MENGENING – Musibah tanah longsor yang terjadi di Banjar Dinas Sangker, Desa Mengening, Kecamatan Kubutambahan, menimbulkan duka berbagai pihak.
Bukan hanya dari keluarga korban, namun juga dari kolega dan kerabat korban. Keluarga korban Ketut Budikaca sendiri, sempat merasakan sejumlah firasat jelang peristiwa tanah longsor itu terjadi.
Namun tak ada yang mengira bahwa firasat itu akan menjadi pertanda Budikaca bersama istri dan dua anaknya, akan pergi selamanya ke tanah wayah (meninggal dunia).
Wayan Kasih, 48, yang notabene kakak tertua korban Budikaca menuturkan, adiknya belakangan ini sangat perhatian pada dirinya.
Menurut Kasih, selama ini komunikasi dengan keluarga korban memang agak jarang. Sebab, Kasih memiliki sejumlah adik lainnya.
“Saya saudara sepuluh orang. Adik saya yang jadi korban ini anak nomor delapan,” ujar Kasih saat ditemui di rumah duka kemarin.
Saat adiknya membuat rumah, Kasih mengaku sudah khawatir. Ia sempat melarang adiknya membuat rumah di lokasi tersebut.
Namun ia tak bisa berbuat banyak, karena tidak ada lahan lain. “Adik saya cuma petani, kadang-kadang jadi buruh bangunan. Lahan yang ada cuma ini, jadi ya akhirnya hanya bisa maklum saja,” ungkapnya.
Sekitar dua bulan lalu, orang tuanya pun membangun senderan di sebelah timur rumah korban. Tujuannya, memperkuat tebing agar tak longsor. Namun apa daya, justru senderan itu yang jebol dan menimpa korban.
Kasih menuturkan, semenjak pulang pada hari raya Galungan lalu, adiknya menjadi semakin perhatian pada dirinya.
“Sering tanya gimana kondisi keluarga. Kadang kirim WA, kadang telepon. Hampir setiap hari, selalu tanya kabar,” ceritanya.
Sebelum kejadian, Kasih pun mendapat firasat tersendiri. Tepat pukul 01.00 Selasa dini hari, Kasih terjaga dari tidurnya. Saat itu hujan sangat lebat.
“Saya langsung kepikiran sama adik saya. Gimana kondisi Ketut di rumah. Hampir setengah jam saya tidak tidur.
Tadi pagi ditelpon kalau adik saya ada kejadian, langsung saya pulang ke Mengening. Perasaan saya sudah tidak karuan,” ungkap Kasih.