25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:10 AM WIB

Kemilau Gwadar

Oleh: Dahlan Iskan

Ini tidak penting: dibanding debat calon presiden nanti malam. Yang salah satu temanya HAM. Yang bikin saya melihat youtube ILC-nya Prof. Rocky Gerung Selasa lalu. Yang membuat tema debat itu seperti sudah kehilangan substansinya. Yang tema debat lainnya adalah penegakan hukum. Yang apa lagi yang masih bisa diperdebatkan. Melihat kenyataan keadaan hukum kita.

Tapi biarlah teater demokrasi itu berjalan. Tontonlah itu. Jangan baca disway edisi hari ini. Yang hanya membahas perjuangan sebuah negera Islam. Untuk keluar dari kesulitannya yang parah: Pakistan.

Kita toh tidak dalam keadaan sulit. Negeri kita gemah ripah loh jinawi. Suatu saat nanti.

Tidak seperti Pakistan hari ini.
Pakistan sebenarnya punya alam yang jauh-gemah-jauh-ripah tapi amat strategis.
Namanya daerah Gwadar.

Pantainya amat menggiurkan. Untuk sebuah pelabuhan laut dalam. Terbaik di Pakistan. Lokasinya strategis. Di Laut Arab. Menghadap ke Oman. Bertetangga dengan Iran. Tidak jauh dari negara-negara kaya gas dan minyak: Iran, UEA, Qatar, Bahrain, Kuwait.
Begitu dekatnya sumber energi. Tapi Pakistan kini krisis listrik. Krisis gas. Krisis moneter. Krisis apa saja.

Gwadar, sayangnya, berada jauh dari pusat ekonomi Pakistan: Karachi, Lahore, Punjab.
Gwadar berada jauh di Barat. Yang penduduknya sedikit. Yang tanahnya gersang. Yang propinsinya tertinggal: Baluchistan.
Yang ingin merdeka pula.

Zaman dulu Gwadar tidak penting. Pelabuhan laut yang dalam tidak begitu diperlukan. Populasi kapal besar tidak banyak.
Zaman berubah.

Kapal besar bisa mengangkut barang lebih banyak. Ongkos angkutnya menjadi lebih murah.
Keunggulan kompetisi sebuah negara kini juga ditentukan oleh ini: pelabuhannya dalam atau tidak.

Zaman Presiden Musharaf Gwadar sudah diincar. Modal asing diundang: Singapura. Yang dianggap juara dunia untuk manajemen pelabuhan. Pelabuhan Gwadar pun dibangun oleh Singapura. Senilai 250 juta dolar.

Itu 12 tahun lalu.
Pembangunannya sukses.
Cita-citanya gagal.

Pelabuhan itu tidak membawa kemajuan apa-apa. Kapal yang datang tidak pernah pergi. Dan yang pergi tidak pernah datang.
Ibaratnya begitu.

Itulah nasib infrastruktur yang kurang dihitung hinterlandnya. Termasuk kurang dihitung yang satu ini: Amerika menjatuhkan sanksi pada Iran. Yang semula dianggap akan bisa memanfaatkan pelabuhan itu. Untuk ekspor minyak dan gasnya.

Pakistan yang sekutu Amerika dan Singapura yang juga sekutu Amerika terkena dampak kebijakan Amerika.

Sepuluh tahun kemudian…
Datanglah ide besar.
Untuk Gwadar.
Dari siapa lagi.
Kalau bukan Tiongkok.

Gwadar akan dibangun lebih gila-gilaan lagi. Dengan dana dua miliar dolar.
Kedalaman pelabuhannya akan mencapai 30 meter. Kita hanya punya satu pelabuhan sedalam itu: Bitung.
Kapal terbesar di dunia pun akan bisa berlabuh di Gwadar.

Angkut apa? Bukankah Gwadar di daerah miskin? Yang tandus?

Tiongkok lah yang memikirkan ya. Negara itu akan membangun infrastruktur sambungannya: jalan tol, rel kereta api dan pipa. Yang panjangnya ribuan kometer. Yang menghubungkan pelabuhan itu dengan….. Xinjiang!

