NEGARA – Anggapan bahwa hutan desa di utara Jembrana menjadi penyebab terjadinya banjir di hilir sungai, ditepis dinas kehutanan provinsi Bali.
Pasalnya, hutan desa di Jembrana meski sudah ada surat keputusan (SK) Menteri Kehutanan, sampai saat ini belum ada yang berjalan.
Jadi, anggapan hutan desa menjadi penyebab banjir tidak benar. Menurut Kabid Pengelolaan DAS dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kehutanan Provinsi Bali Abdul Muthalib,
banjir yang terjadi di hilir sungai di Jembrana, tidak tepat jika hutan desa disebut menjadi biang keladinya.
Karena hutan desa ini merupakan program pemerintah, dimana negara hadir dalam rangka pelestarian hutan dan masyarakat sejahtera.
Khusus untuk wilayah Jembrana, persoalan awen dari tahun ke tahun tidak pernah terselesaikan. Warga yang meng-awen atau mengalihfungsikan hutan dengan
tanaman musiman sulit dihentikan, karena itu dengan hutan desa sebagai salah satu cara pemerintah agar masyarakat ikut mengelola hutan yang lebih legal.
“Tidak lagi kejar-kejaran dengan petugas. Dan dulu yang dulu paradigma security approach, pendekatan keamanan dengan kejar-kejaran tapi tidak ada hasilnya,” ujarnya.
Karena itu, dengan aturan hutan desa ini masyarakat lebih tenang lagi memanfaatkan kawasan hutan secara legal.
Karena hutan desa izin dikeluarkan menteri kehutanan. Dalam pengelolaan hutan desa, ada hak dan kewajiban yang menerima hutan desa.
Nantinya bermuara pada pelestarian lingkungan dan berujung pada kesejahteraan masyarakat. “Artinya jangan sampai ada cerita hutan desa merusak lingkungan,” ungkapnya.
Hutan desa di Jembrana, saat ini berada di 9 desa. Pihaknya sudah menyusun rencana kerja hutan desa, rencana kerja tahunan untuk menjadi arahan pengelola hutan desa.
Karena itu, sampai saat ini hutan desa belum ada yang memulai. “Hutan desa belum ada mulai. Makanya kalau ada pandangan merusak dan menyebabkan banjir, pandangan salah karena hutan desa belum berjalan,” tegasnya.
Mengenai kondisi hutan di Jembrana, dari luas total hutan 35 ribu hektare, ada sekitar 108 hektare lebih kritis.
Baik rusak karena faktor alam dan ulah manusia. Pihaknya juga sudah melakukan langkah rehabilitasi di dalam maupun di luar kawasan dengan menanam bibit pohon.
“Harus semua bertanggungjawab, hutan ini aset negara, jadi kewajiban warga negara melestarikan hutan,” tandasnya.
Diduga, salah satu penyebab rusaknya hutan di wilayah utara Jembrana ini adalah awen yang membabat hutan dan mengganti tanaman seperti pisang, jagung dan tanaman produksi lainnya.
Berubahnya fungsi hutan ini yang menjadi salah satu penyebab banjir di hilir karena kurangnya resapan air di hutan.