tak ada data sebelum kemerdekaan orang Bali mati minum arak naik motor. Dulu tidak ada pebisnis dan distributor main-main melipatgandakan

keuntungan dengan mencampur alkohol dengan obat lupa atau methanol lainnya, sehingga tidak ada orang Bali sebelum kemerdekaan mati karena arak methanol.

 

Bagaimana budaya minum arak Bali pada zaman dulu?

Budaya minum dulu diawasi oleh teman-teman di desa, di penggak, tiga bulanan, atau pernikahan. Minum dengan tetangga dan keluarga, ketawa-ketawa, dan tidur di tempat.

Sekarang anak-anak minum di trotoar atau depan ruko yang tutup, dengan orang yang tidak dikenal atau malah bertanding.

Jadi tidak saling jaga, tapi adu jago campur obat nyamuk, dll yang berujung maut karena oplosan atau mati kebut-kebutan dan kecelakaan akibat usai minum di trotoar langsung naik motor.

Ini harus diregulasi risikonya. Jadi, harus diawasi peredaran dan tempat-tempat mana saja boleh minum.

Arak bukan hanya urusan berjualan ke wisatawan asing, tapi faktor risiko dampak mematikan dan budaya minum tak bertanggungjawab ini harus diregulasi dan ditegakkan dengan tim khusus.

 

Bagaimana pendapat Anda tentang wacana Gubernur Bali melegalkan arak Bali?

Melegalkan tidak sama dengan membebaskan peredarannya tanpa pengawasan. Jangan sampai kata melegalkan diartikan membebaskan. Melegalkan itu sama dengan meregulasi.

Melegalkan arak di Bali di sini artinya mungkin memberikan perlindungan hukum produksi arak. Artinya, nanti ada proses pendaftaran merek, badan usaha, siapa pemilik mereka sah.

 

Regulasi yang seperti apa Anda maksud?

Regulasinya harus dalam bentuk legal draf dulu. Siapa boleh membuat/memproduksi, bagaimana standar kualitasnya, siapa mengawasinya, bagaimana pendaftaran mereknya,

siapa boleh menjualnya, siapa yang mendistribusikannya, siapa mengawasi pendistrubusian, bagaimana tanggungjawab pemerintah dan pihak terkait

untuk memberi penyuluhan kepada pemuda agar tidak mengonsumsi arak sebelum umur 21 tahun, dan bagaimana agar minum bertanggungjawab.

 

Apa saja aspek pelegalan arak?

Aspek pelegalan arak itu ada tiga harus diatur mulai dari produsen, distribusi dan distributor, dan konsumen. Masuknya minumal alkohol dalam daftar negatif investasi (DNI), Itu regulasi nasional harus dipelajari.

Paling penting ada jaminan pengawasan agar produksi dan peredaran sesuai hukum (legal), sesuai rambu-rambu hukum di atasnya berupa Permen dan UU yang mengatur

dan mengawasi standar produksi, distribusi, dan pelarangan pembeli atau peminum sebelum usia 21 tahun seperti diamanatkan oleh regulasi nasional.

 

Adakah dampak pelegalan arak ini terhadap pemuda Bali?

Harus ada kesiapan hukum dan pendanaan melindungi pemuda Bali dari terpapar menjadi pemabuk bawah usia 21.

Kalau di beberapa negara lain, legalnya mengatur Anti-Underage Drinking Campaign, arak regulasi dan kampanye tidak boleh minum sebelum 21 tahun (serta perangkat hukumnya) juga disiapkan.

Alasannya kalau sudah jelas regulasi dan penegakannya. Siapkan dulu perangkat-perangkat itu, termasuk tim penyuluh dan pendamping produksi arak yang tidak tercemar atau dioplos metanol dll.

Harus ada yang namanya gerakan kesadaran: Don’t drink and drive. At: Drink responsibility. Larangan pengendara minum dan bagaimana minum yang bertanggungjawab itu sangat penting.

 

Apakah legalisasi arak ini bisa memberi keuntungan bagi petani atau pembuat arak tradisional di desa-desa?

Kalau jadi industri rumah tangga ada pembatasan jumlah kuota harian dan harus ada pengawasan serius. Pendistribusian juga tidak bisa seperti produsen yang punya izin industri.

Penjual harus punya izin namanya SIUP-MB. Tidak boleh dijual di warung-warung atau pasar tradisional.

