Musim hujan acap rawan bencana. Mulai banjir, longsor, badai, dan pohon tumbang. Korps siaga bencana tak boleh lengah dan selalu sigap.
MESKI pulau kecil, Bali termasuk rawan bencana alam. Fakta menunjukkan setiap hujan mengguyur acap terjadi banjir dan longsor.
Kondisi ini menuntut aparat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi dan kabupaten/kota harus siaga 24 jam.
Karena itu, masyarakat diminta selalui update informasi di www.bmkg.go.id atau jika terjadi bencana langsung menghubungi Pusdalops BPBD (0361-251177).
Dalam peta, potensi longsor di Bali lebih rawan di perbukitan. Dari peta, itu daerah yang potensi banjir tinggi Denpasar dan Badung.
Hal itu diungkapkan oleh Plt Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali Dewa Putu Mantera saat ditemui beberapa hari lalu.
Ia menjelaskan, sampai saat ini hujan dan angin kencang sehingga menyebabkan banjir dan pohon tumbang.
Dewa Putu mengatakan untuk longsor dikatakan paling rawan jalur Denpasar-Singaraja, sehingga masyarakat yang hendak bepergian diminta waspada.
Dari informasi kebencanaan, Provinsi Bali mengalami fase musim kering diawal bulan Oktober. Salah satu indikasi terjadinya kebakaran di kaki Gunung Batur.
Telah ditangani oleh BPBD Provinsi dan BPBD Bangli, pemadam kebakaran, BKSDA, Kodim, dan Polres Bangli.
Bali baru mengalami fase musim penghujan memasuki bulan Oktober 2018 yang mengakibatkan beberapa kejadian bencana.
Seperti banjir di Perumahan Padang Indah Denpasar dengan mengevakuasi 2 orang. Hasil koordinasi dengan BPBD Kota Denpasar, Kamis 15 November 2018, ketinggian air Tukad Mati mengalami kenaikan di atas wajar.
Banjir di daerah Jalan Kunti, Badung. Akibatnya macet 5 kilometer yang sudah ditangani BPBD Badung. Genangan air di Pengambengan Kangin, dekat Lapas Kerobokan ditangani BPBD Badung.
Pohon tumbang di depan Plaza Renon. Pohon tumbang di Pura Beji Tabanan, telah ditangani oleh BPBD Tabanan. Longsor di jalan raya Gunaksa, Klungkung, telah ditangani oleh BPBD Klungkung.
Sedangkan untuk musim kering dapat melapor ke Pusdalops BPBD (0361-251177). Seperti kejadian di kaki Gunung Batur, BPBD Provinsi telah berkoordinasi dengan TNI (Kodim) dan BPBD Bangli untuk bersama-sama melaksanakan pemadaman bersama.
Kemudian, untuk musim penghujan menyiapkan dokumen di tempat yang aman, mencabut alat-alat listrik pada saat banjir, jangan menyentuh alat-alat yang bermuatan listrik jika berada di dalam genangan banjir.
Segera evakuasi ke tempat lebih tinggi, waspada terhadap arus bawah, kubangan, saluran yang tergenang, jaga kebersihan (cuci tangan dengan air sabun), buang makanan yang terkontiminasi air banjir.
Jika terjadi tanah longsor, segera evakuasi, menjauhi longsoran. Kalau ada hujan kembali setelah longsor antisipasi longsor susulan.
“Kami hitung-hitung baru mulai hujan kami imbau berhati-hati lebih waspada, melalui jalur-jalur tanah longsor sungai rawan banjir karena luapan banjir.
Waspada bepergian jauh. Informasi bahu membahu. Call center 24 jam seperti tadi bisa melalui 119 dan 25 11 77 connect terus,” ucapnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Kesbangpolinmas Provinsi Bali ini menuturkan BPBD Provinsi Bali memiliki 120 personel yang dibagi pada tiga shif.
Sehingga bisa bekerja 24 jam. Selain itu, BPBD Bali selalu berkoordinasi dengan BPBD kabupaten/kota untuk meminta atau menerima laporan.
Untuk anggaran yang disiapkan untuk kebencanaan, dikatakan untuk tahun ini masih sisa Rp 300 juta. Pada tahun 2019 mendatang diproyeksi meningkat 3 kali lipat dibandingkan tahun 2018.
Karena dianggarkan sekitar Rp 15 miliar dibandingkan sebelumnya hanya Rp 4 miliar. Terkait hal itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali I Nyoman Sugawa Korry mengungkapkan pemerintah daerah harus mempersiapkan anggaran yang tidak terduga.
Tidak hanya pemprov tapi juga kabupaten/ kota. “Ya, itu sebenarnya kalau kita kan sudah antisipasi menganggarkan anggaran tidak terduga.
Ya, tidak terduga sudah masuk itu belanja tidak terduga kalau pemprov sudah meningkat,” ucap politikus Golkar ini.
Selain itu, lembaga pemerintah diminta terus memberi pelatihan kepada masyarakat. Seperti sosialisasi dan informasi. “Diharapkan peran serta dari masing-masing kabupaten kami harapkan menganggarkan yang sama,” tukasnya.
