DENPASAR – Sidang lanjutan penganiayaan petugas Imigrasi di Bandara Ngurah Rai, dengan terdakwa Auj-E Taqaddas, 43, berlangsung tegang.
Awak media yang mengambil gambarnya di awal sidang didamprat. Bahkan, terdakwa memoto balik sejumlah wartawan foto.
Dalam nota pembelaannya yang dituangkan dalam tujuh halaman, warga negara Inggris itu menuding JPU Kejari Badung yang menuntutnya satu tahun penjara telah berbuat tidak adil karena berpihak pada imigrasi.
Taqaddas juga meminta jaksa mengganti rugi biaya hidupnya selama tertahan di Bali. Selama 1,5 jam membacakan pembelaannya, dia bersikeras tidak bersalah dalam kasus ini.
Katanya, perbuatannya menampar petugas Imigrasi di Bandara Ngurah Rai karena petugas tidak becus dalam memberikan informasi terkait overstay atau kelebihan masa tinggal.
Perempuan keturunan Pakistan itu mengaku mengalami banyak kerugian material. Dia tidak bisa mengikuti kepentingan bisnis yang sudah diatur, dan karirnya terhambat.
“Saya minta hakim membiarkan saya bebas karena tidak ada niat menampar petugas imigrasi. Tapi karena petugas tidak becus terpaksa saya menampar,” kilahnya.
Dia mengaku sudah mengabarkan masalah ini pada Konsulat Inggris agar menyurati Kementerian Luar Negeri Indonesia.
“Saya tidak mempunyai teman dan keluarga di sini. Saya banyak mengalami siksaan fisik dan mental selama di Bali,” tukasnya.
Taqaddas mengibaratkan dirinya seerti Jamal Kashogi, wartawan Arab Saudi yang dibunuh dengan cara dimutilasi.
“Petugas Imigrasi pernah menyerang saya sampai tidak bisa bernapas. Mereka menyiksa saya warga asing, perempuan yang berpendidikan,” bebernya.
Kerugian dua kali membeli tiket yakni GBP 7.000 atau tujuh ribuh poundsterling, atau setara Rp 126 juta (kurs Rp 18.000 ).
Sementara itu, JPU Nyoman Triarta Kurniawan tetap pada tuntutannya menuntut terdakwa dengan satu tahun penjara. Perbuatan terdakwa dinilai memenuhi unsur pidana Pasal 212 ayat (1) KUHP.
Sidang dilanjutkan Senin pekan depan dengan agenda pembacaan putusan majelis hakim.