DENPASAR – Vonis Pengadilan Negeri (PN) Denpasar kembali mengundang tanda tanya besar. Kali ini diputuskan oleh palu hakim I Dewa Budi Watsara.
Meski terbukti bersalah mengimpor 1.887 pil ekstasi ke Bali dengan modus disembunyikan dalam sebuah tas laptop, Mohd. Husaini Bin Jaslee,35, WNA Malaysia hanya divonis 7 tahun penjara.
Vonis ini terbilang “super ringan” bila dibandingkan dengan hukuman 2,5 tahun yang diterima Elisa Tri Ayu Anna Wahyuni, 28, Jumat (15/3) empat hari sebelumnya dengan kepemilikan 0,48 gram sabu-sabu.
Anehnya, sopir Freelance, I Nyoman Mahardika, 31, yang ditangkap BNNP Bali dengan barang bukti 8 paket sabu-sabu seberat 599,9 gram dan 1 plastik klip
yang berisi 70 butir pil ekstasi seberat 36,6 gram divonis jauh lebih berat, yakni 12 tahun penjara oleh hakim PN Denpasar.
“Tunduk pada Pasal 114 ayat 2 Subsider Pasal 112 ayat 2 UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika, saya menilai hukuman yang pantas untuk pemilik 1.887 pil ekstasi adalah penjara
seumur hidup atau hukuman mati. Bayangkan bila satu anak muda Bali mengonsumsi 2 butir. Artinya sudah 943 orang yang rusak. Apakah pantas hanya dihukum 7 tahun?” ungkap Ida Bagus Oka Gunastawa, Selasa (19/3).
Komando Pemenangan Wilayah Jokowi-Ma’ruf Amin Provinsi Bali sekaligus caleg DPR RI No. Urut 1 dari Partai NasDem itu menilai
vonis super ringan Mohd. Husaini Bin Jaslee telah “mencederai” perang bangsa Indonesia terhadap penyalahgunaan dan perdagangan gelap narkoba.
Kepada Jawa Pos Radar Bali, sosok sentral kemenangan Jokowi-Jusuf Kalla 2014 silam menyebut sebanyak 37-40 orang di Indonesia meninggal dunia setiap hari akibat narkoba.
“Data yang saya ketahui, saat ini sekitar 2,2 persen dari total 262 juta jiwa penduduk Indonesia terkontaminasi narkoba.
Padahal, secara internasional, suatu negara dinyatakan darurat narkoba jika 2 persen penduduknya mengonsumsi narkoba.
Vonis 7 tahun untuk 1.887 pil ekstasi tak masuk akal bagi saya. Namun, tentu Yang Mulia Hakim punya pertimbangan lain,” tandasnya.
Menariknya, Ida Bagus Oka Gunastawa menyebut bila hal sebaliknya terjadi alias warga negara kita ditangkap di Malaysia dengan jumlah barang bukti yang sama, maka vonis hukum pancung (mati) pasti dijatuhkan.
Dikatakannya, pada periode 2011-2018, terdapat 437 WNI yang terancam hukuman mati di seluruh Malaysia.
Dari jumlah tersebut, 301 WNI berhasil dibebaskan, 18 di antaranya dibebaskan pada 2018. Saat ini masih terdapat 136 WNI berstatus terancam hukuman mati di seluruh Malaysia.
“Saya prihatin dengan kondisi ini. Ini kejahatan luar biasa. Idealnya, Yang Mulia Hakim selaku perpanjangan Tuhan di meja pengadilan memberikan keputusan tegas.
Jangan sampai hanya rakyat kecil yang tidak mampu menyewa pengacara yang hukumannya berat. Sementara WNA berduit bisa “lolos” dari jerat hukum maksimal,” tegasnya.
Khusus Provinsi Bali, politisi asal Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Karangasem itu menyebut Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali berhasil menekan jumlah pengguna dalam 3 tahun terakhir.
Di tingkat nasional, jumlah pengguna yang sebelumnya berada pada urutan 11 nasional turun ke 23. Jumlah pecandu pun menurun 11.918 pecandu.
Sebanyak 62.457 pecandu pada 2016 berubah menjadi 50.539 pecandu pada 2017. Tahun ini, BNNP Balimenargetkan rehabilitasi gratis bagi 650 pecandu.
Sebagaimana diketahui, Husaini, pria yang selalu mengenakan songkok hitam setiap mengikuti persidangan lolos dari hukuman seumur hidup, pidana mati,
atau paling lama 20 tahun penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 113 ayat (2) UU RI Nomor35/2009 tentang narkotika.
Sebelumnya, Husaini didakwa dua pasal oleh JPU. Dakwaan pertama, dia dituding melanggar Pasal 113 ayat (2) UU RI No.35/2009 tentang narkotika. Sementara dakwaan kedua, JPU memasang Pasal 112 ayat (2) UU yang sama. (rba)