27.3 C
Jakarta
20 November 2024, 19:10 PM WIB

Memulai Karir dari Asongan, Kernet Bemo, hingga Pemimpin Partai

Bak meteor, karir Si Tomi Kecil melejit dan akhirnya sampai ke titik nadir tersandung kasus tanah. Kini dia harus menjalani proses hukum yang tengah diberkas.

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

SURATAN nasib itu seperti jadi misteri yang tak tertebak. Sebelumnya, di sejumlah momen, Jawa Pos Radar Bali ini mendengar penuturan cerita bak fiksi dalam novel.

Lahir di kawasan gersang Pecatu, Kuta Selatan, 29 Agustus 1967 silam, dia mengaku hidup dari keluarga bersahaja. Serba pas-pasan.

Masa remajanya dihabiskan dengan menjadi pedagang asongan di Pantai Kuta. Anak keempat dari enam saudara itu menjajakan gelang dan kalung dari kerang pantai yang dironce sendiri.

“Nama Tomi itu yang kasih orang bule. Bule itu lihat saya kecil dan lincah, sehingga mengingatkan anaknya yang seumuran saya,” tutur Sudikerta pada suatu kesempatan.

Menginjak SMA, Sudikerta beralih menjadi kernet bemo jurusan Denpasar, Sanur. Saat bekerja sebagai kernet itu, Sudikerta mulai banyak memiliki kenalan. Terutama dengan kalangan travel.

Sudikerta muda pun mulai berani menjadi guide freelance. Untuk memperlancar bahasa Inggrisnya, Sudikerta kuliah di Fakultas Sastra Universitas Warmadewa.

Sambil bekerja, Tomi kuliah. Dia harus bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya bergelar sarjana. Dan, berhasil.

Sebelum tersandung kasus penipuan jual beli tanah dengan bos Maspion Group Ali Markus senilai Rp 149 miliar lebih pada awal Desember 2018, karir politik I Ketut Sudikerta tergolong cemerlang.

Dia membangun karirnya dari nol. Singkat cerita, mapan di bidang ekonomi, Sudikerta mencicipi dunia politik. Dia berlabuh ke Partai Golkar.

Pada 1999 dia menjadi bendahara DPD II Golkar Badung.  Bapak tiga anak itu menjadi bendahara DPD II Golkar Badung hingga 2004.

Di tahun yang sama, Sudikerta berhasil duduk sebagai anggota DPRD Bali sekaligus Ketua DPD II Golkar Badung.

Sejak duduk di parlemen itulah karir politik Sudikerta terus meroket. Dia juga berhasil menjadi owner Hotel Wito, Denpasar.

Informasinya, Sudikerta juga mengelola sejumlah hotel lainnya di kawasan Badung.  Di jalur politik Sudikerta hanya setahun menjadi anggota DPRD Bali.

Pada 2005, pria berkumis tipis itu memutuskan maju bertarung dalam Pilkada Badung berpasangan dengan AA Gde Agung.

Di luar dugaan, bertarung di kabupaten yang merupakan basis PDIP, paket Gde Agung – Sudikerta menang. Agustus 2005 Sudikerta resmi menjadi Wabup Badung.

Nama Sudikerta semakin moncer. Pada 2009 dia menjadi Ketua DPD I Golkar Bali. Pada 2010, Sudikerta kembali berpasangan dengan Gde Agung maju dalam Pilkada Badung.

Maju sebagai petahana, Gde Agung – Sudikerta menang telak, 75 persen lebih. Di tengah perjalanan, pada 2013 Sudikerta memutuskan maju bersama Mangku Pastika dalam Pilgub Bali.

Lagi-lagi yang dilawan adalah jago PDIP, paket AA Puspayoga –  Dewa Sukrawan. Paket Pasti – Kerta berhasil unggul tipis. Sudikerta pun naik kelas menjadi orang nomor dua di Bali.

