DENPASAR – Tingginya kasus rabies masih menjadi momok di Bali. Itu yang menyebabkan Dirjen Peternakan dan Keswan dari Kementerian Pertanian RI I Ketut Diarmita mengaku malu.
Pasalnya, sudah 10 tahun memberantas rabies di Bali, namun tak kunjung selesai. Tahun 2018 saja ditemukan 149 jumlah kasus positif di Bali.
Tahun ini sudah memasuki tahun ke-11 pemerintah melakukan program pencegahan rabies. Harapanya, kasus rabies di Bali tuntas.
Untuk mengurangi kasus rabies di Bali, Plt. Kepala Dinas Peternakan Provinsi Bali Wayan Mardiana, peran masyarakat sangat dibutuhkan.
Menurutnya, masyarakat harus memelihara anjingnya dengan baik. Jika ada anjing menggigit, sanksinya pemilik anjing harus membiayai pengobatan.
Kalau meninggal harus menanggung biaya penguburan. Sanksi itu tertulis pada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali No 15 Tahun 2009 tentang Penanggulangan Rabies.
Selain itu, Mardiana pun berharap setiap desa di Bali memiliki awig-awig atau perarem mengatur untuk pemeliharaan anjing atau antisipasi rabies.
“Implementasinya masih rendah. Melibatkan semua tokoh masyarakat dan masyarakat dengan membuat perarem dan awig-awig untuk itu,” ujarnya.
Mardiana mengungkapkan rabies masuk ke Bali tahun 2008. Kendala di Bali susah mencegah rabies, disebabkan anjing yang memiliki pemilik tapi diliarkan.