Penjualan atau pendistribusian terbatas untuk melindungi anak2 di bawah umur 21 tahun yang secara nasional dilindungi untuk tidak boleh minum alkohol.

Sederhananya, desa adat buat kemasan minuman mineral botol saja ada proses yang dilalui, dari izin usaha, dagang, peredaran, uji laboratorium POM dll, sampai urusan pendaftaran merek, pajak dll.

Itu kalau buat arak di desa atau keluarga tertentu secara tradisional juga nanti harus lewat pendaftaran atau regulasi seperti bikin air kemasan, tentunya lebih panjang prosesnya.

Ini yang tidak kuat atau gelap bagi produsen tradisional kecuali nanti mereka buat koperasi desa atau BUMDes dan produksinya adalah arak diawasi oleh BUMDes, atau keluarga itu mendaftar dan lalui serta ikuti mekanisme legal yang berlaku.

 

Apakah arak ini bisa dijual untuk daya tarik wisata Bali?

Itu pemerintah Australia malah takut warganya minum arak. Mati ada warganya karena minum oplosan. Jadi, kalau tidak hati-hati malah mengancam pariwisata.

Arak itu penting diregulasi, kalau tidak nanti oplosan yang beredar, mati warga asing maka tercederai pariwisata. Turis tidak akan minum arak yang tidak standar.

 

Artinya, arak Bali tidak bisa dijual untuk turis?

Bisa dijual tapi harus arak premium yang mampu bersaing dengan sake (minuman tradisional Jepang). Kalau targetnya pariwisata ya produksinya harus arak premium.

Arak yang premium itu “triple distilled”,  proses penyulingan sempurna. Triple Distilled Premium itu istilah di industri, kalau arak dibuat tidak sampai bisa jadi setara Triple Distilled Premium,

itu akan tidak bisa bersaing di pasaran pariwisata hotel berbintang.  Ujung-ujungnya dikonsumsi anak-anak motor dicampur atau dioplos diminum di trotoar.

 

Bagaimana agar arak Bali bisa setara dengan sake?

Bali kalau mau memproduksi arak buat pariwisata harus mampu kelas “triple distilled premium” yang bisa masuk hotel bintang lima atau lebih.

Rugi kalau legal tapi hanya mampu memproduksi “arak kelas trotoar” yang umumnya marketnya kebanyakan anak-anak desa yang malah menjadi korban oplosan.

Kalau nanti legal kelas arak kaki lima atau arak trotoar, sama dengan memberi alkohol untuk anak-anak motor atau ABG yang eksesnya akan meresahkan kita sebagai krama Bali.

 

Bagaimana agar arak Bali bisa sejajar dengan sake?

Produksi, pengawasan, branding, dan pendistribusian harus belajar dari sake di Jepang. Proses penyulingan harus sempurna. Selain itu diawasi kadarnya, dan terjamin bebas methanol.

Kemasannya juga harus bagus. Distribusi tidak boleh sembarang dan brandingnya harus bagus, baru bisa masuk pangsa pariwisata atau bisa menjadi cenderamata seperti sake di Jepang.

Arak akan membanggakan kalau sudah mampu bersaing pamornya dengan Sake. Kalau kelas arak kaki lima atau arak trotoar yang dihasilkan, lebih baik dipikir-pikir ulang saja. Arak Bali harus naik kelas menjadi sake Jepang. (*)

Pelegalan arak Bali harus dengan perencanaan matang. Berikut petikan wawancara wartawan Jawa Pos Radar Bali, Maulana Sandijaya dengan pengamat budaya Sugi Lanus.

Pria kelahiran Buleleng 1972 silam adalah salah satu anggota penyusun modul penanggulangan keracunan arak metanol bekerjasama dengan ahli dari Australia dan Eropa.

 

Pandangan Anda tentang arak Bali?

Arak dulu digunakan untuk pengobatan. Dalam lontar Usada Cukildaki dan lontar Usada Tenung Laya, menyebut Arak sebagai media pencampur obat.

Arak konon dibawa ketika perang sebagai penahan sakit kalau luka, kena tombak, atau pembunuh kuman yang efektif ketika terluka.

Arak sejarahnya bukan dipakai untuk minuman harian yang dipakai mabuk-mabukan di jalan atau sembarang tempat.

