DENPASAR-Dugaan adanya unsur kepentingan politik atas pemberian grasi oleh Presiden Joko Widodo terhadap I Nengah Susrama, otak pembunuhan berencana Wartawan Jawa Pos Radar Bali AA Gede Bagus Narendra Prabangsa terus menuai sorotan publik.
Bukan hanya sorotan, namun sejumlah kecaman, dan kekecewaan atas keputusan presiden memberikan grasi hukuman dari awalnya seumur hidup menjadi 20 tahun, itu juga terus bergulir.
Banyak pihak, terlebih para pekerja pers mengecam keputusan presiden memberikan grasi bagi otak pembunuhan sadis pada 2009 silam itu.
Kalangan pekerja pers menilai, pemberian grasi bagi adik kandung mantan Bupati Bangli I Nengah Arnawa itu juga telah menodai dan mengancam kemerdekaan dan kebebasan pers.
Terkait dugaan adanya kepentingan dan unsur politis dalam pemberian grasi bagi Surama oleh presiden, hal ini langsung dibantah politisi PDI Perjuangan Dapil Badung yang juga Ketua Komisi I DPRD Bali Ketut Tama Tenaya.
Dikonfirmasi Jawa Pos Radar Bali, Kamis (24/1), Tama Tenaya langsung menampik.
“Saya kira tidak ada hubungannya dengan PDI Perjuangan (PDIP),”tandasnya.
Lebih lanjut, Tama Tenaya juga menyatakan jika grasi tersebut merupakan kewenangan dari pemerintah sendiri. Dalam hal ini pihak yudikatif.
“Kalau untuk grasi, sudah ada aturannya,” imbuhnya
Pun saat ditanya pendapatnya soal apakah Susrama selaku mantan kader PDI Perjuangan dengan suara terbanyak saat Pileg 2009 layak mendapatkan grasi atau remisi? Lagi-lagi Tama Tenaya menjawab dengan diplomatis.
“Selama sesuai aturan itu kan kewenangan yudikatif. Cuma sekarang yang perlu diketahui, apakah remisi itu sudah sesuai aturan? ini yang tahu pakar hukum dan yang berwenang,” tukasnya.