DENPASAR-Keputusan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi bagi terpidana seumur hidup kasus pembunuhan wartawan Jawa Pos Radar Bali Anak Agung Gde Bagus Narendra Prabangsa, I Nengah Susrama bukan saja menuai banyak kecaman.
Pemberian grasi presiden kepada adik Mantan Bupati Bangli I Nengah Arnawa, itu juga disayangkan dan disesalkan dari kalangan aktivis, pekerja pers maupun kalangan advokad khususnya mantan kuasa hukum korban yang sejak awal mengawal kasus AA Prabangsa.
Terlebih lagi istri Almarhum AA Prabangsa, Anak Agung Sagung Mas Prihantini.
Sagung Prihantini yang kini sudah bangkit dari cobaan terberat dalam hidupnya itu harus kembali dibuat sedih, emosi, dan bingung dengan keputusan orang nomor satu di Republik ini.
“Saya belum bisa menyampaikan apa-apa. Jujur saya shock, bingung dan emosi dengan apa yang saya dengar (tentang grasi) itu,”terangnya saat dihubungi Jawa Pos Radar Bali, Selasa (22/1).
Menurutnya, kebingungan ibu dua anak itu karena ia tak tahu harus mengatakan dan berbuat apa. “Saya baru dengar tadi. Itupun dari Bu Santy Sastra (Putu Suprapti Santy Sastra),”kata Sagung Prihantini.
Bahkan saat ditanya soal sikapnya tentang grasi yang diberikan kepada otak pembunuh suaminya, Sagung Prihantini hanya mengatakan. “Kok begini ya, kenapa pemerintah membuka luka lama saya lagi dengan cara begini,”ujar Sagung sedih.
Seperti diketahui, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi bagi 115 narapidana kasus pembunuhan .
Dalam surat presiden setebal 40 halaman, itu satu diantaranya tertera nama I nengah Susrama terpidana seumur hidup kasus pembunuhan berencana (340 KUHP).
Susrama berada di urutan 94, dengan keterangan perkara pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama, berdasar putusan PN Denpasar Nomor: 1002/Pid.B/2009/PN.DPS/ tanggal 15 Februari 2010 juncto putusan PT Denpasar Nomor 29/PID/2010/PT.DPS tanggal 16 April 2010 juncto putusan Kasasi MA Nomor 1665K/PID/2010 tanggal 24 September 2010.
“Memberikan remisi berupa perubahan dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara kepada narapidana yang namanya tercantum dalam lampiran keputusan presiden.” Demikian petikan salah satu kalimat yang tertuang dalam surat keputusan presiden.