Arak itu bagian budaya Bali, ketika Bali belum ada motor dan mobil. Arak itu membahayakan ketika dicampur dengan mobil dan motor: Minum arak lalu naik motor. Minum arak lalu nyetir truk.

Itu tidak ada dulu di zaman kerajaan atau zaman sebelum kemerdekaan. Jadi arak ya aman-aman saja. Sekarang kasus kecelakaan karena alkohol cukup signifikan di Bali.

Jadi bukan soal haram, tapi bisa mencelakai (harm). Arak membutakan dan membunuh kalau dicampur methanol dicampur obat nyamuk.

Dicampur penguat dan lainnya. Ini sangat penting dan wajib dulu dipahami bagaimana “meregulasi risiko”. Dulu orang Bali minum di acara-acar khusus saja dan tidak naik mobil atau motor pulangnya, paling jalan kaki atau minum di tetangga.

Jadi tak ada data sebelum kemerdekaan orang Bali mati minum arak naik motor. Dulu tidak ada pebisnis dan distributor main-main melipatgandakan

keuntungan dengan mencampur alkohol dengan obat lupa atau methanol lainnya, sehingga tidak ada orang Bali sebelum kemerdekaan mati karena arak methanol.

 

Bagaimana budaya minum arak Bali pada zaman dulu?

Budaya minum dulu diawasi oleh teman-teman di desa, di penggak, tiga bulanan, atau pernikahan. Minum dengan tetangga dan keluarga, ketawa-ketawa, dan tidur di tempat.

Sekarang anak-anak minum di trotoar atau depan ruko yang tutup, dengan orang yang tidak dikenal atau malah bertanding.

Jadi tidak saling jaga, tapi adu jago campur obat nyamuk, dll yang berujung maut karena oplosan atau mati kebut-kebutan dan kecelakaan akibat usai minum di trotoar langsung naik motor.

Ini harus diregulasi risikonya. Jadi, harus diawasi peredaran dan tempat-tempat mana saja boleh minum.

Arak bukan hanya urusan berjualan ke wisatawan asing, tapi faktor risiko dampak mematikan dan budaya minum tak bertanggungjawab ini harus diregulasi dan ditegakkan dengan tim khusus.

 

Bagaimana pendapat Anda tentang wacana Gubernur Bali melegalkan arak Bali?

Melegalkan tidak sama dengan membebaskan peredarannya tanpa pengawasan. Jangan sampai kata melegalkan diartikan membebaskan. Melegalkan itu sama dengan meregulasi.

Melegalkan arak di Bali di sini artinya mungkin memberikan perlindungan hukum produksi arak. Artinya, nanti ada proses pendaftaran merek, badan usaha, siapa pemilik mereka sah.

 

Regulasi yang seperti apa Anda maksud?

Regulasinya harus dalam bentuk legal draf dulu. Siapa boleh membuat/memproduksi, bagaimana standar kualitasnya, siapa mengawasinya, bagaimana pendaftaran mereknya,

siapa boleh menjualnya, siapa yang mendistribusikannya, siapa mengawasi pendistrubusian, bagaimana tanggungjawab pemerintah dan pihak terkait

untuk memberi penyuluhan kepada pemuda agar tidak mengonsumsi arak sebelum umur 21 tahun, dan bagaimana agar minum bertanggungjawab.

 

Apa saja aspek pelegalan arak?

Aspek pelegalan arak itu ada tiga harus diatur mulai dari produsen, distribusi dan distributor, dan konsumen. Masuknya minumal alkohol dalam daftar negatif investasi (DNI), Itu regulasi nasional harus dipelajari.

Paling penting ada jaminan pengawasan agar produksi dan peredaran sesuai hukum (legal), sesuai rambu-rambu hukum di atasnya berupa Permen dan UU yang mengatur

dan mengawasi standar produksi, distribusi, dan pelarangan pembeli atau peminum sebelum usia 21 tahun seperti diamanatkan oleh regulasi nasional.

 

Adakah dampak pelegalan arak ini terhadap pemuda Bali?

Harus ada kesiapan hukum dan pendanaan melindungi pemuda Bali dari terpapar menjadi pemabuk bawah usia 21.

Kalau di beberapa negara lain, legalnya mengatur Anti-Underage Drinking Campaign, arak regulasi dan kampanye tidak boleh minum sebelum 21 tahun (serta perangkat hukumnya) juga disiapkan.

