SLEMAN – Suatu konflik kecil dapat membesar apabila tidak dideteksi secara dini serta dikelola dengan baik.
Hal itu juga dapat menimbulkan kerawanan dan gangguan keamanan dan ketertiban di masyarakat. Karena itu guna meningkatkan wawasan tentang stabilitas serta kondusifitas,
Pemerintah Kabupaten Jembrana belajar tentang manajemen konflik di kabupaten ke Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Rombongan Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Jembrana yang berasal dari Kominda Jembrana beserta OPD dipimpin langsung Bupati Jembrana I Putu Artha,
didampingi Dandim 1617 Jembrana Letkol Kav Djefri Marsono Hanok, Kajari Jembrana Nur Elina Sari, Wakapolres Jembrana Kompol I Komang Budiartha,
serta tim penanganan konflik sosial Jembrana, diterima Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun, DIY, Selasa (11/12) siang.
Kegiatan ini juga serangkaian peningkatan wawasan dalam menjaga stabilitas keamanan daerah. Banyak hal dibahas dalam pertemuan dengan OPD unsur Kominda Sleman.
Di antaranya, peran tim terpadu dalam menciptakan kondusifitas daerah, metode pengawasan serta pencegahan konflik agar tidak terlanjur meluas.
Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun didampingi Kepala Kesbangpol Hery Dwi Kuryanto dalam paparannya mengatakan, Kabupaten Sleman dengan jumlah penduduk 1.063.000 jiwa atau 18 persen dari total penduduk provinsi DIY sangat heterogen.
Berbagai suku maupun agama tinggal di sini. Angka itu juga dipastikan bertambah sebanyak 250 ribu jiwa disumbang penduduk pendatang yang tak ber-KTP berasal dari mahasiswa maupun pelajar yang tinggal di Sleman.
Wabup menyebut, sejatinya potensi konflik serta kerawanan cukup besar, tapi berkat penanganan dini serta dibantu kominda maupun aparat, potensi itu dapat dicegah.
Bahkan, tahun 2017 lalu Sleman sukses mencatat zero konflik. Hanya saja, awal tahun 2018 sempat terjadi gesekan di masyarakat, namun konflik terjadi antara sesama pendatang.
“Kita punya program jagakarsa desa jadi ada jejaring di masing-masing desa, bertugas memantau serta menjaga kerukunan warga. mereka juga mesti mendata, mengenali bahkan wajib tahu latar belakang warga pendatang,“ ujar Muslimatun.
Ditambah, Sleman juga beruntung dibantu peran Kominda yang cukup aktif memetakan kerawanan serta kesadaran masyarakat yang cukup tinggi dalam menjaga kerukunan.
“Jadi, masyarakat kami sadar bahwa Sleman hidup dari pariwisata. Jadi sebagai tuan harus menghormati, tamu harus dijaga serta kondusifitas mesti ditingkatkan,” tandasnya.
Bupati Jembrana I Putu Artha mengatakan, kondisi Sleman mirip dengan Jembrana dari segi heterogenitas. Hal itu salah satu alasan kunjungannya bersama tim saat ini.
“Jembrana itu taman mininya Bali, cukup heterogen dengan penduduk kurang lebih 300 ribu beragam suku dan agama ada. Hal itu adalah anugerah, namun tetap mesti dijaga, “ujar bupati.
Menurut bupati, potensi besar itu mesti dikelola segenap stakeholder serta pemangku kebijakan serta aparat Jembrana, sehingga tidak berkembang jadi konflik sosial.
“Kami sampaikan terima kasih atas peran aktif segenap anggota tim terpadu penanganan konflik sosial di Jembrana. Harus senantiasa waspada, terlebih akan ada pemilu,
sehingga koordinasi perlu ditingkatkan. Apa yang baik bisa dipetik dari manajemen konflik di Sleman hendaknya bisa diterapkan dan menjadi pertimbangan dalam menjaga tetap kondusifnya keamanan di Jembrana,” pungkas Artha. (rba)