DENPASAR – Pramoedya Ananta Toer memang telah tiada, hampir 13 tahun lalu. Namun, karya dan pemikirannya melampaui zaman.
Tak kunjung padam, tetap menyala. Bahkan, menjadi perbincangan generasi Z yang tak pernah merasakan hidup dalam rezim Orde Baru.
Seperti yang tertangkap dalam gelaran di Taman Baca Kesiman, Jalan Sedap Malam, Denpasar kemarin petang. Dalam merayakan ulang tahun (ultah) ke-94 Pram (6 Februari 1925-6 Februari 2019),
tiga kegiatan digelar sekaligus: live mural, bincang anak muda tentang Pramoedya dan sesi musik akustik Rabu (6/2).
Dalam bincang-bincang tersebut, lima generasi milenial didapuk sebagai pembicara. Yaitu Man Angga, Yogi Krisnadi, Adinda, Made Bagas, dan Reni Layon.
Sampai wafatnya Pramoedya, kelimanya hanyalah bocah-bocah, yang mungkin baru menginjak bangku sekolahan.
Namun, kelimanya berbicara tentang Pram. Tentu, mereka mengenal Pram melalui karya atau pemikirannya yang tertuang dalam karya sastra, esai, tulisan sejarah, atau video wawancara yang banyak beredar di Youtube, misalnya.
Pramoedya, sebagaimana diketahui telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 41 bahasa asing.
Dinda, dalam bincang sore itu menyatakan dengan membaca karya Pram, ia mendapatkan sebuah keberanian. Terutama pada novel Gadis Pantai, Bumi Manusia dan lain-lainya.
Tak hanya keberanian untuk melawan penindasan, salah satu hal yang sampai ini tertanam dalam diri Dinda membaca karya Pram adalah juga tidak boleh menindas orang lain.
Begitu juga dengan Yogi. Mahasiswa Universitas Udayana ini menyebut, Pram berani mendobrak. Dikatakan Pram itu ditakuti karena pemikirannya yang kritis, sedangkan pemerintah takut dengan orang yang kritis.
“Kalau kita memiliki sudut pandang, pasti anak muda tidak gampang dibodohi. Pram bisa mendobrak dan melawan. Saya dapati hal tersebut sejak membaca buku Pram,” tukasnya.
Masih di tempat yang sama, salah seorang seniman mural, yang dipanggil Peanut Dog mengaku membuat gambar Pramoedya yang dipadukan dengan Bob Marley.
Sebab, musisi reggae itu juga lahir pada tanggal yang sama, yakni 6 Februari 1945. 20 tahun setelah Pram.
Peanut Dog dari Komunitas Pojok mengerjakan mural dimulai pukul 3 sore sampai pukul 8 malam. “Ini Pram dengan Bob Marley ada tiga warna merah, kuning dan hijau, sama tanggal lahirnya,” ucapnya.
Menurutnya, Pram adalah sastrawan Indonesia yang hebat dan karyanya tidak pernah mati. Sampai wafatnya 30 April 2006 silam, Pram hanya berkali-kali dinominasilan menjadi peraih nobel.
Di luar itu, ia meraih banyak penghargaan, salah satunya Ramon Magsasay Award pada 1995.