DENPASAR – Polemik warga negara asing (WNA) masuk ke dalam daftar pemilih tetap (DPT) pemilu 2019 akhirnya menemui titik terang.
Ini setelah KPUD Bali mencoret 27 orang dari 34 WNA yang sempat masuk ke dalam DPT.
“Dari 29 WNA yang ada, 2 orang (statusnya) sudah WNI, sedangkan 27 orang memang WNA. 27 orang WNA ini langsung kami coret,” tandas Ketua KPU Provinsi Bali Dewa Agung Gede Lidartawan kemarin.
Pencoretan WNA ini disambut gembira kader senior PDI Perjuangan sekaligus anggota tim sukses pasangan calon (paslon) Jokowi – Ma’ruf Amin.
“Kami memang dari awal minta WNA yang masuk DPT untuk dicoret karena WNA tidak punya hak pilih. Ini sekaligus supaya tidak terjadi konflik,” kata kader senior PDI Perjuangan Bali, Ketut Tama Tenaya.
Pria yang juga Ketua Komisi I DPRD Bali, itu berharap dengan pencoretan WNA tidak ada lagi polemik di tengah masyarakat.
Disinggung apakah kasus ini bisa “digoreng” pihak tertentu, sehingga bisa berpotensi merugikan paslon Jokowi – Ma’ruf, Tama menyebut hal seperti itu bisa saja terjadi.
“Tapi, kami tidak mau menuduh seperti itu. Yang jelas, secara aturan WNA memang tidak berhak mencoblos atau memilih dalam pemilu,” ucapnya.
Politikus asal Kuta Selatan, itu berharap KPU bisa memperbaiki sistem sehingga ke depan tidak lagi kecolongan.
Sistem yang ada saat ini hanya mengacu pada e-KTP tanpa disortir ulang, sehingga orang yang sudah memiliki e-KTP otomatis masuk DPT.
Padahal, belum tentu orang yang namanya masuk e-KTP adalah WNI. Bisa saja WNA memiliki e-KTP khusus WNA.
“Aturan hukum jika WNA ini tidak dicoret salah karena WNA tidak memiliki hak memilih. Sistemnya yang membuat kecolongan ini harus disempurnakan,” tukasnya.
Di lain sisi, koordiantor juru bicara Badan Pemenangan Daerah (BPD) Prabowo – Sandi Provinsi Bali, I Made Gede Ray Misno menyebut sudah sewajarnya KPU mencoret WNA yang sudah masuk dalam DPT.
“Karena pemilu ini diperuntukkan rakyat Indonesia, bukan orang asing. Kalau WNA masuk DPT menjadi pertanyaan besar,” katanya.
Mantan Ketua KPUD Kota Denpasar, itu menegaskan bahwa saat ini yang penting adalah niat dari penyelenggara pemilu.
Jika memadang ada kesalahan administrasi maka harus disisir dan diperbaiki. Begitu juga dengan Bawaslu Bali sebagai pengawas pemilu. Bawaslu harus harus tahu data yang ada.
“Saya khawatir 27 yang dicoret ini yang ketahuan, bisa jadi lebih dari itu. Kami tetap meminta saat KPU menetapkan DPT final jangan sampai ada WNA,” tukasnya.
Ditanya apakah polemik ini menguntungkan salah satu paslon, Ray membuat pernyataan menarik.
“Dari dulu kami sudah curiga ada mobilisasi (WNA) dan ada faktor kesengajaan. Mohon penyelenggara membuat DPT secara benar. Bukan sekadar untuk menang,” sindir pria asal Desa Sanggulan, Tabanan, itu.