32 C
Jakarta
24 November 2024, 10:04 AM WIB

Dewan Bali Ingatkan Investor, Sempadan Pantai ‎Milik Publik

RadarBali.com – ‎Pansus ranperda bendega DPRD Bali memperluas substansi pembahasan draf ranperda.

Pansus menginginkan perda tidak hanyafokus pada pemberian bantuan keuangan bagi nelayan tradisional semata.

Namun, pansus juga menghendaki perlindungan ruang publik nelayan. Salah satu titik berat pembahasan ruang pebulik nelayan itu yakni terkait jarak sempadan pantai yang tidak boleh dikuasai oleh investor. 

Ketua Pansus Ranperda Bendega DPRD Bali, I Gusti Putu Budiartha, menyatakan sempadan pantai dengan jarak hingga 100 meter tidak bisa dikuasai investor.

Sebab, sempadan dengan jarahk 100 meter tersebut lantaran termasuk sebagai ruang publik.

“Keberadaan ranperda bendega nantinya diharapkan bisa memberi perlindungan bagi bendega (nelayan tradisional, Red),” ujar pria yang akrab disapa Gung Budhiarta.

Dijelaskan lebih lanjut, sesuai dengan perda rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP), wilayah sempadan pantai sampai jarak 100 meter itu adalah ruang umum, ruang milik publik milik masyarakat.

“Jadi, tidak boleh investor melarang bendega untuk menempatkan sarana prasarana penangkapan ikan seperti jukung, dan alat-alat lain,” tandasnya.

Terkait sanksi bagi investor yang melanggar peraturan tersebut, Budiarta mengatakan sanksi nantinya akan diatur secara lebih detail dalam perda kabupaten/kota.

Kendati demikian, dia berharap para bendega supaya betul-betul memperhatikan estetika sempadan pantai agar pantai di Bali terlihat asri dan indah.

“Tetap tidak boleh sembarangan juga dalam menempatkan alat-alat penangkapan ikan seperti jukung (perahu),” tegas politisi asal dapil Denpasar itu.

Dia kembali menegaskan, daerah pesisir Bali  hampir semua ditemukan adanya masalah eksploitasi wilayah pesisir oleh investor.

Banyak masalah seperti para investor melarang bendega menambatkan jukung perahu dan alat-alat menangkap ikan di wilayah pesisir.

Dia mencontohkan‎ nelayan di pesisir Jembrana selama ini banyak yang digusur oleh investor. Tidak diperbolehkan jukungnya bersandar.

Alhasil, kondisi tersebut membuat para nelayan kelimpungan mencari tempat parkir.‎  Ditambahkan, perda bendega ini nantinya akan mengatur kedudukan kelembagaan bendega secara umum sebab pihaknya ingin memposisikan bendega agar bisa selevel dengan lembaga subak.

Mengingat bendega juga memiliki sistem atau menganut falsafah berdasarkan tri hita karana. Terkait kelompok nelayan non-hindu, menurutnya tak masalah.

Penetapan ranperda bendega ini tetap memakai acuan konsep tri hita karana dan kearifan lokal. Ditegaskan, bagi kelompok nelayan yang non Hindu tetap tidak ada diskriminasi.

Nanti akan diberdayakan, dilindungi oleh pemerintah sesuai dengan UU No.7/2016. Setelah disahkan, diharapkan pemerintah melakukan pendataan terhadap bendega dan memberikan bantuan.

Bantuan ini memang tidak uang secara gelondongan tetapi memberikan bantuan harus sesuai kebutuhan bendega. Salah satunya berbentuk dana hibah atau bansos.

RadarBali.com – ‎Pansus ranperda bendega DPRD Bali memperluas substansi pembahasan draf ranperda.

Pansus menginginkan perda tidak hanyafokus pada pemberian bantuan keuangan bagi nelayan tradisional semata.

Namun, pansus juga menghendaki perlindungan ruang publik nelayan. Salah satu titik berat pembahasan ruang pebulik nelayan itu yakni terkait jarak sempadan pantai yang tidak boleh dikuasai oleh investor. 

Ketua Pansus Ranperda Bendega DPRD Bali, I Gusti Putu Budiartha, menyatakan sempadan pantai dengan jarak hingga 100 meter tidak bisa dikuasai investor.

Sebab, sempadan dengan jarahk 100 meter tersebut lantaran termasuk sebagai ruang publik.

“Keberadaan ranperda bendega nantinya diharapkan bisa memberi perlindungan bagi bendega (nelayan tradisional, Red),” ujar pria yang akrab disapa Gung Budhiarta.

Dijelaskan lebih lanjut, sesuai dengan perda rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP), wilayah sempadan pantai sampai jarak 100 meter itu adalah ruang umum, ruang milik publik milik masyarakat.

“Jadi, tidak boleh investor melarang bendega untuk menempatkan sarana prasarana penangkapan ikan seperti jukung, dan alat-alat lain,” tandasnya.

Terkait sanksi bagi investor yang melanggar peraturan tersebut, Budiarta mengatakan sanksi nantinya akan diatur secara lebih detail dalam perda kabupaten/kota.

Kendati demikian, dia berharap para bendega supaya betul-betul memperhatikan estetika sempadan pantai agar pantai di Bali terlihat asri dan indah.

“Tetap tidak boleh sembarangan juga dalam menempatkan alat-alat penangkapan ikan seperti jukung (perahu),” tegas politisi asal dapil Denpasar itu.

Dia kembali menegaskan, daerah pesisir Bali  hampir semua ditemukan adanya masalah eksploitasi wilayah pesisir oleh investor.

Banyak masalah seperti para investor melarang bendega menambatkan jukung perahu dan alat-alat menangkap ikan di wilayah pesisir.

Dia mencontohkan‎ nelayan di pesisir Jembrana selama ini banyak yang digusur oleh investor. Tidak diperbolehkan jukungnya bersandar.

Alhasil, kondisi tersebut membuat para nelayan kelimpungan mencari tempat parkir.‎  Ditambahkan, perda bendega ini nantinya akan mengatur kedudukan kelembagaan bendega secara umum sebab pihaknya ingin memposisikan bendega agar bisa selevel dengan lembaga subak.

Mengingat bendega juga memiliki sistem atau menganut falsafah berdasarkan tri hita karana. Terkait kelompok nelayan non-hindu, menurutnya tak masalah.

Penetapan ranperda bendega ini tetap memakai acuan konsep tri hita karana dan kearifan lokal. Ditegaskan, bagi kelompok nelayan yang non Hindu tetap tidak ada diskriminasi.

Nanti akan diberdayakan, dilindungi oleh pemerintah sesuai dengan UU No.7/2016. Setelah disahkan, diharapkan pemerintah melakukan pendataan terhadap bendega dan memberikan bantuan.

Bantuan ini memang tidak uang secara gelondongan tetapi memberikan bantuan harus sesuai kebutuhan bendega. Salah satunya berbentuk dana hibah atau bansos.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/