33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:16 PM WIB

Eks Sekretaris PDIP Klungkung TSK Korupsi Hibah, 1 TSK Lagi Ternyata..

SEMARAPURA  – Satuan Reskrim Polres Klungkung akhirya menetapkan dua orang sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi hibah

rehab tembok penyengker dan pelinggih Pura Paibon Wargi Tutuan, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan yang dibiayai dari APBD Provinsi Bali Tahun 2014.

Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka sejak 5 Desember 2018 itu, yakni I Nyoman Simpul yang diketahui sebagai

oknum PNS di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Klungkung dan I Ketut Ngenteg, mantan Sekretaris DPC PDIP Klungkung.

Kasatreskrim Polres Klungkung AKP Mirza Gunawan kemarin (17/12) mengungkapkan, Simpul sebagai ketua panitia rehab tembok penyengker dan pelinggih Pura Paibon Wargi Tutuan

ditetapkan sebagai tersangka lantaran dana hibah sebesar Rp 70 juta yang diperuntukkan untuk rehab itu ternyata tidak dimanfaatkan sepeser pun untuk rehab pura tersebut.

Bahkan Simpul dalam pembuatan proposal permohonan hibah tersebut tidak pernah menyampaikannya kepada para pengempon pura.

Tidak hanya itu, Simpul juga mencatut nama pengempon tanpa izin sebagai struktur panitia serta memalsukan tanda tangan mereka.

“Sementara Ngenteg ditetapkan sebagai tersangka, lantaran ia turut berperan dalam menyusun laporan pertanggungjawaban palsu dengan menggunakan foto Pura Panti Pande Tusan,

Desa Nyalian yang merupakan pura miliknya seakan-akan sebagai Pura Paibon Wargi Tutuan yang telah direhab,” ungkapnya.

Atas perbuatannya keduanya, Nyoman Simpul dijerat Pasal 2 dan atau Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah dirubah kedalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara Ngenteg dijerat dengan Pasal 2 dan atau Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah dirubah

ke dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 64 KUHP dengan hukuman minimal empat tahun penjara dan maksimal seumur hidup.

Untuk diketahui, kasus ini bergulir setelah I Nyoman Sarna, 67 warga Banjar Nyamping, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan yang merupakan pengempon Pura Paibon Wargi Tutuan, Desa Gunaksa melapor ke Polres Klngkung.

Itu lantaran Sarna merasa keberatan setelah mendengar bahwa Pura Paibon Wargi Tutuan, Desa Gunaksa dimohonkan

dana hibah ke Pemprov Bali pada 30 April 2014 saat ia sedang berada di Banjar Nyamping, Desa Gunaksa Senin (18/12) tahun 2017.

Yang menjadi ketua panitia pembangunannya adalah I Nyoman Simpul. Sementara ia yang tidak tahu apa-apa mengenai proposal itu ternyata dicatut namanya dan diposisikan sebagai sekretaris.

Tidak sampai di sana, ia yang mengaku tidak bisa tanda tangan dan hanya bisa membubukan cap jempol, ternyata ia dibuat seolah-olah telah menandatangani proposal permohonan itu oleh Simpul.

“Dan proposal permohonan hibah sebesar Rp 70 juta itu disetujui dengan cairnya dana hibah sebesar Rp 70 juta dan ditarik oleh Simpul pada tanggal 3 Desember 2014.

Namun sampai sekarang sama sekali tidak ada kegiatan pembangunan tembok penyengker dan pelinggih yang rusak sesuai dengan permohonan,” bebernya.

Justru, lanjut dia, I Ketut Ngenteg membuat laporan pertanggungjawaban hibah tersebut dengan menggunakan foto Pura Panti Pande Tusan

yang merupakan tempat ibadah milik Ngenteg. Atas hal tersebut lah, Sarna merasa keberatan dan melaporkannya ke Polres Klungkung. 

SEMARAPURA  – Satuan Reskrim Polres Klungkung akhirya menetapkan dua orang sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi hibah

rehab tembok penyengker dan pelinggih Pura Paibon Wargi Tutuan, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan yang dibiayai dari APBD Provinsi Bali Tahun 2014.

Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka sejak 5 Desember 2018 itu, yakni I Nyoman Simpul yang diketahui sebagai

oknum PNS di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Klungkung dan I Ketut Ngenteg, mantan Sekretaris DPC PDIP Klungkung.

Kasatreskrim Polres Klungkung AKP Mirza Gunawan kemarin (17/12) mengungkapkan, Simpul sebagai ketua panitia rehab tembok penyengker dan pelinggih Pura Paibon Wargi Tutuan

ditetapkan sebagai tersangka lantaran dana hibah sebesar Rp 70 juta yang diperuntukkan untuk rehab itu ternyata tidak dimanfaatkan sepeser pun untuk rehab pura tersebut.

Bahkan Simpul dalam pembuatan proposal permohonan hibah tersebut tidak pernah menyampaikannya kepada para pengempon pura.

Tidak hanya itu, Simpul juga mencatut nama pengempon tanpa izin sebagai struktur panitia serta memalsukan tanda tangan mereka.

“Sementara Ngenteg ditetapkan sebagai tersangka, lantaran ia turut berperan dalam menyusun laporan pertanggungjawaban palsu dengan menggunakan foto Pura Panti Pande Tusan,

Desa Nyalian yang merupakan pura miliknya seakan-akan sebagai Pura Paibon Wargi Tutuan yang telah direhab,” ungkapnya.

Atas perbuatannya keduanya, Nyoman Simpul dijerat Pasal 2 dan atau Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah dirubah kedalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara Ngenteg dijerat dengan Pasal 2 dan atau Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah dirubah

ke dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 64 KUHP dengan hukuman minimal empat tahun penjara dan maksimal seumur hidup.

Untuk diketahui, kasus ini bergulir setelah I Nyoman Sarna, 67 warga Banjar Nyamping, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan yang merupakan pengempon Pura Paibon Wargi Tutuan, Desa Gunaksa melapor ke Polres Klngkung.

Itu lantaran Sarna merasa keberatan setelah mendengar bahwa Pura Paibon Wargi Tutuan, Desa Gunaksa dimohonkan

dana hibah ke Pemprov Bali pada 30 April 2014 saat ia sedang berada di Banjar Nyamping, Desa Gunaksa Senin (18/12) tahun 2017.

Yang menjadi ketua panitia pembangunannya adalah I Nyoman Simpul. Sementara ia yang tidak tahu apa-apa mengenai proposal itu ternyata dicatut namanya dan diposisikan sebagai sekretaris.

Tidak sampai di sana, ia yang mengaku tidak bisa tanda tangan dan hanya bisa membubukan cap jempol, ternyata ia dibuat seolah-olah telah menandatangani proposal permohonan itu oleh Simpul.

“Dan proposal permohonan hibah sebesar Rp 70 juta itu disetujui dengan cairnya dana hibah sebesar Rp 70 juta dan ditarik oleh Simpul pada tanggal 3 Desember 2014.

Namun sampai sekarang sama sekali tidak ada kegiatan pembangunan tembok penyengker dan pelinggih yang rusak sesuai dengan permohonan,” bebernya.

Justru, lanjut dia, I Ketut Ngenteg membuat laporan pertanggungjawaban hibah tersebut dengan menggunakan foto Pura Panti Pande Tusan

yang merupakan tempat ibadah milik Ngenteg. Atas hal tersebut lah, Sarna merasa keberatan dan melaporkannya ke Polres Klungkung. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/