Gubernur Bali, Wayan Koster mewacanakan program Keluarga Berencana (KB) ala Bali. Yakni, empat anak dalam satu keluarga.
Program ini masih dilakukan kajian mendalam, karena bertentangan dengan program KB pusat yakni cukup dua anak.
GULIRAN wacana ini memantik komentar daerah-daerah. Pemkab Badung sejatinya tidak menyoal hal tersebut. Tetapi lebih menekankan untuk mewujudkan keluarga berkualitas.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Putu Rianingsih mengakui sejatinya setuju dengan gebrakan Gubernur Bali terkait KB Bali.
Karena di Badung sendiri menekankan keluarga berkualitas. “Selama ini kami di Badung tidak pernah mempromosikan dua anak cukup tapi kami promosikan Keluarga Berkualitas, ” terang Putu Rianingsih, Jumat (14/12).
Keluarga berkualitas yang dimaksud yakni berapa pun dalam keluarga memiliki anak yang terpenting orang tua mampu memberikan jaminan kehidupan yang layak kepada anak.
Seperti mereka bisa merawat, membesarkan, memberi pendidikan dan juga kesehatan sehingga nantinya anak benar-benar menjadi anak yang suputra atau berkualitas yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Selain itu, dapat menumbuhkan kepedulian, kesadaran dan peran aktif setiap keluarga dalam menciptakan lingkungan yang berkualitas untuk anak.
Selain itu memberi perhatian tentang pentingnya membangun karakter anak melalui peningkatan pengasuh keluarga guna mempercepat penanaman nilai- nilai kebangsaan.
“Keluarga berkualitas ini kami sudah promosikan dari empat tahun lalu di Badung,” ungkapnya. Namun di Badung juga ada beberapa kampung KB. Rianingsih mengakui keberadaan kampung KB itu tidak menyangkut banyak dan sedikitnya anak.
Melainkan adanya kampung KB itu dipilih karena daerah tersebut padat penduduk, lokasi pesisir dan banyak ada angka kemiskinan.
“Inti program yang bagus kita terima, yang tidak cocok dengan lokal kita ya jangan diterapkan, ” jelasnya.
Namun Badan Penelitian dan Pengembagan (Balitbang) Badung belum lama ini juga telah melaksanakan FGD (Fokus Group Discussion) dengan pembahasan mewujudkan kualitas anak yang suputra.
Dalam FGD ini mengundang narasumber Wayan P. Pindia dari selaku dosen dan pratiksi Hukum adat Bali dan Prof. Dr. Drs, I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si Rektor IHDN Denpasar.
Kepala Badan Litbang Kabupaten Badung, Wayan Sumabara mengatakan, pelaksanaan FGD ini merupakan rekomendasi dari majelis pertimbangan kelitbangan. “Dasar pertimbangan hal ini bahwa di masa yang akan datang kita semua menghadapi persaingan.
Persaingan bisa dihadapi dikarenakan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia memiliki variabel -variabel antara lain adalah taat kepada Tuhan.
Kedua, memiliki kualitas intelektual dan ketiga tentu memiliki kualitas fisik yang sempurna,” ujarnya.
Sementara Wakil Bupati Badung, I Ketut Suiasa dalam kesempatan tersebut mengharapkan, kehadiran suatu keluarga di dalam masyarakat mampu mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Khusus berkenaan dengan masyarakat Hindu di Bali, maka pihaknya juga berharap nilai- nilai yang telah di wariskan leluhur dalam tata kehidupan masyarakat adat Hindu di Bali dapat tetap terjaga.
“Kehadiran keluarga dalam sebuah komunitas di Bali khususnya dalam desa adat sangat berkaitan erat dengan kewajiban – kewajiban keagamaan,
mengingat setiap desa adat memiliki khayangan tiga yang tentu membutuhkan kehadiran krama. Nilai – nilai kehidupan masyarakat adat dan hindu harus kita jaga secara berkualitas,” ujarnya.
Rektor IHDN Denpasar, Prof. Gusti Ngurah Sudiana memaparkan, kehadiran anak khususnya di Bali dalam Agama Hindu yang berurutan adalah Wayan, Made, Nyoman dan Ketut, dan itu ada sastra agamanya.
Untuk itu katanya, tidak ada pembatas tentang jumlah anak di dalam sastra itu. Namun, walaupun tidak ada pembatas tentu kehadiran seorang generasi atau kehadiran seorang anak tetap diharapkan sebagai anak yang suputra (baik) dalam keluarga yang berkualitas.
Hal senada juga dikatakan Prof. Wayan Windia. Menurutnya, pandangannya tak jauh berbeda bahwa anak suputra menjadi aspek keseimbangan dalam keluarga.