BTP, Gong Xi Fa Cai!
Ups… Tidak cocok lagi. Terlalu Hokkian.
BTP, Xin Nian Kuai Le!
Ups… Juga kurang tepat. Masih terasa Tionghoa.
BTP, Selamat Tahun Baru Imlek!
Nah! Sudah terasa lebih Indonesia.
Saya memang tidak akan menulis nama #£¢§ lagi di sini. Itu janji saya di DI’s Way minggu lalu. Panggilan #£¢§ itu sangat khas Hokkian. Itu untuk memenuhi harapan #£¢§ sendiri. Agar publik memanggilnya dengan nama baru: BTP.
Basuki Tjahaya Purnama.
Nama baru.
Istri baru.
Partai baru.
”Tiga baru” itulah yang akan bikin BTP terus berkibar. Di dunia media.
Bahwa akhirnya kelak BTP masuk PDI-Perjuangan saya tidak akan kaget. Sudah biasa orang gonta-ganti partai. Semudah berganti kaus kaki.
Bahkan siapa tahu PDI-Perjuangan mengincarnya sebagai calon ketua umum. Atau setidaknya wakil ketua umum. Sebagai jalan tengah. Untuk menampilkan figur baru. Yang lebih bebas. Terutama dari persaingan para calon pengganti Megawati.
Siapa tahu PDI-Perjuangan mau bikin sejarah: kebangsaan itu di atas segala macam aliran. Ras. Suku. Agama.
Sudah sering dibuktikan Megawati. Seperti itu. Bagaimana bisa. Kalau bukan Megawati. Di provinsi kandang banteng seperti Jatim, PDI-Perjuangan memilih orang NU. Sebagai calon gubernur. Bahkan sekalian dengan wakil gubernurnya: Saifullah Yusuf-Azwar Anas. Meski sayangnya kalah lawan Khofifah-Emil Dardak.
PDI-Perjuangan juga sudah biasa mencalonkan suku Tionghoa sebagai kepala daerah. Wakil Gubernur Kalbar. Walikota Singkawang. Gubernur Jakarta.
Toh, track record BTP sudah sangat jelas. Tegas. Bersih. Tulus. Nasionalis. Cepat ambil putusan. Terbuka. Ceplas-ceplos. Sampai keceplosan Al Maida 51.
Pun BTP piawai dalam bicara: orang tidak bosan mendengar yang lagi ia omongkan. Tanpa teks sekali pun. Yang ada di pikirannya sama dengan yang diucapkannya. Beda dengan kebanyakan pejabat: senjang antara yang dipikirkan dan diucapkan.
Reputasi BTP hanya rusak sedikit. Sedikit sekali. Saat namanya masih yang tidak akan saya sebut lagi itu. Oleh keceplosannya itu. Rusaknya hanya di kalangan tertentu. Di kalangan lain justru memujinya. Membelanya. Dianggap martirnya. Pahlawannya.
Setelah kunjungannya ke kantor PDI-Perjuangan Bali akan ke mana lagi BTP?
Mungkin akan kawin dulu. Kan tidak mungkin ditunda. Videonya sudah terlanjur beredar luas. Bahwa BTP ke kediaman Osman Sapta. Alias Oso. Ketua Umum Partai Hanura. Minta restu.
Terlihat juga BTP memperkenalkan Puput. Gadis berumur 22 tahun. Polwan. Calon istrinya itu.
Bahkan Puput dipuji BTP setinggi langit. Sebagai wanita yang garis tangannya sama. Persis. Begitu semangatnya ingin menunjukkan persamaan itu. Sampai BTP minta Puput dipanggil masuk ruangan. Lalu ditunjukkanlah kepada Pak Oso. Telapak tangan calon istrinya itu. Dijajar dengan telapak tangannya sendiri. Lalu dihadapkan ke kamera.
Begitu persis, kata BTP. Yang oleh Oso dipuji sebagai terlihat lebih muda.
Saya tidak ahli garis tangan. Di mata saya telapak tangan dua orang itu memang sama. Persis. Dari video. Dari jauh.
Video itu beredar luas. Lengkap dengan identitas pembuatnya: Oso tv. Sudah pula diunggah ke YouTube.
Ternyata tidak hanya telapak tangan. Yang terlihat sama. Juga cara saling memanggil sayang. Puput memanggil BTP sebagai ”Yeobo”. BTP memanggil Puput dengan ”buin”. Sama-sama panggilan sayang gaya sinetron Korea.
”Yeobo” adalah panggilan sayang untuk suami. ”Buin” panggilan sayang untuk istri.
Puput juga terlihat mendemonstrasikan cara memanggil Yeobo seperti itu. Dengan mesranya.
Sayang Oso tidak bertanya: mulai kapan mereka saling memanggil suami-istri seperti itu.
Di situ BTP memang terlihat sebagai manusia baru: percaya pada garis tangan. Bahkan juga percaya pada cincin batu. Yang bisa mengeluarkan cahaya merah. Saat dimasukkan ke air di dalam gelas. Sampai merahnya menembus tujuh gelas yang dijejer.
Sayangnya hari berikutnya beredar video lain. Yang dibuat pedagang alat sulap Jakarta. Yang juga memiliki cincin yang mirip itu. Yang ia demonstrasikan. Yang membuat air berwarna merah. Lalu ia hancurkan batu itu. Dengan uleg-uleg. Di atas layah sambal. Ternyata di dalam batu itu ada baterainya.
Kelihatannya BTP sudah benar-benar menjadi manusia baru. Yang percaya begituan. Yang tidak mungkin terjadi saat namanya masih #£¢§.
Perubahan itu bisa saja membuat dukungan pada BTP kian luas. Bukankah yang percaya begituan lebih besar? Bukankah orang yang irrasional membenarkan banyak? Dibanding masyarakat yang rasional?
Ada lagi ucapan BTP yang mengejutkan. Mengutip teman kepercayaannya: ada wanita yang membawa hoki. Ada yang tidak.
Itu urusan BTP. Saya tidak menyalahkan. Atau membenarkan. Tapi entah mengapa saya jadi kasihan pada Vero. Yang secara tidak langsung disebut sebagai yang jenis tidak punya garis tangan itu.
Saya bisa membayangkan perasaan Vero. Tapi ia wanita agung. Tidak bereaksi apa pun. Demi nama baik BTP. Agar tetap bisa jadi orang hebat kelak. (dahlan iskan)