Dari Xinjiang jangan dibicarakan lagi: sudah ada tol dari Xinjiang ke mana pun di Tiongkok. Sudah ada rel kereta cepat ke segala arah. Sudah ada pipa ke mana-mana.

Tiongkok berpikir: pelabuhan itu, biar pun di pantai Pakistan, tetap lebih dekat ke Xinjiang. Daripada dari pelabuhan Shanghai, Shenzhen atau mana pun.

Lewat Gwadar lebih mudah bagi Tiongkok membangun Xinjiang. Dan wilayah baratnya yang lain. Juga lebih aman: tidak perlu lagi lewat selat Malaka.

Atau lewat Laut China Selatan. Yang bisa saja diblokade Amerika. Tiba-tiba. Untuk mengunci jalur logistik ke Tiongkok.

Dengan Gwadar minyak dan gas tinggal diseberangkan. Dari negara-negara Teluk. Lalu dialirkan lewat pipa.

Pun barang-barang Tiongkok bisa dilewatkan kereta. Atau truk. Diekspor ke Timteng. Atau Eropa. Lewat Gwadar itu.

Pemimpin baru Pakistan, Imran Khan sadar. Kritik keras akan dibombardirkan ke proyek itu. Apa lagi kalau bukan karena proyek Tiongkok.

Maka Imran Khan bikin keseimbangan. Arab Saudi diundang masuk ke Gwadar. Dengan proyek senilai 6 miliar dolar. Proyek refinery. Minyak mentahnya dari Saudi. Diolah di Gwadar. Dengan segala industri keturunannya.

Pangeran MBS sudah setuju. Proyek segera dimulai. Bulan depan. Pangeran sendiri yang akan ke Gwadar.
Tapi hasilnya kan masih lama.
Padahal Pakistan perlu uang. Sekarang. Hari ini. Untuk mencegah kebangkrutannya.

Begitu besar persoalan negara itu.
Tapi tetap saja banyak yang memperebutkan kekuasaannya. (Dahlan Iskan)

Oleh: Dahlan Iskan

Ini tidak penting: dibanding debat calon presiden nanti malam. Yang salah satu temanya HAM. Yang bikin saya melihat youtube ILC-nya Prof. Rocky Gerung Selasa lalu. Yang membuat tema debat itu seperti sudah kehilangan substansinya. Yang tema debat lainnya adalah penegakan hukum. Yang apa lagi yang masih bisa diperdebatkan. Melihat kenyataan keadaan hukum kita.

Tapi biarlah teater demokrasi itu berjalan. Tontonlah itu. Jangan baca disway edisi hari ini. Yang hanya membahas perjuangan sebuah negera Islam. Untuk keluar dari kesulitannya yang parah: Pakistan.

Kita toh tidak dalam keadaan sulit. Negeri kita gemah ripah loh jinawi. Suatu saat nanti.

Tidak seperti Pakistan hari ini.
Pakistan sebenarnya punya alam yang jauh-gemah-jauh-ripah tapi amat strategis.
Namanya daerah Gwadar.

Pantainya amat menggiurkan. Untuk sebuah pelabuhan laut dalam. Terbaik di Pakistan. Lokasinya strategis. Di Laut Arab. Menghadap ke Oman. Bertetangga dengan Iran. Tidak jauh dari negara-negara kaya gas dan minyak: Iran, UEA, Qatar, Bahrain, Kuwait.
Begitu dekatnya sumber energi. Tapi Pakistan kini krisis listrik. Krisis gas. Krisis moneter. Krisis apa saja.

Gwadar, sayangnya, berada jauh dari pusat ekonomi Pakistan: Karachi, Lahore, Punjab.
Gwadar berada jauh di Barat. Yang penduduknya sedikit. Yang tanahnya gersang. Yang propinsinya tertinggal: Baluchistan.
Yang ingin merdeka pula.

Zaman dulu Gwadar tidak penting. Pelabuhan laut yang dalam tidak begitu diperlukan. Populasi kapal besar tidak banyak.
Zaman berubah.

