RadarBali.com – Kondisi keuangan Pemprov Bali belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Bahkan bisa dikatakan berada pada zona kuning.
Pasalnya, RAPBD 2018 yang dirancang eksekutif mengalami defisit, yakni anggaran belanja lebih besar daripada pendapatan daerah.
Tidak tanggung-tanggung, defisit ABPD 2018 diperkirakan mencapai Rp 478 miliar atau 10,7 persen dari total pendapatan APBD.
Anehnya, Gubernur Pastika terlihat cuek dan menyebut defisit anggaran merupakan sesuatu yang wajar.
Menurut Pastika, defisit bisa ditutupi dengan kelebihan penggunaan dana tahun sebelumnya atau Silpa (Sisa lebih penggunaan anggaran).
“Defisit bisa saja terjadi, namanya salah hitung atau salah prediksi,” kata Pastika usai menghadiri rapat dengan dewan, Senin (11/9).
Pastika menganalogikan defisit anggaran pemprov dengan kehidupan rumah tangga. Katanya, dalam rumah tangga bisa saja terjadi salah rancang penggunaan anggaran.
Pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. “Bisa saja punya uang Rp 10 juta, direncanakan untuk makan Rp 6 juta, sisanya pakai cicil mobil. Tapi, ternyata anak sakit butuh biaya, sisanya tidak bisa pakai cicil mobil,” dalihnya.
Pastika menyebut defisit anggaran Rp 478 miliar akan dibiayai dari pembiayaan perencanaan penerimaan pembiayaan berupa Silpa 2017, sebesar Rp 478 miliar.
Walau begitu, Pastika tidak berani menjamin tersedia Silpa. Sebab, pada anggaran 2017 dirancang Silpa tinggi namun faktanya semua anggaran terserap habis.
“Kalau Silpa tidak ada, habis semua repot sekali,” beber Pastika. Pastika mengklaim gambaran umum RAPBD 2018 berpedoman pada Permendgari No 33/2017, dan dokumen kebijakan umum anggaran (KUA) dan prioritas dan plafon anggaran (PPAS) 2018.
Pendapatan daerah 2018 diperkirakan Rp 4,6 triliun, sedangkan belanja daerah dirancang Rp 5,1 triliun.
Pendapatan daerah terdiri dari PAD Rp 3,3 triliun, dana perimbangan Rp 1,3 triliun, lain-lain pendapatan yang sah Rp 4,8 miliar.
Sedangkan belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung Rp 3,6 triliun dan belanja langsung Rp 1,4 triliun.
“Belanja tidak langsung dialokasikan untuk belanja pegawai, belanja subsidi, belanja hibah dan bansos,” papar mantan Kapolda Bali itu.
Selain itu, juga digunakan belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dan pemerintahan desa dan partai politik.
Sementara belanja langsung diarahkan untuk membiayai seluruh program dan kegiatan pembangunan baik yang bersifat prioritas, maupun penunjang guna mencapai sasaran dan pemecahan masalah pembangunan.
Prioritas untuk anggaran memenuhi program seperti Simantri, pelastarian adat dan kebudayaan daerah.
Selain defisit, APBD 2018 juga mengalami penurunan drastis bila dibandingkan APBD 2017. Pendapatan daerah yang diproyeksikan sebesar Rp 4,697 triliun.
Padahal untuk tahun 2017, pendapatan daerah bisa dipasang hingga Rp 6,222 triliun. Walaupun akhirnya diturunkan menjadi Rp 6,211 triliun dalam APBD Perubahan 2017.