BADUNG – Heboh kabar retaknya tebing Pura Uluwatu memunculkan fakta baru.
Meski sejumlah pihak baik pemerintah dan desa adat tak menampik dengan retaknya tebing di bagian selatan Pura Uluwatu, namun yang mengejutkan, kasus retaknya tebing ternyata menyisakan cerita buruk.
Seperti disampaikan Bendesa Adat Pecatu, Made Sumerta. Dihubungi Jawa Pos Radar Bali pada Rabu sore (9/1), ia mengatakan bahwa sejumlah upaya pernah dilakukan pihak desa adat terkait retaknya Pura yang dikenal banyak wisatawan itu.
Salah satu upaya desa adat, kata Sumerta yakni dengan menggelar rapat dengan instansi terkait.
“Pada 2018 lalu, kami pernah rapat dengan Dinas PUPR untuk perencanaan antisipasi retak. Hasilnya, pada bagian yang retak tersebut, rencananya mau dilem atau dibor agar merekat kembali,” ujarnya.
Meski pernah digelar pertemuan dan akan dilakukan perekatan (penyambangan) dengan mengelem atau mengebor, namun upaya itu diakui batal.
“Tidak jadi karena gagal tender,” jawabnya.
Selanjutnya, dengan gagalnya tender, pihak desa adat tetap menargetkan agar tahun 2019 ini dapat dilakukan perekatan kembali.
“Mudah-mudahan hal ini dapat dikaji ulang, apakah akan dilem atau dibor, supaya tidak lebih parah lagi,” ujarnya.
Sementara itu, Made Rentim selaku Plt Sekretaris BPBD Provinsi Bali atas seijin Kalaksa BPBD Bali mengatakan, rencana ke depan, OPD terkait (Dinas PUPR Prov Bali) akan berkoordinasi dengan Pemkab Badung selaku pemilik wilayah.
“Mungkin perlu bersinergi dengan pihak yang berkompeten untuk dikaji faktor geologi dan kondisi serta kekuatan bebatuan di sana. Itu dilakukan agar bisa diambil langkah dan tindakan yang tepat,” jelasnya.