Sebanyak 13 warga negara (WN) Jepang mengikuti prosesi mendiksa (ritual) menjadi sulinggih di Griya Agung Bangkasa, Bongkasa, Abiansemal, Badung, Senin malam (14/1).
Mereka mengikuti ritual seda raga (mati raga) untuk lahir kembali kedua kalinya secara rohani. Seperti apa?
DWIJA PUTRA, Abiansemal
SEBELUM didiksa, awalnya para warga Jepang ini disahkan sebagai penganut Agama Hindu melalui proses ritual Sudhi Widani beberapa tahun lalu.
Setelah itu, naik menjadi bhawati. Hingga didiksa menjadi sulinggih. Para warga Jepang ini pun khusyuk mengikuti prosesi diksa tersebut.
“Mereka sudah melewati sejumlah proses hingga bisa didiksa,” putra mendiang Ida Sinuhun Siwa Putra Prama Daksa Manuaba, I Gede Sugata Yadnya Manuaba, Selasa (15/1).
Mengenai prosesi padiksan, mereka juga melakukan seda raga (ritual mati raga) yang menjadi tahapan yang ditunggu-tunggu.
Pasalnya, saat seda raga ini, sang diksita konon akan mendapatkan pengalaman spiritual yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
“Mereka sadar dengan dirinya. Bahkan gerak napasnya mereka rasa, tapi apa yang dialaminya, hanya mereka yang paham. Pengalaman itu terkadang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata yang tepat,” jelasnya.
Mereka yang didiksa menjadi sulinggih akan diberikan gelar, sesuai konsep amari aran. Mereka adalah Ida Pandita Mpu Minako Wira Raga Manuaba, Ida Pandita Mpu Naoko Siwa Paraga Manuaba,
Ida Pandita Mpu Akiko Kusuma Daksa Manuaba, Ida Pandita Mpu Junichi Wiswa Mitra Manuaba, Ida Pandita Mpu Kumi Yawakerta Parama Manuaba, dan Ida Pandita Mpu Yoshinori Kamya Yoga Manuaba.
Kemudian ada Ida Pandita Mpu Chikako Sanaka Dharmita Manuaba, Ida Pandita Mpu Tokina Daksa Vigneswara Manuaba serta Ida Pandita Mpu Yusaka Mudgalya Daksa Manuaba.
Selanjutnya Ida Pandita Mpu Chie Astra Wakra Manuaba, Ida Pandita Mpu Norihiko Soma Parama Daksa Manuaba, Ida Pandita Mpu Eiko Dattatreya Manuaba, dan Ida Pandita Mpu Kumi Gangga Daksa Manuaba.
Sedangkan satu bhawati atas nama Megumi Suzuki. Sementara itu, selaku Nabe (guru suci) Tapak sulinggih adalah Ida Pandita Mpu Sinuhun Siwa Putri Prama Daksa Manuaba.
Nabe Saksi, Ida Pandita Mpu Siwa Buddha Daksa Darma Darmita. Sedangkan Nabe Waktra Ida Pandita Mpu Daksa Yaksa Acharya Manuaba.
Selaku Nabe Tapak Bhawati, Ida Pandita Mpu Tri Daksa Nata. Ikut serta dalam prosesi, Ida Pandita Mpu Siwa Wyasa Prama Daksa Manuaba dan Ida Pandita Mpu Putra Prama Daksa Buddha Yoga Manuaba.
Salah satu sulinggih yang terlibat dalam padiksan, Ida Pandita Mpu Daksa Yaksa Acharya Manuaba menjelaskan, prosesi dwijati sangat sakral.
Dwijati adalah kelahiran kedua kali bagi seorang manusia. Kelahiran pertama, yakni dari rahim ibu atau biasa disebut istilah kelahiran biologis.
Sementara kelahiran kedua dari pengetahuan yang diturunkan sang nabe atau disebut kelahiran dari segi ideologis atau rohani. “Jadi madwijati terlahir kembali kedua kali,” ungkapnya.
Kata dia, proses menghidupkan inilah yang namanya Dwija. Dwija itu menghidupkan kembali. Jadi sulinggih ini melangsungkanseda raga duluatau dimatikan. Kemudian dihidupkan kembali oleh nabe-nabenya.
“Ini yang disebut dengan dwija. Ada juga pengertian dwijati, setelah lahir dari ibu, kemudian lahir Weda, pengetahuan dari nabe-nabenya,” terangnya.
Ia mengakui, proses menghidupkan kembali bukan hal yang sepele. Karena memerlukan nabe yang memiliki tabungan karma baik yang cukup banyak.
“Oleh sebab itu, ceritanya Krishna saat menghidupkan janin yang kemudian lahir menjadi Parikesit, tenaganya terkuras. Dia lemas, habis energinya. Jadi ini memerlukan tabungan karma baik yang cukup banyak untuk melakukan padiksan,” pungkasnya. (*)