Pada 2018, Sudikerta kembali maju bertarung dalam Pilgub Bali. Ia berpasangan dengan Rai Mantra. Sudikerta terjungkal.

Rai Mantra kembali menjadi Wali Kota Denpasar. Sedangkan Sudikerta harus gigit jari. Saat ditemui di Kantor DPD I Golkar Bali beberapa jam usai pencoblosan Sudikerta terlihat agak lesu.

Matanya sedikit memerah seperti kelelahan. Ditanya apakah target kemenangan sudah tercapai, Sudikerta mengatakan sudah bekerja maksimal secara sekala dan niskala.

Bahkan sehari bisa empat, lima kali bahkan sampai sepuluh kali acara. Tapi faktor keberuntungan belum berpihak.

“Kami semua sudah bekerja, tapi faktor keberuntungan belum ada pada pihak kita,” ungkapnya dengan wajah lesu.

Politikus asal Pecatu, itu juga menduga bisa ada faktor-x atau faktor lain yang membuat targetnya tidak tercapai.

“Pasti itu ada faktor-x, tapi saya kira harus ada bukti. Kami tapi tetap optimististis karena belum semua surat suara masuk,” imbuhnya.

Yang menarik, Sudikerta juga menyoroti gempuran dana bansos jelang pilkada. Menurut dia, gempuran bansos harus disikapi penyelenggara pemilu.

Apalagi jelas – jelas untuk memenangkan calon tertentu. “Saya sudah berjuang keras. Ada faktor X atau faktor keberuntungan yang belum memihak,” kata Sudikerta. 

Sempat memutuskan pensiun dari politik, Sudikerta akhirnya maju sebagai calon DPR RI. Sayang, kali ini keberuntungan Sudikerta seperti habis.

Di pengujung November 2018, dia ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Polda Bali.

Bak sudah jatuh tertimpa tangga. Beberapa hari setelah dijadikan tersangka, Sudikerta dihabisi dari partainya sendiri.

Jabatan Sudikerta dilucuti. Dia dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPD I Golkar Bali. Bintang cemerlang itu pun mulai meredup cahayanya. (*)

 

 

Bak meteor, karir Si Tomi Kecil melejit dan akhirnya sampai ke titik nadir tersandung kasus tanah. Kini dia harus menjalani proses hukum yang tengah diberkas.

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

SURATAN nasib itu seperti jadi misteri yang tak tertebak. Sebelumnya, di sejumlah momen, Jawa Pos Radar Bali ini mendengar penuturan cerita bak fiksi dalam novel.

Lahir di kawasan gersang Pecatu, Kuta Selatan, 29 Agustus 1967 silam, dia mengaku hidup dari keluarga bersahaja. Serba pas-pasan.

Masa remajanya dihabiskan dengan menjadi pedagang asongan di Pantai Kuta. Anak keempat dari enam saudara itu menjajakan gelang dan kalung dari kerang pantai yang dironce sendiri.

“Nama Tomi itu yang kasih orang bule. Bule itu lihat saya kecil dan lincah, sehingga mengingatkan anaknya yang seumuran saya,” tutur Sudikerta pada suatu kesempatan.

Menginjak SMA, Sudikerta beralih menjadi kernet bemo jurusan Denpasar, Sanur. Saat bekerja sebagai kernet itu, Sudikerta mulai banyak memiliki kenalan. Terutama dengan kalangan travel.

Sudikerta muda pun mulai berani menjadi guide freelance. Untuk memperlancar bahasa Inggrisnya, Sudikerta kuliah di Fakultas Sastra Universitas Warmadewa.

Sambil bekerja, Tomi kuliah. Dia harus bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya bergelar sarjana. Dan, berhasil.

Sebelum tersandung kasus penipuan jual beli tanah dengan bos Maspion Group Ali Markus senilai Rp 149 miliar lebih pada awal Desember 2018, karir politik I Ketut Sudikerta tergolong cemerlang.

