DENPASAR – Desakan kepada Presiden Jokowi untuk mencabut remisi pembunuh wartawan I Nyoman Susrama terus menggema.
Pasalnya, banyak prosedur dan ketentuan hukum yang ambigu dalam penerapan remisi I Nyoman Susrama.
Dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Udayana (Unud) Jimmy Z. Usfunan menegaskan, sebaiknya Presiden Jokowi meninjau kembali Keputusan Presiden (Keppres)
Nomor 29/2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara.
Menurut Jimmy, kendati secara hukum prosedur pemberian remisi sudah sesuai prosedur berdasar Keppres 174/1999 tentang Remisi, namun, bukan berarti bisa mengabaikan rasa keadilan masyarakat.
Dalam Pasal 9 ayat (1) Keppres 174/1999 disebutkan: “Narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup dan telah menjalani pidana paling sedikit 5 (lima) tahun
berturut-turut serta berkelakuan baik, dapat diubah pidananya menjadi pidana penjara sementara, dengan lama sisa pidana yang masih harus dijalani paling lama 15 tahun”.
Menurut Jimmy, kata “dapat” menekankan pada diskresi dari Menteri Hukum dan HAM melalui Dirjen Pemasyarakatan setelah mendapatkan usulan dari Kepala Lapas setelah permohonan dari narapidana.
“Dengan diskresi ini, seharusnya ada aspek-aspek lain yang menjadi pertimbangan dalam menindaklanjuti usul remisi tersebut,
sebagaimana dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik yakni aspek keadilan,” jelas Jimmy kepada Jawa Pos Radar Bali, kemarin (29/1).
Jimmy berharap Presiden mempertimbangkan kembali rasa keadilan dalam masyarakat melalui revisi Keppres 29/2018 tersebut.
Disamping itu, perlu adanya revisi terhadap Keppres 174/1999 yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. “Agar tidak ada lagi persoalan semacam ini di kemudian hari,” tegasnya.