RadarBali.com – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) RSUD Mangusada, Badung, senilai Rp 21 M lebih dengan terdakwa Muhammad Yani Khanifudin, 42, dan Ketut Sukartayasa, 49, Rabu kemarin (6/9) berlangsung panas.
Memanasnya sidang dengan agenda pemeriksaan saksi, itu menyusul dengan dihadirkannya I Gusti Agung Ngurah Sugiantara dan I Ketut Nukariana, dua dari lima saksi bagi terdakwa Ketut Sukartayasa, 49 di ruang sidang Pengadilan Tipikor Denpasar.
Dua saksi yang tak lain mantan anak buah Sukartayasa di bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) ini pun bukan hanya membuat Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Wayan Suardi dan Rika Ekayanti berang, namun pimpinan majelis hakim yakni I Wayan Sukanila pun juga terlihat memberikan teguran kepada saksi secara berulang-ulang.
Munculnya teguran majelis hakim dan kemarahan JPU di persidangan bermula dari kedua saksi yang terus memberikan keterangan plin-plan dan berubah-ubah.
Puncak kemarahan Jaksa yang dikoordinatori Wayan Suardi saat saksi ditanya terkait tupoksi, prosedur pengadaan, penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pengadaan, serta proses lelang.
Pasalnya meski prosedur diakui dua saksi sesuai prosedur, namun saksi menyebut permasalahan ada pada saat penyusunan HPS.
Namun saat dikejar, terkait permasalahan, dua saksi yang sebelumnya menjadi anggota ULP lebih banyak menjawab lupa, tidak tahu dan bahkan memberi jawaban diluar pertanyaan.
Yang paling parah, ketika saksi ditanya terkait proses lelang. Dikatakan saksi Ketut Nukariana dan Gusti Agung Ngurah Sugiantara, ada tiga tahap lelang.
Pada tahap pertama dan kedua, semua peserta lelang termasuk PT. MMI dinyatakan gugur dengan dalih tidak memenuhi persyaratan administrasi maupun teknis.
Tetapi ditahap ketiga, MMI dijadikan sebagai pemenang lelang. “Kenapa kok ditahap satu dan dua gugur, kemudian di tahap tiga bisa masuk dan menang?, “ujar Jaksa Suardi.
Ditanya begitu, saksi berdalih sudah ada klarifikasi dan atas keputusan tim yang di dalamnya meliputi ketua panitia, tim ULP, Pokja, PPK dan PPTK.
Kemudian atas jawaban saksi, JPU kembali menanyakan kepada saksi terkait adanya dugaan interversi ataupun pemaksaan dan ancaman kepada PT MMI. Atas pertanyaan itu, saksi menjawab tidak ada.
Atas pertanyaan itu, Jaksa kemudian menunjukkan adanya surat pernyataan terkait adanya ancaman dan sanksi black list kepada PT. MMI yang dibuat oleh pihak ULP.
Atas bukti itu, saksi menjawab bahwa pernyataan itu hanya sebagai bentuk komitmen dan jaminan bagi MMI.
Kontan atas dalih itu, Jaksa Suardi langsung berang. “Anda jangan plin-plan. Tadi dibilang tidak ada tekanan, sedangkan soal ancaman black list anda bilang itu sebagai jaminan, padahal jaminan sudah ada. Bisa-bisa anda saya dudukkan di sana (kursi terdakwa), “ancam Jaksa.
Atas ancaman jaksa, saksi kemudian menjelaskan bahwa sebenarnya ada klarifikasi dari PT. MMI yang menyatakan tidak sanggup dan mengundurkan diri.
Tapi kemudian muncul surat pernyataan yang intinya PT MMI sebagai pemenang lelang. Bahkan akibat adanya tekanan dan rasa takut itulah, PT MMI selaku rekanan akhirnya menandatangani dokumen kesanggupan menjalankan proyek.
Sayangnya saat ditanya soal siapa yang membuat surat pernyataan, saksi diam dan menunduk, kemudian mengatakan tidak tahu.
Bahkan, melempar kepada tiga saksi lain yakni saksi dari bagian Layananan Pengadaan Secara Elektonik (LPSE) I Gede Wiranata, AA Ngurah Alit Widyaadnyaba dan I Made Aryawan.
Padahal, ketiganya tidak tahu menahu soal proses lelang maupun lainnya. Atas keterangan saksi, terdakwa Sukartayasa yang diberikan waktu memberikan tanggapan meminta kepada saksi jujur dan berterus terang.
“Anda harus jujur dan jangan bohong, biar saya tidak duduk di sini sendiri, “tegasnya. Sedangkan secara terpisah, terdakwa Muhammad Yani Khanifudin, 42, yang sebelumnya menyatakan keberatan atas dakwaan JPU, kemarin mengajukan eksepsi.
Inti dari nota keberatan yang disampaikan penasehat hukum terdakwa Hadi Apri Handoko atas dakwaan JPU, itu selain menyebut bahwa kliennya hanyalah sebagai korban persekongkolan oknum, alasan lain keberatan surat dakwaan JPU karena kliennya tidak tahu menahu.
“Klien kami selaku pemilik dari PT MMI tidak tahu apa-apa, karena nama PT MMI itu dipinjam oleh I Ketut Budiarsa selaku peserta lelang dalam pengadaan alkes tahun anggaran 2013 pada RSUD Badung yang sampai sekarang tidak pernah diperiksa “jelasnya.
Karena atas alasan itu, terdakwa menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak lengkap, prematur, dan error in persona.