Dia membangun karirnya dari nol. Singkat cerita, mapan di bidang ekonomi, Sudikerta mencicipi dunia politik. Dia berlabuh ke Partai Golkar.

Pada 1999 dia menjadi bendahara DPD II Golkar Badung.  Bapak tiga anak itu menjadi bendahara DPD II Golkar Badung hingga 2004.

Di tahun yang sama, Sudikerta berhasil duduk sebagai anggota DPRD Bali sekaligus Ketua DPD II Golkar Badung.

Sejak duduk di parlemen itulah karir politik Sudikerta terus meroket. Dia juga berhasil menjadi owner Hotel Wito, Denpasar.

Informasinya, Sudikerta juga mengelola sejumlah hotel lainnya di kawasan Badung.  Di jalur politik Sudikerta hanya setahun menjadi anggota DPRD Bali.

Pada 2005, pria berkumis tipis itu memutuskan maju bertarung dalam Pilkada Badung berpasangan dengan AA Gde Agung.

Di luar dugaan, bertarung di kabupaten yang merupakan basis PDIP, paket Gde Agung – Sudikerta menang. Agustus 2005 Sudikerta resmi menjadi Wabup Badung.

Nama Sudikerta semakin moncer. Pada 2009 dia menjadi Ketua DPD I Golkar Bali. Pada 2010, Sudikerta kembali berpasangan dengan Gde Agung maju dalam Pilkada Badung.

Maju sebagai petahana, Gde Agung – Sudikerta menang telak, 75 persen lebih. Di tengah perjalanan, pada 2013 Sudikerta memutuskan maju bersama Mangku Pastika dalam Pilgub Bali.

Lagi-lagi yang dilawan adalah jago PDIP, paket AA Puspayoga –  Dewa Sukrawan. Paket Pasti – Kerta berhasil unggul tipis. Sudikerta pun naik kelas menjadi orang nomor dua di Bali.

Pada 2018, Sudikerta kembali maju bertarung dalam Pilgub Bali. Ia berpasangan dengan Rai Mantra. Sudikerta terjungkal.

Rai Mantra kembali menjadi Wali Kota Denpasar. Sedangkan Sudikerta harus gigit jari. Saat ditemui di Kantor DPD I Golkar Bali beberapa jam usai pencoblosan Sudikerta terlihat agak lesu.

Matanya sedikit memerah seperti kelelahan. Ditanya apakah target kemenangan sudah tercapai, Sudikerta mengatakan sudah bekerja maksimal secara sekala dan niskala.

Bahkan sehari bisa empat, lima kali bahkan sampai sepuluh kali acara. Tapi faktor keberuntungan belum berpihak.

“Kami semua sudah bekerja, tapi faktor keberuntungan belum ada pada pihak kita,” ungkapnya dengan wajah lesu.

Politikus asal Pecatu, itu juga menduga bisa ada faktor-x atau faktor lain yang membuat targetnya tidak tercapai.

“Pasti itu ada faktor-x, tapi saya kira harus ada bukti. Kami tapi tetap optimististis karena belum semua surat suara masuk,” imbuhnya.

Yang menarik, Sudikerta juga menyoroti gempuran dana bansos jelang pilkada. Menurut dia, gempuran bansos harus disikapi penyelenggara pemilu.

Apalagi jelas – jelas untuk memenangkan calon tertentu. “Saya sudah berjuang keras. Ada faktor X atau faktor keberuntungan yang belum memihak,” kata Sudikerta. 

Sempat memutuskan pensiun dari politik, Sudikerta akhirnya maju sebagai calon DPR RI. Sayang, kali ini keberuntungan Sudikerta seperti habis.

Di pengujung November 2018, dia ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Polda Bali.

Bak sudah jatuh tertimpa tangga. Beberapa hari setelah dijadikan tersangka, Sudikerta dihabisi dari partainya sendiri.

Jabatan Sudikerta dilucuti. Dia dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPD I Golkar Bali. Bintang cemerlang itu pun mulai meredup cahayanya. (*)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/