DENPASAR-Keputusan Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi membebaskan pimpinan Jamaah Ansharut Tauhid Abu Bakar Ba’asyir atau Ustadz Abu dinilai sebagai keputusan yang kebablasan.
Meski pembebasan Ustadz Abu didasari atas alasan kemanusian, namun keputusan Jokowi itu juga diakui sebagai keputusan tidak layak dan mencederai atau melukai masyarakat Bali, khususnya bagi para keluarga korban bom Bali I 2002 silam.
Seperti disampaikan salah satu aktivis Bali I Gusti Ngurah Komang Karyadi.
Menurutnya, meski pemberian keputusan pembebasan bersyarat, grasi, amnesti, abolisi bukan sesuatu hal yang baru, namun khusus untuk pembebasan bagi Abu Bakar Ba’asyir dinilai kebablasan.
“Bukan hal baru, seperti dalam pembebasan Antasari Azhar (mantan ketua KPK), Eva Bande ( Aktivis Eva Susanti Hanafi Bande) dan seterusnya.
Namun, dalam konteks ABB (Abu Bakar Ba’asyir) agak kebablasan. Apalagi pembebasan itu dalam suasana menjelang Pemilu (Pilpres/Pileg),” terang Ngurah Karyadi kepada Jawa Pos Radar Bali, Rabu (23/1).
Bahkan menurut Ngurah Karyadi, ABB tidak layak mendapatkan pembebasan, grasi, abolisi, ataupun amnesti.
Alasannya? Pertama selain ABB atau kuasa hukumnya tidak pernah mengajukan secara resmi terkait dengan permohonan tersebut, kedua sampai hari ini belum ada pengakuan bersalah dari ABB, dan bahkan menolak eksistensi kekuasaan demokratis dan penegakan hukum NKRI.
“Ketiga, kualifikasi perbuatan yang dilakukan ABB termasuk extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa dalam bentuk teror dan terorisme, sehingga harus berhati-hati dalam pertimbangan pembirian tersebut,”tegasnya.
Sehingga lanjut Ngurah Karyadi, dengan adanya keputusan Jokowi membebaskan ABB hal itu diakui sangat wajar jika sebagian besar masyarakat Bali kecewa.
Kesadaran untuk memahami kekecewaan (masyarakat Bali), itu kata Ngurah Karyadi, akibat aksi terorisme yang dilakukan ABB, banyak dari warga (masyarakat) lokal Bali, nasional, bahkan internasional yang menjadi korban langsung maupun tidak langsung.
“Tentu hal ini harus di suarakan dan disikapi terus menerus oleh para pengambil keputusan ini. Jika tidak, maka keputusan (membebaskan ABB) bisa menggerus popularitas dan suara pemilih presiden selaku incumbent dalam Pemilu 17 April 2019 mendatang,” tukasnya.