RadarBali.com – Wakil Menteri Keuangan RI, Mardiasmo mendorong Perbankan Nasional agar lebih banyak melakukan sekuritisasi KPR melalui Pasar modal.
Sistem sekuritisasi dilakukan terutama terhadap KPR kelas menengah. Dengan instrumen pasar modal ini dilakukan akan memperoleh dana segar dari masyarakat sehingga bisa diputar kembali.
Mardiasmo mengungkapkan, saat ini sistem sekuritisasi di Indonesia masih sangat rendah jika dibanding negara-negara Asean seperti Thailand dan Malaysia.
Hal ini terjadi lantaran pihak Perbankan masih enggan tertarik untuk sekuritisasi aset untuk KPR. Kata dia, ada dua jenis KPR.
Yang pertama itu afirmasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kedua untuk umum dengan level ekonomi menengah ke atas.
“Seharusnya KPR segmen menengah ke atas sudah bisa dilakukan sekuritisasi, karena risikonya kecil,” paparnya ditemui dalam Seminar PT. Sarana Multigriya Finansial (SMF) 2017 ASEAN Fixed Income Summits” (AFIS) di Hotel Sofitel, Nusa Dua.
Pria kelahiran Surakarta, 1958 silam ini menjelaskan tidak ingin segmen pembeli di Pasar modal hanya pada kalangan tertentu, dari bisa dari berbagai kalangan.
“Kalau seperti itu kan bisa mendapat dana tambahan segar dari masyarakat dan diputar lagi,” terangnya.
Saat ini kekurangan kebutuhan perumahan bagi masyarakat (backlog) masih sangat besar. Saat ini mencapai 11,4 juta unit belum lagi dengan adanya program sejuta rumah.
Salah satu mewujudkan sekuritisasi bisa melalui Efek Beragunan Aset – Surat Partisipasi (EBA-SP).
“Makanya kami dan OJK sebagai regulatornya serta SMF akan mendorong perbankan untuk melakukan sekuritisasi. Kami masih akan rapatkan ini, presiden ingin berhasil di sandang, pangan dan papan,” jelas Mardiasmo.
Wakil Ketua Komisioner OJK, Nurhaida mengungkapkan sekuritisasi KPR melalui EBA-SP ini akan membuat pihak perbankan memiliki dana lebih awal, atau dapat cash yang nantinya bisa digunakan untuk menyediakan KPR lagi.
“Ini dilakukan dengan kerjasama SMF selaku penerbit EBA-SP dengan Bank,” terang Nurhaida. Saat ini, diberikan kemudahan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 20 tahun 2017, issuer (badan usaha) diberikan kesempatan dari penerbit EBA_SP untuk bisa memiliki asuransi di atas 10 persen.
hal ini lantaran kondisi produk di pasaran naik turun, kadang kala tidak laku, meski itu hanya sesaat.
“Kalau tidak diberikan kesempatan kepada issuer untuk bisa memiliki itu di atas 10 persen mereka akan terhambat penerbitannya,” paparnya.
Sejak awal berdirinya SMF hingga Juni 2017, SMF mengucurkan sekuritas dana pembiayaan dari pasar modal ke penyalur KPR mencapai Rp 32,64 triliun.