Kapal besar bisa mengangkut barang lebih banyak. Ongkos angkutnya menjadi lebih murah.
Keunggulan kompetisi sebuah negara kini juga ditentukan oleh ini: pelabuhannya dalam atau tidak.

Zaman Presiden Musharaf Gwadar sudah diincar. Modal asing diundang: Singapura. Yang dianggap juara dunia untuk manajemen pelabuhan. Pelabuhan Gwadar pun dibangun oleh Singapura. Senilai 250 juta dolar.

Itu 12 tahun lalu.
Pembangunannya sukses.
Cita-citanya gagal.

Pelabuhan itu tidak membawa kemajuan apa-apa. Kapal yang datang tidak pernah pergi. Dan yang pergi tidak pernah datang.
Ibaratnya begitu.

Itulah nasib infrastruktur yang kurang dihitung hinterlandnya. Termasuk kurang dihitung yang satu ini: Amerika menjatuhkan sanksi pada Iran. Yang semula dianggap akan bisa memanfaatkan pelabuhan itu. Untuk ekspor minyak dan gasnya.

Pakistan yang sekutu Amerika dan Singapura yang juga sekutu Amerika terkena dampak kebijakan Amerika.

Sepuluh tahun kemudian…
Datanglah ide besar.
Untuk Gwadar.
Dari siapa lagi.
Kalau bukan Tiongkok.

Gwadar akan dibangun lebih gila-gilaan lagi. Dengan dana dua miliar dolar.
Kedalaman pelabuhannya akan mencapai 30 meter. Kita hanya punya satu pelabuhan sedalam itu: Bitung.
Kapal terbesar di dunia pun akan bisa berlabuh di Gwadar.

Angkut apa? Bukankah Gwadar di daerah miskin? Yang tandus?

Tiongkok lah yang memikirkan ya. Negara itu akan membangun infrastruktur sambungannya: jalan tol, rel kereta api dan pipa. Yang panjangnya ribuan kometer. Yang menghubungkan pelabuhan itu dengan….. Xinjiang!

Dari Xinjiang jangan dibicarakan lagi: sudah ada tol dari Xinjiang ke mana pun di Tiongkok. Sudah ada rel kereta cepat ke segala arah. Sudah ada pipa ke mana-mana.

Tiongkok berpikir: pelabuhan itu, biar pun di pantai Pakistan, tetap lebih dekat ke Xinjiang. Daripada dari pelabuhan Shanghai, Shenzhen atau mana pun.

Lewat Gwadar lebih mudah bagi Tiongkok membangun Xinjiang. Dan wilayah baratnya yang lain. Juga lebih aman: tidak perlu lagi lewat selat Malaka.

Atau lewat Laut China Selatan. Yang bisa saja diblokade Amerika. Tiba-tiba. Untuk mengunci jalur logistik ke Tiongkok.

Dengan Gwadar minyak dan gas tinggal diseberangkan. Dari negara-negara Teluk. Lalu dialirkan lewat pipa.

Pun barang-barang Tiongkok bisa dilewatkan kereta. Atau truk. Diekspor ke Timteng. Atau Eropa. Lewat Gwadar itu.

Pemimpin baru Pakistan, Imran Khan sadar. Kritik keras akan dibombardirkan ke proyek itu. Apa lagi kalau bukan karena proyek Tiongkok.

Maka Imran Khan bikin keseimbangan. Arab Saudi diundang masuk ke Gwadar. Dengan proyek senilai 6 miliar dolar. Proyek refinery. Minyak mentahnya dari Saudi. Diolah di Gwadar. Dengan segala industri keturunannya.

Pangeran MBS sudah setuju. Proyek segera dimulai. Bulan depan. Pangeran sendiri yang akan ke Gwadar.
Tapi hasilnya kan masih lama.
Padahal Pakistan perlu uang. Sekarang. Hari ini. Untuk mencegah kebangkrutannya.

Begitu besar persoalan negara itu.
Tapi tetap saja banyak yang memperebutkan kekuasaannya. (Dahlan Iskan)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/