32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 16:15 PM WIB

Sedimentasi Parah, Pengusaha Galian C Incar Sungai Biluk Poh

NEGARA – Wacana normalisasi sungai dengan pengerukan material sedimentasi sungai Biluk Poh, Kecamatan Mendoyo, pascabanjir bandang 22 Desember lalu, dilirik pengusaha galian C.

Mereka berniat mengeksplorasi pasir sungai untuk diperjualbelikan. Langkah ini sebagai bagian dari cara untuk mengurangi sedimentasi sungai yang semakin parah.

Perbekel Penyaringan Made Dresta saat bertemu anggota komisi III DPRD Bali  IGA Diah Werdhi Srikandi, Balai Wilayah Sungai Bali Penida, Dinas Kehutanan Bali, di Balai Tempek,

Balai Banjar Anyar, Desa Penyaringan, Mendoyo, mengatakan, setelah banjir bandang pemerintah kabupaten merencanakan pengerukan sedimentasi sungai yang sebagian besar material pasir.

Kemudian beberapa pengusaha galian C mendatangi dirinya untuk membantu desa melakukan pengerukan tanpa mengeluarkan biaya.

Asalkan material boleh diambil pengusaha galian C. “Sudah banyak yang datang, tapi tidak kami izinkan,” ungkap Made Dresta.

Kondisi sungai, lanjutnya, memang sedimentasinya sangat tinggi. Disamping itu, senderan sungai banyak jebol, sehingga membuat warga yang tinggal di pinggiran sungai selalu waswas.

Karena banjir bandang sungai yang membelah Desa Penyaringan dan Kelurahan Tegal Cangkring tersebut sudah dua kali terjadi, pada tahun 1998 memakan korban jiwa.

Selain membutuhkan normalisasi sungai dengan pengerukan sedimentasi, Made Dresta berharap ada pembangunan tanggul sungai

agar segera diperbaiki sebelum terjadi banjir bandang lagi dan menelan korban jiwa, terutama warga yang tinggal di pinggir sungai.

Sistem peringatan dini banjir juga diperlukan untuk menghindari korban jiwa. “Bulan Desember lalu, beruntung tidak ada korban karena ada peringatan sebelumnya, sehingga warga segera menyelamatkan diri,” ungkapnya.

Denny Setya Wijaya, Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Balai Wilayah Sungai Bali Penida mengatakan,

apabila ada pengusaha galian C yang menawarkan diri untuk membantu pengerukan dan materialnya diperjualbelikan tidak boleh dilakukan.

“Kecuali alat beratnya mengeruk sungai dan material dipindah ke pinggiran sungai untuk memperkuat senderan boleh,” ungkapnya.

Mengenai kondisi sungai Biluk Poh, setelah kejadian banjir sudah berkoordinasi dengan pihak Bina Marga karena berada di ruas jalan nasional untuk melakukan normalisasi sesuai dengan penanggulangan bencana.

Sesuai kewenangan Balai Sungai Bali Penida, sudah melakukan identifikasi terhadap tebing sungai yang mengalami kerusakan dan longsor.

Berdasar identifikasi tersebut, memang memerlukan normalisasi sungai dan perbaikan tanggul sungai. Pihaknya mengusulkan anggaran biaya perbaikan akan diajukan pada tahun 2019, kalau 2019 tidak memungkinkan akan dilanjutkan 2020.

“Artinya kami tidak diam, kami lakukan percepatan-percepatan,” ungkapnya. Menurut Denny, ada informasi dari desa kondisi di hilir ada tebing yang rusak.

Namun akan dilakukan pengecekan terlebih dahulu untuk memastikan. Selain di hilir, kondisi dekat laut akan dicek lagi apakah perlu ditangani dan menjadi skala prioritas.

“Sistem peringatan dini sama hanya dengan tsunami, ketika terjadi di luar kondisi normal akan ada peringatan sehingga bisa lakukan evakuasi lebih awal. Itu nanti akan kaji lebih lanjut,” terangnya.

