Dua kakak beradik siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Gianyar, Putu Gede Wijaya Kusuma, 12, dan Kadek Agus Adi Kusuma, 9, bisa dibilang bocah tangguh di Bali.
Mereka berdua membantu orang tua berjualan es lilin keliling kota. Tanpa malu. Semua kerja keras itu keduanya lakukan agar bisa sekolah.
IB INDRA PRASETIA, Gianyar
DI bawah terik sinar mentari, dua bocah cilik mengayuh sepeda gayung mereka beriringan. Jawa Pos Radar Bali melihat mereka di Jalan Ngurah Rai Gianyar.
Keduanya tampak mengenakan topi, t-shirt lengan panjang dan membawa tas kompek. Sekilas mereka seperti mau lancong.
Tapi, di belakang boncengan sepeda mereka, ada termos yang dibawa. Termos itu dibuatkan dudukan modifikasi sehingga termos bisa berdiri tegak.
Si kakak, Gede Wijaya membawa termos warna hijau, sedangkan si adik Kadek Agus membawa termos warna merah.
Di sepanjang jalan yang dilintasi, Gede Wijaya, siswa kelas VI dan Kadek Agus siswa kelas III, menawarkan es lilin kepada masyarakat.
“Es pak, es lilin,” ujar Gede Kusuma menawarkan es kepada orang yang dijumpainya. Mereka berdua melakoni rutinitas itu sepulang sekolah.
Jika tidak ada pekerjaan rumah (PR), mereka langsung keliling berjualan es. “Awal jualan malu, mulai jualan saya mulai kelas lima. Lalu adik saya ikut menemani bawa es juga,” kenang Gede Wijaya, kepada koran ini, kemarin.
Putra dari pasangan suami istri I Nyoman Suriadi dan Ni Nyoman Sita Kumara ini mengatakan sudah setahun lebih jualan es keliling naik sepeda.
Mereka tinggal di lingkungan Candi Baru, kelurahan Gianyar. Dari Candi Baru, mereka keliling wilayah kota Gianyar.
Di termos yang mereka bonceng, berisi 100 biji es lilin beraneka rasa. Ada rasa kacang ijo; nangka; durian; rujak; dan rasa injin.
Harga yang ditawarkan sangat murah, sebesar Rp 1000. Sedikit promosi, rasa es lilin mereka segar, tanpa pemanis buatan dan tanpa bahan pengawet.
Rute jualan yang ditempuh dimulai dari lingkungan Candi Baru tempat tinggalnya, menuju kawasan GOR Kebo Iwa, ke pertokoan, singgah di beberapa instansi hingga ke RS Sanjiwani Gianyar.
Gede Wijaya mengaku, apabila es yang mereka bawa habis sebelum sore, mereka akan balik pulang ke rumah untuk mengambil stok es.
Apabila es mereka tidak habis, mereka akan mangkal atau keliling. Jika sudah larut, mereka akan pulang. “Es ini dibuat, dibantu sama ibu,” jelasnya.
Jam kerja dua bocah ini tak tanggung-tanggung, bisa sampai pukul 22.00. “Setelah makan siang langsung keluar jualan. Sekitar jam sepuluh (22.00) baru istirahat,” terangnya.
Keduanya mengaku tidak lelah bejualan keliling, bahkan sampai malam. Mereka justru semangat berjualan karena bisa membantu kedua orang tuanya. Ibu mereka bekerja di garmen dan ayah swasta.
“Kami mau bantu orang tua, untuk tambah uang jajan juga,” terangnya. Pengamatan Jawa Pos Radar Bali, es yang mereka jual termasuk laris.
Satu pelanggan bisa membeli 5 biji sampai 10 biji. Disamping itu, dua bocah itu juga telaten melayani pembeli. Jika yang belanja banyak, maka dua bocah ini akan memberikan tas kresek.
Pengakuan salah satu pelanggan, Kadek Bawa, warga Abianbase, Gianyar, mengaku kerap melihat dua bocah itu di pusat keramaian.
“Mereka jualannya sopan, tidak memaksa,” ujarnya. Yang banyak membeli es lilin mereka adalah ibu-ibu.