Kamis lalu (14/3), merupakan hari bersejarah bagi pasangan suami istri disabilitas, I Ketut Budiarsa, 37, dengan istrinya Ida Ayu Ketut Kenari, 39.
Keduanya resmi menjadi pasangan suami istri setelah melewati prosesi upacara pernikahan yang berlangsung di kediaman Budiarsa di Jalan Raya Desa Kedewatan, Kecamatan Ubud.
Sebelum membangun rumah tangga, Budiarsa sendiri sudah berpikir matang-matang. Bagaimana kisahnya?
IB INDRA PRASETIA, Gianyar
TENDA dan karangan bunga ucapan selamat menikah masih menghiasi kediaman I Ketut Budiarsa di Jalan Raya Kedewatan No. 62, lingkungan Banjar/Desa Kedewatan, Kecamatan Ubud, Jumat (15/3).
Bahkan, rangkaian bunga gumitir masih melingkari beberapa sudut pintu gerbang rumah penyandang disabilitas tersebut.
Budiarsa baru saja usai melangsungkan upacara sekaligus resepsi pernikahan bersama istri Ida Ayu Ketut Kenari, 39, pada Kamis lalu (14/3).
Tenda dan karangan bunga itu pun menunggu dibereskan. Ditemui usai upacara, Jumat siang, Budiarsa yang mengenakan kursi roda tampak semringah.
Ditemani rintik hujan, penyandang tuna daksa, dengan sakit osteogenesis imperfecta (disabilitas akibat perapuhan tulang) tersebut menceritakan hari pernikahannya.
“Yang saya undang waktu menikah sekitar 120-an kartu undangan, lewat WA, Facebook. Yang hadir sampai 1000-an,” ujar Budiarsa, kemarin.
Dia mengaku pernikahannya juga dihadiri orang penting, diantaranya istri walikota Denpasar didampingi 7 orang, camat, istri Kapolda Bali bersama personilnya termasuk Kapolsek.
Juga hadir pegawai Bagian Kesra Pemkab Gianyar. Pria kelahiran 25 Juli 1982, itu mengaku mengumpulkan uang untuk menikah sejak 6 tahun lalu.
Waktu itu merupakan hari jadian Budiarsa dengan istrinya Dayu Kenari. “Sejak 6 tahun lalu saya berpikir dan mengumpulkan uang dengan cara menjual lukisan,” ujar pria yang sejak tahun 2000 lalu melukis gaya fantasi tersebut.
Beruntung, lukisan yang dibuatnya bersama tiga saudara kandungnya yang senasib dengannya itu mampu mendatangkan uang.
Budiarsa ini merupakan 6 bersaudara. Tiga saudaranya disabilitas, dan lainnya normal. Tiga orang inilah yang membuat grup lukis 3 Brother + 1.
“Hasil lukisan kami jual, ada di Four Season Jimbaran. Pernah juga kami kirim ke Belanda ikut pamerah bulan Oktober 2018, dipamerkan ketika ada konferensi,” jelasnya.
Di Belanda, lukisannya laku dua buah. “Harga lukisan saya rata-rata Rp 10 sampai 15 jutaan,” ungkapnya. Beruntung, setiap tahun, ada saja lukisannya yang laku terjual.
“Saya punya langganan, Profesor Pals, dari Belanda. Rutin Profesor Pals ini pamerkan lukisan saya di Belanda dan jual disana,” terangnya.
Budiarsa menambahkan, Profesor Pals ini kebetulan peneliti penyakit yang diderita Budiarsa. “Profesor itu bisa mencari obat untuk penyakit orang seperti saya, mengantisipasi dan lainnya,” terangnya.
Dari hasil penjualan lukisan itu, Budiarsa mulai menabung, sehinga terkumpul uang Rp 30 juta. Ditambah donatur konsumsi dan sumbangan lainnya, maka biaya pernikahannya pada Kamis lalu mencapai Rp 50 juta.
Mengenai kisah asmaranya, dengan Dayu Kenari, itu terjadi karena cinta lokasi. Budiarsa yang juga Ketua Yayasan Permata Hati di Tampaksiring mengenal Dayu Kenari juga di yayasan yang sama.
“Istri saya menjadi bendaharanya di yayasan. Kami berdua lebih sering tinggal di yayasan. Seminggu sekali baru pulang,” ujarnya.
Dulu, kata Budiarsa, hanya mengenal Dayu Kenari tekun, suka menolong dan peduli dengan sesama. “Lama-lama kami menunjukkan rasa,” jelasnya.
Akhirnya, kisah cinta mereka pun dimulai 6 tahun lalu. “Selama kami pacaran, kami nggak tunjukkan kemesraan berlebihan, bersahaja saja. Kalau diantara kami sakit, kami saling khawatir,” jelasnya.
Berbeda dengan Budiarsa, istrinya Dayu Kenari mengalami sakit polio. “Sama dengan saya, kena sejak 2 tahun. Tapi Dayu bisa pakai tongkat. Dan Dayu masih bisa pakai motor roda tiga,” ungkapnya.
Selama pacaran, Dayu Kenari biasa menjemput Budiarsa ke rumahnya di Kedewatan menuju yayasan di Tampaksiring.
Akhirnya dengan kebulatan tekad dan persiapan tabungan, Budiarsa komitmen untuk menikahi Dayu Kenari. “Keluarga Dayu merestui dan kami menikah,” terangnya.
Beruntung, selain mengumpulkan tabungan, Budiarsa juga mendapat donasi berupa hidangan makanan. Bahkan, ada bantuan prewedding gratis dari Parahita.
“Hanya pakaian saja yang sewa,” jelasnya. Tidak tanggung-tanggung, prewedding dilakukan di tiga lokasi, yakni Bedugul, Pantai Melasti dan di Panglipuran.
“Fotonya tiga hari, disamping jaraknya jauh, juga karena keterbatasan kami,” ungkapnya. Usai menikah, sama seperti pasangan pada umumnya, Budiarsa dan Dayu Kenari juga menginginkan buah hati.
“Sekarang Dayu belum hamil, saya sebagai pasutri tentu ingin dapat keturunan yang sehat dan normal. Saya lihat teman disabilitas lain, anaknya normal,” pintanya.
Budiarsa juga memperoleh tiket menginap gratis di hotel Evitel Ubud. “Nanti rencana bulan madu di Evitel. Kebetulan saya kenal managernya saya undang dan dikasih tiket menginap gratis,” ujarnya.
Namun mengenai waktu bulan madu akan disesuaikan dulu. “Ya bagaimana nanti lihat situasi,” terangnya. (*)