NEGARA – Wacana normalisasi sungai dengan pengerukan material sedimentasi sungai Biluk Poh, Kecamatan Mendoyo, pascabanjir bandang 22 Desember lalu, dilirik pengusaha galian C.

Mereka berniat mengeksplorasi pasir sungai untuk diperjualbelikan. Langkah ini sebagai bagian dari cara untuk mengurangi sedimentasi sungai yang semakin parah.

Perbekel Penyaringan Made Dresta saat bertemu anggota komisi III DPRD Bali  IGA Diah Werdhi Srikandi, Balai Wilayah Sungai Bali Penida, Dinas Kehutanan Bali, di Balai Tempek,

Balai Banjar Anyar, Desa Penyaringan, Mendoyo, mengatakan, setelah banjir bandang pemerintah kabupaten merencanakan pengerukan sedimentasi sungai yang sebagian besar material pasir.

Kemudian beberapa pengusaha galian C mendatangi dirinya untuk membantu desa melakukan pengerukan tanpa mengeluarkan biaya.

Asalkan material boleh diambil pengusaha galian C. “Sudah banyak yang datang, tapi tidak kami izinkan,” ungkap Made Dresta.

Kondisi sungai, lanjutnya, memang sedimentasinya sangat tinggi. Disamping itu, senderan sungai banyak jebol, sehingga membuat warga yang tinggal di pinggiran sungai selalu waswas.

Karena banjir bandang sungai yang membelah Desa Penyaringan dan Kelurahan Tegal Cangkring tersebut sudah dua kali terjadi, pada tahun 1998 memakan korban jiwa.

Selain membutuhkan normalisasi sungai dengan pengerukan sedimentasi, Made Dresta berharap ada pembangunan tanggul sungai

agar segera diperbaiki sebelum terjadi banjir bandang lagi dan menelan korban jiwa, terutama warga yang tinggal di pinggir sungai.

Sistem peringatan dini banjir juga diperlukan untuk menghindari korban jiwa. “Bulan Desember lalu, beruntung tidak ada korban karena ada peringatan sebelumnya, sehingga warga segera menyelamatkan diri,” ungkapnya.

Denny Setya Wijaya, Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Balai Wilayah Sungai Bali Penida mengatakan,

apabila ada pengusaha galian C yang menawarkan diri untuk membantu pengerukan dan materialnya diperjualbelikan tidak boleh dilakukan.

“Kecuali alat beratnya mengeruk sungai dan material dipindah ke pinggiran sungai untuk memperkuat senderan boleh,” ungkapnya.

Mengenai kondisi sungai Biluk Poh, setelah kejadian banjir sudah berkoordinasi dengan pihak Bina Marga karena berada di ruas jalan nasional untuk melakukan normalisasi sesuai dengan penanggulangan bencana.

Sesuai kewenangan Balai Sungai Bali Penida, sudah melakukan identifikasi terhadap tebing sungai yang mengalami kerusakan dan longsor.

Berdasar identifikasi tersebut, memang memerlukan normalisasi sungai dan perbaikan tanggul sungai. Pihaknya mengusulkan anggaran biaya perbaikan akan diajukan pada tahun 2019, kalau 2019 tidak memungkinkan akan dilanjutkan 2020.

“Artinya kami tidak diam, kami lakukan percepatan-percepatan,” ungkapnya. Menurut Denny, ada informasi dari desa kondisi di hilir ada tebing yang rusak.

Namun akan dilakukan pengecekan terlebih dahulu untuk memastikan. Selain di hilir, kondisi dekat laut akan dicek lagi apakah perlu ditangani dan menjadi skala prioritas.

“Sistem peringatan dini sama hanya dengan tsunami, ketika terjadi di luar kondisi normal akan ada peringatan sehingga bisa lakukan evakuasi lebih awal. Itu nanti akan kaji lebih lanjut,” terangnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/