MANGUPURA – Sebanyak 46 Desa di Kabupaten Badung digelontor bantuan Dana Desa. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Badung bersama tim juga melakukan pengawasan dan verifikasi.
Kalau desa tidak menyetor laporan bulanan, dana tersebut tidak bisa dicairkan. Sebagai catatan, tahun ini total dana desa yang dialokasikan untuk 46 desa di Badung sebesar Rp 675.214.739.785.
Dana tersebut meliputi penyisihan 10 persen pajak daerah sebesar Rp 561.188.431.928, penyisihan 10 persen restribusi daerah sebesar Rp 16.781.015.257,
alokasi dana desa (ADD) yang bersumber dari dana perimbangan sebesar Rp 44.660.525.600 dan dana desa yang bersumber dari APBN sebesar Rp 52.584.767.000.
Pemberiannya sesuai Surat Keputusan Bupati Badung No. 115/0419/HK/2018 tentang Penetapan Bagi Hasil Dana Pajak Daerah dan Restribusi Daerah, Bagi Hasil Dana Perimbangan dan Dana Desa Kepada Pemerintah Desa di Kabupaten Badung Tahun 2019.
“Dana untuk desa itu ada dari beberapa sumber. Nah, dari masing-masing sumber ada pola pengawasannya,” terang Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Badung Putu Gede Sridana.
Seperti dana desa bersumber dari APBN mulai dari perencanaan ada pola, persentase dan lain sebagainya sudah ada petunjuknya dari
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Setelah itu dalam pelaksanaanga BPKP mengawasi penuh dan harus ada laporan tiap bulan.
“Kalau belum ada laporan, tahap selanjutnya tidak dicairkan. Itu untuk dana desa dari pusat. Pembagiannya tiga kali dalam setahun,” jelas Sridana.
Kalau di luar dana desa yakni dari bagi hasil pajak, retribusi daerah dan lainnya itu melalui mekanisme verifikasi tim gabungan Pemkab Badung.
Kemudian, disesuaikan dengan mekanisme program yang dibuat desa. “Dalam pelaksnannya kami membina tiap bulannya, penggunaan harus sesuai dengan perencanaannya,” ungkapnya.
Pencairannya sesuai target realisasi pajak dan retribusi daerah. Yakni setiap realiasi bulanan, sebanyak 10 persen langsung dibagi untuk desa.
Terakhir, ditutup tahun anggaran, desa membuat laporan secara keseluruhan. Kalau belum ada laporan pertanggungjawaban setiap bulannya, dana untuk desa ini juga tidak bisa dicairkan.
“Nanti pengawasan berikut dari instansi pengawas dalam hal ini Inspektorat Badung baik pengawasan insendentil maupun secara sample,” jelasnya.
Sementara dari 46 desa, Desa Pelaga mendapatkan alokasi dana terbesar mencapai Rp 21,7 miliar lebih.
Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara juga mendapatkan dana yang besar yaitu Rp 21,5 miliar lebih. Sedangkan untuk alokasi dana terkecil diterima Desa Kuwum sebesar Rp 11.7 miliar lebih.
Pembagian dana ini juga ada indikator yang dipakai Pemkab Badung. “Pembagian ada formulasinya. Pertama dilihat dari jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah banjar dan desa adat,
dan jumlah orang miskin. Desa Pelaga wilayahnya luas, desa adat banyak dan orang miskin masih tinggi. Itu indikator. Perhitungan terbuka karena totalnya harus seimbang sesuai diserahkan ke APBD,” terangnya.
Kendati pihaknya telah melakukan pengawasan tentu tidak bisa memelototi setiap hari sehingga peran BPD di masing-masing desa juga ikut mengawasi.
Begitu juga peran serta masyarakat juga diperlukan untuk saling mengawasi. Sehingga tidak ada penyalahgunaan dana desa. “Tahap awal pembagian dana untuk desa sudah dilakukan,” pungkasnya.