Alasannya kalau sudah jelas regulasi dan penegakannya. Siapkan dulu perangkat-perangkat itu, termasuk tim penyuluh dan pendamping produksi arak yang tidak tercemar atau dioplos metanol dll.

Harus ada yang namanya gerakan kesadaran: Don’t drink and drive. At: Drink responsibility. Larangan pengendara minum dan bagaimana minum yang bertanggungjawab itu sangat penting.

 

Apakah legalisasi arak ini bisa memberi keuntungan bagi petani atau pembuat arak tradisional di desa-desa?

Kalau jadi industri rumah tangga ada pembatasan jumlah kuota harian dan harus ada pengawasan serius. Pendistribusian juga tidak bisa seperti produsen yang punya izin industri.

Penjual harus punya izin namanya SIUP-MB. Tidak boleh dijual di warung-warung atau pasar tradisional.

Penjualan atau pendistribusian terbatas untuk melindungi anak2 di bawah umur 21 tahun yang secara nasional dilindungi untuk tidak boleh minum alkohol.

Sederhananya, desa adat buat kemasan minuman mineral botol saja ada proses yang dilalui, dari izin usaha, dagang, peredaran, uji laboratorium POM dll, sampai urusan pendaftaran merek, pajak dll.

Itu kalau buat arak di desa atau keluarga tertentu secara tradisional juga nanti harus lewat pendaftaran atau regulasi seperti bikin air kemasan, tentunya lebih panjang prosesnya.

Ini yang tidak kuat atau gelap bagi produsen tradisional kecuali nanti mereka buat koperasi desa atau BUMDes dan produksinya adalah arak diawasi oleh BUMDes, atau keluarga itu mendaftar dan lalui serta ikuti mekanisme legal yang berlaku.

 

Apakah arak ini bisa dijual untuk daya tarik wisata Bali?

Itu pemerintah Australia malah takut warganya minum arak. Mati ada warganya karena minum oplosan. Jadi, kalau tidak hati-hati malah mengancam pariwisata.

Arak itu penting diregulasi, kalau tidak nanti oplosan yang beredar, mati warga asing maka tercederai pariwisata. Turis tidak akan minum arak yang tidak standar.

 

Artinya, arak Bali tidak bisa dijual untuk turis?

Bisa dijual tapi harus arak premium yang mampu bersaing dengan sake (minuman tradisional Jepang). Kalau targetnya pariwisata ya produksinya harus arak premium.

Arak yang premium itu “triple distilled”,  proses penyulingan sempurna. Triple Distilled Premium itu istilah di industri, kalau arak dibuat tidak sampai bisa jadi setara Triple Distilled Premium,

itu akan tidak bisa bersaing di pasaran pariwisata hotel berbintang.  Ujung-ujungnya dikonsumsi anak-anak motor dicampur atau dioplos diminum di trotoar.

 

Bagaimana agar arak Bali bisa setara dengan sake?

Bali kalau mau memproduksi arak buat pariwisata harus mampu kelas “triple distilled premium” yang bisa masuk hotel bintang lima atau lebih.

Rugi kalau legal tapi hanya mampu memproduksi “arak kelas trotoar” yang umumnya marketnya kebanyakan anak-anak desa yang malah menjadi korban oplosan.

Kalau nanti legal kelas arak kaki lima atau arak trotoar, sama dengan memberi alkohol untuk anak-anak motor atau ABG yang eksesnya akan meresahkan kita sebagai krama Bali.

 

Bagaimana agar arak Bali bisa sejajar dengan sake?

Produksi, pengawasan, branding, dan pendistribusian harus belajar dari sake di Jepang. Proses penyulingan harus sempurna. Selain itu diawasi kadarnya, dan terjamin bebas methanol.

Kemasannya juga harus bagus. Distribusi tidak boleh sembarang dan brandingnya harus bagus, baru bisa masuk pangsa pariwisata atau bisa menjadi cenderamata seperti sake di Jepang.

Arak akan membanggakan kalau sudah mampu bersaing pamornya dengan Sake. Kalau kelas arak kaki lima atau arak trotoar yang dihasilkan, lebih baik dipikir-pikir ulang saja. Arak Bali harus naik kelas menjadi sake Jepang. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/