Fenomena memicu tanya, karena baru memasuki musim hujan saja Bali sudah banyak terjadi bencana longsor, pohon tumbang hingga genangan air.
Untuk itu, Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar terus mengeluarkan peringatan dini kepada masyarakat. Sehingga masyarakat pun tetap waspada.
Berdasar perkiraan cuaca BMKG secara umum awal musim hujan di wilayah Bali diperkirakan masuk di bulan November 2018 (sebanyak 53 persen) dan di bulan Desember 2018 (sebanyak 47 persen).
Daerah yang pertana kali memasuki musim awal musim hujan (dasarian 1 bulan November), di antaranya Tabanan bagian utara dan tengah, Badung bagian utara dan tengah, Gianyar bagian utara dan tengah, dan Bangli bagian tengah.
Dilanjutkan pada dasarian 2 bulan (pertengahan November) yakni Jembrana bagian utara dan selatan, Tabanan bagian selatan dan timur laut, Buleleng bagian selatan, Karangasem bagian tengah, dan Bangli bagian utara serta barat laut.
“Puncak musim hujan diperkirakan Januari-Februari 2019,” jelas Kepala BBMKG Wilayah III Denpasar M. Taufik Gunawan, Kamis (15/11).
Nah, dari perkiraan cuaca tanggal 14-16 November 2018 itu intensitas hujan tinggi dalam beberapa hari terakhir.
Masyarakat diimbau agar tetap waspada dan berhati-hari terhadap dampak bencana yang dapat ditimbulkan seperti banjir, genangan air, tanah longsor, angin kencang, pohon tumbang, dan kilat atau petir.
Selain itu, bagi pengguna dan operator jasa transportasi laut, nelayan, wisata bahari, dan masyarakat yang beraktivitas di wilayah pesisir diimbau untuk mewaspadai potensi gelombang laut tinggi
dengan ketinggian mencapai 2.0 meter di perairan Selat Bali bagian selatan, Selat Badung dan Selat Lombok bagian selatan serta mencapai 2,5 meter di Samudera Hindia Selatan Bali.
“Jadi masyarakat waspada dan kami sudah mengeluarkan peringatan dini,” terangnya. Meski begitu, pihak BMKG pun belum membaca adanya gejala pergerakan siklon.
Pihaknya menekankan agar tetap waspada dan tak boleh lalai.
Nah, di tengah perubahan musim, ini ada juga wilayah Bali diwaspadai mengalami kemarau panjang.
Dari perkiraan iklim Bali per 10 November, Tejakula, Tangguwisia, Tukadmungga, Sambirenteng, Bondalem, Kintamani, Toyabungkah, Penelokan, dan Tianyar itu tidak hujan lebih dari 200 hari.
Sementara perkiraan 11-20 November potensi hujan sedang, lebat di Bali tengah, barat, dan selatan. “Tejakula dan Kubu tidak hujan. Sementara daerah lainnya terjadi hujan dan masyakat tetap kami imbau untuk waspada,” pungkasnya.
Sementara itu, intensitas hujan yang langsung tajam di awal musim memicu bencana di kawasan Jembrana. Karena itu, BPBD Jembrana membentuk relawan siaga bencana di setiap desa dan kelurahan.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Jembrana Ketut Eko Susilo Artha Permana mengatakan pembentukan relawan siaga bencana di setiap desa dan kelurahan ini sebagai
“agen” BPBD Jembrana di masing-masing desa agar setiap terjadi bencana bisa cepat memberikan informasi pada BPBD Jembrana sebagai posko induk.
“Tujuannya untuk meminimalisasi korban ketika terjadi bencana,” jelasnya. Karena selain sebagai agen informasi di setiap desa, relawan ini juga bertanggung jawab memberikan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat.
Termasuk melakukan penanganan awal ketika terjadi bencana, termasuk kebutuhan bantuan yang dibutuhkan.
“Biasanya, ketika terjadi bencana hampir bersamaan dengan daerah lain. Jadi, dengan adanya relawan, ini bisa bergerak lebih cepat penanganannya,” terangnya.
Selain itu, sejumlah kegiatan terkait kebencanaan juga sudah dilakukan. Di antaranya melakukan simulasi bencana, terutama daerah yang rawan terjadi bancana.
Simulasi tersebut dilakukan untuk melatih kesiapsiagaan masyarakat ketika terjadi bencana.
“Kewaspadaan masyarakat paling penting ketika terjadi bencana. Misalnya memahami tanda-tanda alam, agar ketika bencana korban bisa diminimalisasi,” ungkapnya.
Dengan jumlah personel BPBD Jembrana hanya 45 orang, dengan 22 orang personel lapangan reaksi cepat, selain dukungan relawan dan masyarakat.
Penanggulangan bencana perlu ada pemetaan daerah yang rawan terjadi bencana. Menurutnya, di seluruh Jembrana setiap kecamatan rawan terjadi bencana banjir dan longsor.
Daerah hulu dengan kontur tanah berbukit rawan terjadi longsor sedangkan di hilir dan perkotaan rawan terjadi banjir.