DENPASAR – Meski berhasil masuk ke Bali, 1.500 ekor burung kicau ilegal asal Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak bisa dilepasliarkan di Bali.
Sebab, Pulau Bali tidak sesuai dengan habitat aslinya. Ini seperti yang ditegaskan Balai Konservasi Dumber Daya Alam (BKSDA) Bali.
Burung-burung mungil yang memiliki harga tinggi, itu pun harus dikembalikan ke tempat asalnya di Lombok.
“Hasil korrdinasi kami dengan petugas karantina, sebaiknya burung ini harus ditolak agar tetap hidup. Di sini (Bali) bukan alam aslinya,” terang salah serang petugas BKSDA disela-sela melakukan pemeriksaan kondisi burung kemarin.
Selain memeriksa kondisi burung juga dilakukan pemeriksaan jenis-jenis burung. Ribuan burung ini terdiri dari 250 ekor jenis kecial,
250 ekor kepodang, 50 ekor opior, 50 ekor cendet, 750 ekor manyaran, 100 ekor kopi – kopi, dan 50 ekor anis macan. Semuanya dikemas di dalam 109 box.
Sopir yang membawa burung saat ini masih dilakukan pemeriksaan untuk dimintai keterangan.
Sementara itu, drh. Nyoman Ludra, Penanggung Jawab Karantina Wilayah Kerja Padangbai menegaskan bahwa ribuan burung yang diamankan di Pelabuhan Padang Bai,
Karangasem, tidak bisa meneruskan perjalanan karena tidak dilengkapi sertifikat karantina dari daerah asal yang dipersyaratkan.
“Karena tidak dilengkapi sertifikat karantina, maka ini (ilegal) dan melanggar UU Nomor 16/1992 dan PP Nomor 82/2000” tegas Ludra.
Ditambahkan, petugas karantina selain bekerja untuk mencegah penyebaran hama penyakit hewan karantina (HPHK), juga bertugas untuk menyelamatkan sumber daya alam di Indonesia.
Dalam mengungkap kasus penyelundupan burung-burung ilegal itu, petugas karantina bekerjasama dengan petugas BKSDA, TNI Angkatan Laut (AL),
dan Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) Pelabuhan Padang Bai. Selanjutnya dilakukan penahanan untuk dilanjutkan dengan penolakan ke Lombok.