DENPASAR – Sidang kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan terdakwa Rajebir Singh, 44, berlangsung sengit.
Ini setelah jaksa penuntut umum (JPU) Dewa Arya Lanang Raharja menghadirkan saksi korban Manraj Kaur, 36, yang tak lain istri terdakwa.
Keduanya saling sangkal hingga membuat majelis hakim berkali-kali menenangkan keduanya.
“Sebelumnya dia (terdakwa) pernah melakukan kekerasan pada saya. Dia pukul saya pakai sepatu lebih dari sekali, saya ada buktinya,” ujar Manraj, bersungut-sungut dalam sidang kemarin (21/3). Mendengar pernyataan istrinya, terdakwa yang duduk berseberangan mengeleng-gelengkan kepala pertanda tidak sepakat.
Korban mengatakan, terdakwa dianiaya pada Minggu, 30 September 2018, sekitar pukul 09.00 di ruang tamu rumahnya di Jalan Sekuta, Gang Tunjung, Nomor 8, Sanur, Denpasar Selatan.
Setelah dianiaya korban mengadu ke pecalang dengan bibir berdarah. “Saya minta tolong, nangis-nangis menelpon adik di Jakarta.
Setelah saya balik ke rumah, ternyata rumah digembok. Saya mau berobat tidak punya duit, tidak pegang identitas,” bebernya mash dengan nada berapi-api.
Dengan diantar saksi Debi (anak pecalang yang dilapori korban) Manraj melapor ke Polsek Denpasar Selatan.
Karena tidak punya identitas Manraj diminta visum ke RS Sanglah. Saat sampai di RS Sanglah, Manraj mengaku ditolak karena tidak membawa identitas.
“Akhirnya saya ke klinik. Setelah itu baru ke RS Bali Mandara. Saya dirawat dua hari di RS Bali Mandara,” tuturnya emosional.
Suasana sidang semakin seru setelah terdakwa dimintai menanggapi keterangan korban.
“Keterangan dia (saksi korban) tidak benar. Malah beliau yang meninggalkan rumah,” bantah terdakwa.
Saat hakim menanyakan apakah benar telah terjadi pemukulan, terdakwa kembali menyangkal. “Tidak benar,” ucap terdakwa. “Anda juga tidak mencekik?” kejar hakim. “Tidak benar,” jawab terdakwa.
Jawaban terdakwa langsung disambar korban. “Mana ada pencuri mau yang mau mengaku,” cetus korban dengan nada tinggi.
Sementara JPU memasang Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 23/2004 tentang Penghapusan KDRT.
Sedangkan dakwaan kedua terdakwa diancam Pasal 44 ayat (4) undang-undang yang sama. Jika terbukti, maka terdakwa terancam hukuman paling lama lima tahun penjara.